Kebaya Encim (Pakaian Perempuan) DKI Jakarta

Encim muncul sebagai bentuk akulturasi kebudayaan Betawi, Melayu, Tionghoa, dan Belkamu pada abad ke-19. Pada masa itu, banyak orang Tionghoa yang datang ke Betawi untuk berdagang. Mereka kemudian menikah dengan orang Betawi dan melahirkan keturunan yang disebut sebagai peranakan Tionghoa.

Awalnya kebaya ini merupakan pakaian sehari-hari yang dikenakan oleh para peranakan Tionghoa. Namun, seiring berjalannya waktu, juga mulai dikenakan oleh masyarakat Betawi pada umumnya.

Kebaya encim mempunyai ciri khasnya tersendiri yang membuat ia berbeda dari yang lain. Pertama, potongan yang longgar dan kerah yang bulat. Serta sulaman benang emas atau perak yang menghiasinya. Pada bagian bawah kebaya juga dihiasi dengan rumbai-rumbai

Pada pernikahan adat Betawi, kebaya encim biasanya dipadukan dengan kain sarung batik dan selendang. Untuk aksesoris, biasanya digunakan perhiasan emas atau perak, seperti kalung, gelang, dan anting.

Di era modern ini, encim tidak hanya dikenakan pada acara-acara adat saja. Kebaya ini juga sering dikenakan pada acara-acara formal lainnya, seperti pesta pernikahan, kondangan, dan acara resmi.

Banyak desainer yang memodifikasinya agar lebih terlihat modern dan sesuai dengan tren. Kebaya ini pun kini tersedia dalam berbagai macam model, warna, dan motif.