Si Tikus : Cerita Dari Bali

Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Pulau Bali. Kerajaan itu bernama Kerajaan Soma Kencana. Kerajaan ini dipimpin oleh Raja Suliawana.

Baginda Raja membawa rakyatnya dalam kemakmuran. Suasana tenteram ini terusik, ketika dikabarkan seekor burung garuda merusak tanaman. Burung Garuda itu juga memburu sapi dan babi yang ada di sana.

Bahkan Garuda ini sungguh berbahaya, karena juga membunuh anak-anak penggembala. Rakyat melaporkan kejadian ini pada Baginda Raja, termasuk kerusakan yang dibuat.

Kemudian Baginda Raja bermusyawarah dengan semua Patih dan Punggawa mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan peralatan yang ada, seperti jerat, jaring, atau getah tidak mungkin dapat menangkap apalagi membunuh Garuda si pembuat onar.

Akhirnya diputuskan, siapa saja yang mampu menyingkirkan burung Garuda raksasa, ia akan diberi jabatan penting di istana Raja. Dalam sekejap, pengumuman itu tersiar ke mana-mana. Orang-orang ramai membicarakannya. Tikus pun mendengarnya.

Bersama kawan-kawannya, ia berunding untuk menolong raja dan rakyatnya. Kebetulan, Tikus dan burung Garuda sudah kenal sebelumnya. Ia sudah menemukan cara untuk melumpuhkannya. Suatu hari Garuda menemui si Tikus.

Ia berkata, "Hai Tikus, temanku, aku minta tolong. Carikan kutu di kepalaku. Aku susah tidur, karena gatal di kepalaku ini tak terkatakan." Lalu, si Tikus berkata, "Begini saja, pekerjaan mencari kutu itu soal gampang. Tapi aku sendirian tak mampu mencari seluruh kutu, karena bulumu banyak. Kalau begitu, aku akan mengajak teman-temanku agar kutumu habis tidak tersisa," demikian tipu muslihat si Tikus.

"Usulmu bagus sekali. Baiklah, cari temanmu dan bawa ke sini." Kemudian Tikus itu pergi. Sebentar saja, si Tikus menghimbau teman-temannya. Ribuan tikus sudah berkumpul. Sungguh pemandangan yang menyeramkan, beribu-ribu tikus mencari kutu di sekujur tubuh burung Garuda.

Dengan posisi jongkok, burung Garuda memejamkan mata sampai terkantuk-kantuk. Tanpa disadari, tikus-tikus itu menggerogoti bulu-bulu Garuda, khususnya bulu di bagian sayap. Sehelai demi sehelai hingga semua bulu terlucuti dari tubuh dan kepala burung Garuda.

Akhirnya, Garuda sadar bahwa ia tidak tak berbulu lagi. Ia sungguh marah, tetapi tak berdaya. Saat itu juga Tikus melapor kepada Kelian Banjar. Tidak lama kemudian, kentongan dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahaya.

Anggota Banjar bersenjatakan bokat, tongkat, dan lain-lain berlari ke arah burung Garuda. Akhirnya, Garuda itu mati mengenaskan. Kelian Banjar melaporkan kepada Baginda, bahwa Garuda berhasil disingkirkan untuk selama-lamanya.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari upaya si Tikus melucuti burung Garuda. Akhirnya si Tikus diberi kedudukan pemekel, dengan sebutan "Jero Ketut" di adat Bali. Oleh sebab itu, bila ada tikus dibinasakan, karena merusak padi dan palawija, harus dilaksanakan upacara pengabenan tikus.

Pesan moral dari kisah ini adalah Garuda, yang awalnya merusak tanaman dan membahayakan masyarakat, akhirnya mengalami nasib yang layak. Ini menggambarkan konsep karma atau bahwa tindakan kita akan memiliki konsekuensi yang sesuai.

Pesan ini mengajarkan bahwa tindakan yang baik akan dihargai, sedangkan tindakan yang buruk akan mendapatkan konsekuensi yang sesuai.