Cerita Gajah Buta

Cerita Gajah Buta

Cerita Rakyat Thailand

Di tepi sungai Chao Phya, dekat Bangkok, hidup dua orang kakak beradik yang

bernama Jomroon dan Daeng. Mereka diajar oleh guru yang sama selama

bersekolah. Setelah selesai bersekolah, mereka memutuskan untuk pergi

mencari nafkah di Bangkok. Di perjalanan, mereka melewati hutan lebat.

Daeng melihat jejak kaki seekor gajah dalam perjalanan tersebut.

“Ini adalah jejak kaki seekor gajah jantan, yang mata kirinya buta,” ia memberi

tahu kakaknya.

“Bagaimana kamu tahu?” tanya Jomroon. “Aku hanya bisa melihat bahwa

jejak tersebut adalah jejak seekor gajah yang bergerak dari selatan ke utara,”

katanya heran.

Tetapi Daeng diam tak menjawab. Ia tidak ingin kakaknya merasa ia lebih

pintar dari kakaknya Setelah beberapa saat berjalan, mereka melihat seekor gajah besar sedang

makan pisang. Ketika gajah tersebut melihat mereka, ia mengangkat belalainya,

mengeluarkan suara besar, lalu lari ke dalam hutan. Sebelum gajah tersebut

lari, Jomroon melihat bahwa mata kiri gajah tersebut buta.

Jomroon berkata pada dirinya sendiri “Bagaimana Daeng bisa begitu pandai?

Padahal kami berdua bersekolah di sekolah yang sama, belajar pada guru yang

sama,” pikirya.

Setelah bekerja dua tahun di Bangkok, Jomroon dan Daeng pulang ke kota

mereka. Mereka berkunjung ke rumah guru mereka. Keduanya membawakan

dua periuk minyak sayur dari Bangkok untuk beliau. Ketika mereka sedang

berbincang-bincang, Jomroon teringat tentang peristiwa gajah buta di hutan.

Ia bercerita pada sang guru.

“Bagaimana Daeng tahu bahwa gajah tersebut jantan dan mata kirinya buta?”

ia bertanya pada sang guru.

Sang guru menjawab dengan bijak. “Jomroon, apakah kamu sadar bahwa periuk

minyak sayur yang kamu bawa kepadaku hanya setengah penuh?” tanyanya.

“Iya,” jawab Jomroon. “Aku pun terkejut, karena periuk tersebut masih terisi

penuh ketika aku membelinya di Bangkok,” ujarnya.

“Apakah kamu memperhatikan bahwa periuk minyak yang Daeng bawakan

untukku masih terisi penuh? Ini terjadi karena Daeng memilih periuk yang

lebih tebal, sehingga minyak tidak mudah merembes ke luar,” jawab sang guru