Pakain Adat Bali Untuk Putra dan Putri

Baju Adat Bali untuk Putra
Pada pakaian adat Bali untuk putra, ada beberapa unsur yang dikenakan, yaitu sebagai berikut:
1. Kamen/Kain
Putra menggunakan pakaian adat yang diawali dengan kamen atau kain. Kain digunakan dengan lipatan melingkar dari kiri ke kanan karena sebagai pemegang dharma.
Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki. Maknanya karena putra adalah penanggung jawab dharma sehingga harus melangkah dengan panjang, tetapi harus tetap melihat tempat berpijak, yaitu dharma.
2. Kancut/Lelancingan
Putra juga menggunakan kancut atau lelancingan dengan ujung lancip dan sebaiknya menyentuh tanah (menyapuh jagat). Ujungnya yang sampai ke bawah dimaknai sebagai penghormatan kepada ibu pertiwi.
Kancut juga sebagai simbol kejantanan. Namun saat persembahyangan, tidak diperkenankan untuk menunjukkan kejantanan. Ini dimaknai sebagai pengendalian, tetapi kejantanan boleh ditunjukkan saat ngayah.
3. Kampuh
Saat kejantanan itu harus ditutup, maka ditutupi dengan saputan atau kampuh. Tinggi saputan kira-kira sejengkal dari ujung kamen.
Saputan juga berfungsi untuk mengadang musuh dari luar. Saputan dipasang melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya).
4. Umpal
Kemudian berlanjut mengenakan umpal atau selendang kecil yang maknanya adalah pengendalian hal-hal negatif. Ini membagi tubuh menjadi dua, yaitu bhuta angga dan manusa angga.
Umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai simbol pengendalian emosi. Untuk putra, umpal harus terlihat sedikit sebagai simbol siap memegang teguh dharma dalam kondisi apapun.
5. Baju/Kwaca
Pada manusa angga, putra mengenakan baju atau kwaca yang bersih, rapi dan sopan. Jenis baju ini berubah-ubah sesuai perkembangan zaman. Ini adalah wujud memperindah diri sebagai rasa syukur kepada Tuhan.
6. Udeng/Destar
Udeng atau destar adalah kain ikat kepala. Udeng ada tiga jenis, yaitu:
a. Udeng Jejateran
Udeng ini digunakan untuk sembahyang, yakni menggunakan simpul hidup di depan, di sela-sela mata, sebagai lambang cundamani (mata ketiga) dan pemusatan pikiran. Jika ujungnya menghadap ke atas adalah simbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa.
b. Udeng Dara Kepak
Udeng ini biasa dipakai oleh raja. Terdapat bebidakan tetapi ada tambahan penutup kepala sebagai lambang pemimpin yang selalu melindungi rakyat.
c. Udeng Beblatukan
Udeng ini dipakai oleh pemangku. Tidak ada bebidakan, tetapi hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan diikat ke bawah. Ini melambangkan pemangku yang lebih mendahulukan kepentingan umum.
Busana Adat untuk Putri
Pada pakaian adat Bali untuk putri, ada beberapa unsur yang dikenakan, yaitu sebagai berikut:
1. Kamen
Seperti busana adat putra, baju adat ini dimulai dengan mengenakan kamen. Tetapi lipatan kamen putri melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti yang bertugas menjaga agar laki-laki tidak melenceng dari ajaran dharma.
Tinggi kamen putri sekitar satu telapak tangan. Ini menyimbolkan bahwa perempuan sebagai sakti sehingga langkahnya lebih pendek.
2. Bulang
Kemudian setelah kamen, busana putri yang dikenakan adalah bulang yang berfungsi menjaga rahim dan mengendalikan emosi.
3. Selendang/Senteng
Selendang/senteng pada putri diikat menggunakan simpul hidup di sisi kiri. Ini sebagai simbol sakti dan mebraya. Selendang putri dipakai di luar, tidak ditutupi baju sebagai simbol siap membenahi putra jika melenceng dari ajaran dharma.
4. Kebaya
Terakhir adalah mengenakan baju yang disebut kebaya, serta pepusungan yang memiliki tiga jenis, yaitu:
a. Pusung Gonjer
Pusung gonjer digunakan untuk putri yang belum menikah, dibuat dengan cara melipat rambut sebagian dan sebagian lagi digerai. Ini sebagai lambang bahwa putri tersebut masih bebas memilih dan dipilih laki-laki.
b. Pusung Tagel
Pusung tagel digunakan untuk putri yang sudah menikah.
c. Pusung Podgala