Cincin ajaib
Ada seorang saudagar yang dulu kaya, karena sesuatu hal ia jatuh miskin. Harta miliknya yang masih tersisa hanyalah sebuah rumah sederhana yang terpencil di desa. Terpaksa ia harus pindah ke desa. Di desa itu ia tinggal bersama tiga orang putrinya.
Anak pertama dan kedua tidak bisa menerima keadaan ini. Sepanjang hari ia hanya bekeluh kesah karena tak biasa hidup di desa dengan cara sederhana. Si bungsu dengan gembira dan ceria menerima keadaan itu. Ia ikut membantu ayahnya di kebun sayur. Karena sikapnya yang mau menerima keadaan ini ayahnya sangat menyayanginya. Ia dipanggil Angelia.
Pada suatu hari sang ayah harus pergi untuk suatu urusan dagang. ”Doakan ayah berhasil hingga nasib kita akan menjadi lebih baik lagi.”
”Baik ayah.””Kalian minta oleh-oleh apa kalau aku pulang nanti?” tanya si saudagar kepada ketiga puterinya.
Puteri pertama dan kedua minta pakaian dan perhiasan yang indah-indah dan mahal harganya. Angelia hanya minta dibawakan bunga mawar putih.
Setelah menyanggupi permintaan ketiga puterinya, saudagar itu segera berangkat. Setelah mengurus segala keperluannya di kota, saudagar itu pulang. Tetapi hari sudah malam, karena suasana gelap dan tidak begitu hapal jalanan desa, saudagar itu tersesat di hutan.
Ia terus berjalan, hingga tiba di sebuah puri tua. Ketia ia mendekat nampak pintunya terbuka. Ia masuk, nampaknya tidak ada orang, tetapi ia melihat makanan lengkap tertata di meja.
Ia menunggu dan berharap segera muncul seseorang. Namun lama tak ada orang datang. Karena tidak ada siapa-siapa lagi, maka disantapnya hidangan di atas meja itu sampai habis.
”Kenyang rasanya,” gumam si saudagar, ”Oh... rasa kantung mulai datang.”
Ia berjalan ke arah kamar dan tidur dengan lelap.Esok harinya, saudagar itu terkejut karena di tempat ia meletakkan pakaiannya terdapat pakaian baru. Ia mengenakannya dan pergi ke ruang makan. Lagi-lagi ia merasa heran, di atas meja sudah siap hidangan lengkap, ”Nasibku benar-benar baik hari ini.”
Ketika saudagar itu keluar untuk mengambil kudanya. Dilihatnya beberapa mawar putih. Ia teringat janjinya kepada Angelia. Namun ketika hendak memetik setangkai mawar, tiba-tiba ia dikejutkan dengan bentakan seseorang.
”Itu mawarku! Jangan kurang ajar berani mengambilnya!”
Saudagar itu berbalik dan matanya terbelalak melihat sosok tubuh manusia berwajah menyeramkan seperti singa.
”Kau sudah kuberi makan, tempat tidur dan pakaian baru. Sekarang kau hendak mencuri mawarku. Aku akan membunuhmu!” kata lelaki berwajah singa itu.
”Ampun, jangan bunuh aku,” kata si saudagar dengan gemetar ketakutan, ”Aku mengambil mawar ini bukan untukku, tetapi untuk putriku.”
Si wajah singa tidak melotot marah, namun sesaat kemudian ia berkata tegas.
”Baik, aku akan memberimu kesempatan agar kau selamat. Kamu harus berjanji untuk kembali lagi ke tempat ini bersama makhluk pertama yang menemui kamu ketika kamu tiba di rumha.”
”Baik..., baik, tidak masalah, aku sanggup syarat itu,” kata si saudagar dengan gemetar namun lega
Saudagar itu segera kembali ke rumha. Ia berharap yang menemuinya pertama kali adalah kucingnya atau anjingnya. Namun siapa yang menyambutnya tak lain adalah si Angelia.
