Kain Tenun dan Putra Mahkota
Cerita Rakyat dari Jawa Barat
Oleh Menuk Hardaniwati
Senja hampir tiba, matahari hampir sampai di ufuk barat. Kerbau
dan sapi di sawah yang kering sudah mendekati dusun di bumi Priangan. Anak-anak
gembala bermain riang di tengah sawah yang luas terhampar. Uak kerbau dan
lenguh sapi yang berkeliaran ke sana ke mari menggambarkan ketenteraman dan
kedamaian desa itu. Dari atap tiap-tiap rumah kelihatan asap mengepul ke udara
bagai asap rokok seorang raksasa, tanda penduduk sedang mempersiapkan makan
malam.
Di atas pematang tampak seorang gadis bersama tujuh orang
bibinya. Ketujuh bibi gadis kecil itu masih remaja juga. Peria Pokak nama gadis
itu. Tawa dan canda mereka menggambarkan kebahagiaan gadis-gadis remaja.
Usia Peria Pokak belum genap enam belas tahun, perawakan
badannya tinggi semampai. Penampilan Peria Pokak sangatlah sederhana. Peria
Pokak adalah anak seorang janda miskin. Ia tinggal bersama ibunya di pinggir
desa itu. Kehidupan mereka sangat sederhana. Ibunya hanya seorang pekerja
ladang sewaan.
Pada suatu hari Peria Pokak disuruh menemani bibi-bibinya ke
sumur Lamben. Sebetulnya bukan itu maksud sebenarnya. Ketujuh bibi Peria Pokak
ingin melihat pria pujaan mereka. Pria pujaan itu adalah Putra Mahkota
kerajaan. Letak sumur itu tidak jauh dari tempat Putra Mahkota bermain. Mereka
sengaja mandi dan bermain-main di sumur Lamben agar dapat dilihat Putra
Mahkota.
Sumber:
“Kain Tenun dan Putra Mahkota”. Kemdikbud.go.id, https://labbineka.kemdikbud.go.id/bahasa/ceritarakyat/93db85ed909c13838ff95ccfa94cebd9-baca