Pangsi Betawi; DKI Jakarta

Pakaian adat Betawi yang satu ini sering dipakai oleh para jawara Betawi yang notabene para pendekar. Satu setel pakaian ini terdiri dari Baju Tikim dan Celana Pangsi. Hanya saja, belakangan ini pakaian ini lebih dikenal dengan Baju Pangsi.
Berdasarkan catatan sejarah, Baju Tikim dan Celana Pangsi mendapatkan pengaruh dari budaya China. Baju Tikim berasal dari Bahasa Hokkian, yakni Tui Kim. Dan Celana Pangsi berasal dari Phang Si. Keduanya diadaptasi dari pakaian orang-orang China yang tinggal di Batavia.
Baju Pangsi ini memiliki bentuk leher bulat seperti huruf O atau Bahasa kekiniannya O-neck. Disertai dengan lengan panjang, Baju Pangsi dibuat dengan ukuran yang longgar dibanding ukuran tubuh pemakainya.
Dulunya, baju ini dibuat tanpa kancing namun sekarang umumnya menggunakan kancing. Para pria Betawi mengenakan kaos putih polos sebagai lapisan dalam Baju Pangsi sehingga terkadang baju tersebut bisa dilepas kancingnya.
Sedangkan Celana Pangsi merupakan celana panjang yang agak longgar sehingga tampak kebesaran. Warna celana disesuaikan dengan warna baju yang digunakan. Dulunya, pakaian adat Pangsi ini digunakan oleh laki-laki Betawi dalam kegiatan sehari-hari. Namun seiring perkembangan jaman, pakaian ini lebih banyak dikenakan oleh para jawara, pendekar, jagoan, main pukulan, dan petani Betawi.
Di pinggang laki-laki Betawi, tersemat ikat pinggang yang ukurannya lebih lebar daripada ikat pinggang biasa. Dan di lehernya, terdapat kain sarung yang dilipat rapi. Fungsi sarung ini bermacam-macam karena bisa untuk sajadah dan sarung saat sholat serta senjata saat duel.
Warna Baju Pangsi Betawi ini tidak hanya hitam, namun ada juga warna merah, hijau, dan putih. Masing-masing warna memiliki arti tersendiri. Baju Pangsi berwarna putih atau krem biasanya digunakan oleh jago silat yang juga merupakan pemuka agama.
Ilmu agama yang didpatakan oleh pesilat tersebut didapatkan dari berguru kepada Engkong Haji. Baju Pangsi hitam biasanya digunakan oleh para centeng. Dan Baju Pangsi warna merah digunakan oleh seseorang yang memiliki kemampuan silat dan ilmu agama yang tinggi sehingga tidak dapat diragukan lagi kemampuannya.
Warna baju tersebut tentunya berpengaruh pada warna atribut lainnya, misalnya peci. Warna atribut tersebut menandakan siapa orang yang memakai baju tersebut. Pada jaman dulu, siapapun yang memakai peci merah adalah orang yang diakui oleh masyarakat sebagai orang yang ilmunya sudah tinggi, tukang jalan, dan telah banyak makan asam garam alias punya banyak pengalaman. Jika peci sudah turun tangan, keadaan sudah luar biasa gentingnya.
Jika diibaratkan dengan jaman sekarang, peci merah mungkin bisa disamakan dengan baret merah. Orang-orang pemakai peci merah merupakan ujung tombak perlawanan terhadap apapun yang dianggap sebagai pengganggu keamanan, ketentraman, dan kedamaian masyarakat.
Oleh karena itu, peci merah beserta Baju Pangsi merah merupakan pakaian yang sakral dan tidak bisa digunakan oleh sembarang orang. Namun demikian, jika penggunaannya untuk keperluan seni, pakaian ini boleh digunakan oleh orang biasa.