Saudagar itu merasa sedih lalu diceritakan janjinya kepada si wajah singa. Apa kata Angelia? ”Ayah, janji harus ditepati, bukankah dia juga sudah berbuat baik dengan memberi makan, tempat tidur dan pakaian baru?”Sebulan kemudian dengan berat hati si saudagar berangkat ke puri. Ia menunggang kuda sambil memeluk puteri kesayangannya, Angelia.
Di puri tua, telah disediakan hidangan lengkap di atas meja. Namun Angelia dan ayahnya hampir gak bisa makan sesuap pun karena hantinya sedih. Tak berapa lama kemudian muncullah si wajah singa. ”Inikah puterimu yang menyukai mawar putih?” tanya si wajah singa.
”Benar...,” kata si saudagar, ”Dia yang mendesakku untuk memenuhi janji.”
”Jangan kuatir, aku tidak akan menyakitinya, tapi kau harus pergi.”
Angelia menangis ketika ayahnya berangkat pulang. Tetapi di kamarnya ada cermin ajaib dengan tulisan.'Angelia kecil, jangan menangis.Tangis dan keluhan tidak perlu.Lihatlah ke dalam cermin ini.Dan keinginanmu akan terpenuhi.”setelah membaca tulisan itu Angelia merasa agak tenang.
Beberapa hari berlalu, ternyata si wajah singa tidaklah menakutkan. Ia selalu bersikap baik dan lembut kepada Angelia. Angelia pun mulai menyukainya. Pada suatu hari, si wajah singa bertanya.
”Apakah kau mau menjadi istriku?”
”Maaf, saya memang menyenangi Tuan. Tetapi menikah dengan Tuan jelas tidak mungkin,” jawab Angelia tegas.
Pada suatu hari Angelia memandang ke cermin dan minta untuk melihat ayahnya. Betapa terkejutnya ia saat melihat ayahnya sedang sakit. Ia segera meminta ijin kepada si wajah singa untuk pulang menengok ayahnya. Si wajah singa kelihatan sangat sedih.
”Jangan kuatir, aku akan kembali ke sini secepatnya,” kata Angelia.
”Tunggu...,” kata si wajah singa sembari mengeluarkan sebentuk cincin dari sakunya, ”Letakkan cincin ini di mejamu maka dalam sekejap kau dapat berpindah ke tempat yang kauinginkan.”
Angelia menurut dan dalam sekejap ia sudah berada di depan ayahnya. Begitu melihat puteri kesayangannya ayah Angelia berangsur-angsur sembuh. Tapi ia harus menunggu ayahnya hingga sembuh total.
Beberapa minggu berlalu. Pada suatu malam Angelia bermimpi. Ia melihat si wajah singa terkapar kesakitan di kebun mawar. Ia tidak mau makan dan ingin mati karena tidak dapat hidup tanpa Angelia.
”Berarti dia benar-benar mencintaiku...,” pikir Angelia.Ketika ia terbangun segera teringat pada cincin pemberian si wajah singa. Ia langsung meletakkan cincin itu di atas meja. Dalam sekejap ia sudah berada di dekat si wajah singa.
”Hai sayangku, jangan mati. Aku juga mencintaimu, aku mau menjadi istrimu,” kata Angelia.
Tiba-tiba terjadi kilatan cahaya. Dan kebut itu dipenuhi suara musik. Di tempat terbaringnya si wajah singa tadi berdirilah seorang pangeran muda yang tampan.
”Oh Angelia, kau telah membebaskanku,” kata sang Pangeran, ”Sebelumnya aku telah disihir oleh peri jahat. Hanya cinta tulus dari seorang gadis cantik yang dapat menghapuskan kekuatas sihir peri itu. Dan gadis cantik itu adalah kau.”
Akhirnya Angelia dan pangeran menikah dalam suasana yang bahagia. Mereka hidup berbahagia.