Mengajar di Kolo; (selesai)
Mengajar di Kolo; (selesai)
Memasuki gerbang sekolah, kita akan disuguhi pemandangan indah. Di belakang sekolah itu laut luas.
Terkadang ketika musim badai. Deburan ombaknya memekakkan telinga. Tetap merdu, sih.
Memiliki 12 Rombel, SD Negeri 13 Kolo Kota Bima benar-benar siap menjadikan dirinya kawah Candradimuka bagi pendidikan.
Tenaga Pendidik terdiri dari guru lulusan strata 1 jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan atau Pendidikan Agama Islam bagi Guru Agama dan S1 PJOK bagi guru olah raga.
Kekhasan dari siswa SD Negeri 13 Kolo adalah penggunaan bahasa atau dialek yang seperti ini kira-kira: "Santabe, Pak/Bu"
Tapi dengan ya dialek atau logat khas tadi. Memang sih, saya dengar Kolo memiliki bahasa sendiri tapi sampai hari ini saya belum mendengarnya.
Sebagai guru kelas yang berbasis sastra, saya senantiasa tertarik akan hal seperti itu.
Saya beritahu mereka,- khusus kelas saya saja yaa..- Mulai sekarang kalian harus menggunakan bahasa Indonesia. Ga ada lagi santabe-santabe kataku suatu ketika. Apa yang terjadi? Sangat sulit merubah kebiasaan. Meski demikian mereka berusaha yang akhirnya saya yang harus mengalah. Mana-mana saja. Akhirnya.
Yang saya banggakan terkadang adalah profesionalisme guru-gurunya. Tentu bukan tanpa sebab saya mengatakan ini. Mereka mengajar dengan ikhlas.
Saya menulis ini 'hanya' karena saya sudah menulis bagian pertamanya saja. Mengajar di Kolo; sebuah perjalanan (1)
Melengkapi, menyudahi.
Karena jelas, tidak ada di antara kalian yang ingin mengajar di sini. Itu pasti.
*artikel ini ditulis oleh Purnama Disastra, S.S.,S.Pd. Guru SD Negeri 13 Kolo Kota Bima (mai)