Putra Tunggal R.A Kartini
Raden Ajeng Kartini, yang kini dikenal sebagai tokoh pejuang
emansipasi perempuan, menikah dengan Bupati Rembang RM Adipati Ario
Singgih Djojoadhiningrat, pada 12 November 1903. Dari pernikahan
tersebut, lahir putra pertama sekaligus anak semata wayang RA Kartini, yang
diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Hanya empat hari setelah melahirkan
Soesalit, RA Kartini meninggal dunia. Pada masa awal kemerdekaan, Soesalit
menjadi anggota militer. Namun, kedekatan dengan golongan kiri membuatnya
dituding terlibat dalam peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948,
kemudian ditangkap. Berikut biografi singkat Soesalit Djojoadhiningrat.
Riwayat Pendidikan Soesalit Djojoadhiningrat
RA Kartini adalah istri keempat RM Adipati Ario Singgih
Djojoadhinigrat, yang sat itu sudah memiliki tujuh orang anak. Soesalit
Djojoadhiningrat lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 13 September 1904.
Empat hari setelah melahirkan, RA Kartini meninggal dunia,
menjadikan Soesalit Djojoadhiningrat anak semata wayangnya.
Ditinggalkan oleh sang ibu sedari bayi, Soesalit diasuh oleh
sang nenek, yaitu Ngasirah. Soesalit juga pernah diasuh oleh sang ayah, tetapi
tidak lama karena RM Adipati Ario Singgih Djojoadhinigrat meninggal.
Soesalit menjadi yatim piatu di umurnya yang baru menginjak 8
tahun. Ia kemudian dirawat oleh kakak tirinya yang tertua, Abdulkarnen
Djojoadiningrat.
Abdulkarnen bertanggung jawab penuh terhadap Soesalit,
termasuk mempersiapkan pendidikan dan pekerjaan untuknya.
Sama seperti sang ibu, Soesalit bersekolah di Europe Lagere
School (ELS), yang ditujukan bagi orang Belanda dan keturunan bangsawan Jawa.
Pada 1919, Soesalit lulus dari ELS dan melanjutkan
pendidikannya ke Hogare Burger School (HBS) Semarang.
Lulus dari HBS pada 1925, menempuh pendidikan
di Rechthoogeschool (RHS) Batavia, sekolah tinggi hukum kolonial.
Hanya setahun, Soesalit meninggalkan sekolah tingginya
kemudian diterima sebagai pegawai pamong praja kolonial.
Beberapa tahun kemudian, Abdulkarnen menawarkan
pekerjaan baru sebagai polisi rahasia Hindia Belanda di Politieke
Inlichtingen Dienst (PID).
Tugas PID adalah mematai-matai kaum pergerakan nasional dan
mengantisipasi spionase asing, termasuk Jepang yang dikhawatirkan masuk ke
Hindia Belanda.
Tentu tugas tersebut membebani Soesalit, karena
harus memata-matai dan menangkap bangsanya sendiri.
Pada masa pendudukan Jepang, Soesalit bergabung dengan
tentara sukarela, Pembela Tanah Air (PETA).
Terjun ke Dunia Militer
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soesalit sebagai
mantan PETA bergabung ke Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian
berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selama bergabung di
militer, Soesalit aktif dalam tugas mempertahankan kemerdekaan, termasuk
menyusun strategi. Ia ditunjuk sebagai Panglima Divisi Diponegoro, yakni
Panglima Divisi I Diponegoro dan Panglima Divisi III Diponegoro. Pada
September 1948, terjadi peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun yang menyeret
namanya. Peristiwa tersebut merupakan pemberontakan oleh kelompok komunis,
di mana tentara yang dianggap memiliki kecenderungan kiri di Jawa Tengah dan
Jawa Timur berhasil menguasai Kota Madiun dan sekitarnya. Soesalit, yang
memiliki hubungan dekat dengan beberapa tokoh-tokoh dan laskar-laskar kiri,
dituduh terlibat dalam pemberontakan ini.
Meski keterlibatannya dalam Peristiwa Madiun tidak pernah
dibuktikan dan tidak melalui proses peradilan, ia dijadikan sebagai tahanan
rumah. Soesalit kemudian dibebaskan oleh Presiden Soekarno, dan setelah
peristiwa itu, ia tidak lagi menjabat panglima. Ia dipindahtugaskan
menjadi perwira staf Angkatan Darat di Kementerian Pertahanan. Pada
1950, Soesalit menjadi Kepala Penerbangan Sipil, dan di masa Kabinet Ali
Sastroamodjojo I (1953-1955), ia ditunjuk sebagai Penasihat Menteri Pertahanan
Iwa Kusumasumantri dengan pangkat kolonel.
Akhir hayat
Pada 17 Maret 1962, Soesalit meninggal dunia dan jasadnya
dimakamkan di kompleks makam RA Kartini di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten
Rembang. Meskipun berperan aktif pada masa revolusi kemerdekaan, Soesalit tidak
memiliki tanda bukti veteran. Semasa hidup, Soesalit menikah dengan Siti
Loewijah dan dikaruniai seorang putra bernama Boedi Setyo Soesalit.
Boedi Soesalit menikah dengan Sri Bidjatini dan
memiliki lima anak yang dinamai Kartini, Kartono, Rukmini, Samimum, dan
Rachmat. Namun, sepeninggal Boedi Soesalit, keturunan Kartini hidup dalam
keprihatinan.