Layang-layang Merah Jambu

Cerita pendek tentang kehidupan mengenai pengalaman pribadi yang menyentuh ini dikutip dari buku 20 Cerita Manis Majalah Bobo (2016) karya Pradikha Bestari.

Aku punya teman baru di sekolah, pindahan dari Jakarta. Anak laki-laki berambut rapi, berseragam putih-merah yang masih cemerlang. Namanya Dito.

Belum-belum aku dan teman-temanku sudah menatapnya dengan heran. Bayangkan, kotak pensilnya warna merah jambu. Merah jambu, lho! Seperti warna kotak pensil Astri, Dena, dan Lita.

Saat istirahat, beda lagi. Kami semua beli jajanan di warung dan gerobak di depan sekolah, sedangkan Dito mengeluarkan kotak bekal. Bekalnya tertata cantik, lengkap dengan serbet kotak-kotak dan buah jeruk.

Pulang sekolah, Dito juga langsung pulang. Eh, tepatnya, langsung masuk ke dalam mobil jemputannya. Gaya banget, ya. pulang sekolah di kota kecil begini saja pakai dijemput mobil!

Dengan segala perbedaan itu, kami jadi segan berteman dengannya. Dito sendiri jarang bicara. Wajahnya sering terlihat muram. Namun, guru-guru amat menyukainya karena Dito selalu santun dan termasuk pandai di kelas.

Sejak kemarin sore, kami semakin yakin Dito aneh. Aku dan beberapa teman sekelas sedang asyik bermain perang-perangan di ladang Pak Yan. Saat sedang seru-serunya kami bermain, tiba-tiba...krosak! Suatu benda berwarna merah jambu melayang jatuh di tempat kami bermain.

Benda itu ternyata sebuah layang-layang merah jambu. Tak lama terdengar suara seorang anak laki-laki menyampaikan salam di depan rumah Pak Yan.

Dengan satun, suara itu meminta izin mengambil layang-layang yang jatuh. Daaan, tebak siapa pemilik layak-layang merah jambu itu?

Dito! Ia tersenyum sopan ke arah kami saat memungut layang-layang itu. Kami menggeleng keheranan.

"Anak baru itu kecewek-cewekan banget!" celetuk Bono. "Main layang-layang saja warna merah jambu!"

"Besok kau ajak saja dia main boneka, Fa. Siapa tahu bisa membuatmu lebih lembut sedikit," Sofyan menyenggolku.

"Enggak mau, ah! Pasti enggak seru!" bantahku cepat. "Lebih baik kita ajak dia main bola," cetusku.

"Aaah jangan... Model kayak dia main bola, jangan-jangan jatuh sedikit, ia menangis, lalu harus kita antar pulang," tolak Bono.

"Repot anak begitu. Pasti cengeng!"

Esoknya, kami makin yakin kalau Dito cengeng. Bu Guru menyuruh kami membuat karangan tentang keluarga. Dan, tebak apa yang Dito lakukan?

Ia menangis di mejanya! Awalnya, ia berusaha menahan diri, tetapi bahunya makin keras berguncang dan setetes air mata mengalir. Kami geleng-geleng kepada betul melihatnya.

Bu Guru menghibur Dito dan setelah ia tenang, beliau meminta Dito membacakan karangannya di depan kelas. Setelah itu, hiiiks... gantian aku yang menitikkan air mata.

Karangan Dito bercerita tentang adiknya, Amalia. Amalia manis dan lincah. Dito amat menyayangi dan melindunginya.

Namun, Amalia terkena penyakit parah. Saking parahnya, sampai dokter angkat tangan. Dito sekeluarga pindah ke kota kecil ini supaya Amalia bisa mendapat udara segar. Setiap hari Dito selalu cepat-cepat pulang agar bisa menemani Amalia.

Amalia yang manis merajutkan Dito kotak pensil warna merah jambu. Merah jambu adalah warna kesukaan Amalia.

Ia juga suka melihat layang-layang merah jambu terbang di langit biru. Setiap sore, Dito mendorong kursi roda Amalia dan menerbangkan layang-layang merah jambu untuknya.

"Amalia akan bertepuk tangan seakan-akan aku baru saya menyulapkan Pelangi." Dito terus membacakan ceritanya.

"Semoga kamu bisa sembuh, Amalia sayang. Tetapi jika kamu harus pergi, pergi saja. Kakak akan terbangkan layang-layang merah jambu untuk kau lihat dari atas awan sana. Selesai."

Aku mengusap air mataku. Kulirik Bono dan Sofyan yang juga tampak terharu.

Sejak saat itu, aku, Bono, Sofyan, dan teman-teman lain sering berkunjung ke rumah Dito untuk menjenguk Amalia. Kami ikut menerbangkan layang-layang untuknya. Pipi Amalia yang pucat merona merah jambu memandangi layang-layang kami.

Ssst... pada salah satu kunjungan ke rumahnya, kami jadi tahu alasan Dito selalu membawa bekal cantik. Kata Mama Dito, jajanan di warung bisa menyebabkan penyakit berbahaya pada tubuh kami.

Mama Dito jadi sering membawakan bekal cantik buat kami juga. Rasanya super uenak! Bono sampai merem melek memakannya.

Dan, yang lebih bikin kaget lagi, Dito ternyata jago banget main bola! Pipi Bono sampai berwarna merah jambu tua saat mendapati timnya kalah! Hihihihi....