Blangkon Yogyakarta

Ketika mengenakan pakaian adat untuk acara resmi, pria Jawa kerap mengenakan tutup kepala berupa blangkon. Dikenal 2 jenis blangkon, yaitu blangkon Yogkarta dan Solo. Ada beberapa perbedaan blangkon Yogyakarta dan Solo, salah satunya pada bagian belakang atau mondolan blangkon.
Mondolan blangkon Solo berbentuk datar, sementara blangkon Yogyakarta berbentuk monjol. Selain itu, blangkon Solo terbuat dari kain batik berwarna kecoklatan, sedangkan blangkon Jogja dibuat dengan kain batik yang warnanya senderung putih.
Blangkon dengan gaya Yogyakarta terdiri atas bermacam-macam motif yang memiliki makna di baliknya, yaitu:
Motif Modang memiliki makna kesakitan meredam angkara morko
Motif Celengkewengen menggambarkan keberanian juga berarti sifat kejujuran dan kepolosan
Motif Kumitir menyimbolkan tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupan
Motif Blumbangan, berasal daari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air, sumber kehidupan
Motif Jumputan berarti mengambil beberapa unsur yang baik
Motif Taruntum bermakna bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari 2 hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin
Motif Wirasat memiliki makna pengharapan supaya dikabulkan semua permohonnnya secara materi
Motif Sido Asih, bermakna harapan mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi