La Maddukelleng (Sulawesi Selatan)
Karir perjuangannya dimulai sejak tahun 1715
ketika membantu pasukan Daeng Perani melawan Johor. Dalam peperangannya ini, La
Maddukelleng mengirimkan pasukan di bawah pimpinan La Banno To Assak.
Peperangan dimenangkan pihak Daeng Perani (1715-1721).
Tahun 1726, La Maddukelleng diangkat menjadi
Sutan Paser, Kalimantan Timur setelah menikahi anak Sutan Paser. Pada tahun
tersebut, La Maddukelleng memerintahkan La Banna To Assak untuk menyerang
Maraddia Balapina yang pro Belanda. Kemudian, La Maddukelleng berhasil
memperoleh kemenangan. Lalu ke Goa dan menembaki Benteng Ujung Pandang tempat
persembunyian Belanda, sehingga pasukan Belanda lari.
Ketika La Salewangen berhenti, maka La
Maddukelleng menggantikannya sebagai Arung Matoa (Raja). Tahun 1737, pasukan
Wajo menyerang Bone Utara. Gubernur Sautijin membantu Bone Utara untuk
menyerang Wajo. Namun, pada tahun tersebut Bone menghentikan serangannya
terhadap Wajo dan pada tahun 1731 terjadilah perdamaian antara Wajo-Bone dan Soppeng.
Tahun 1738, Hendrik Smout menyampaikan surat
kepada La Maddukelleng tentang peringatan agar Wajo menyerah kepada VOC. La
Maddukelleng justru menjawab bahwa Wajo tidak mengakui Perjanjian Bongaya.
Untuk kedua kalinya, pada Agustus 1738 Gubernur
Smout mengirim utusan ke Wajo untuk menyatakan persaudaraan antara Wajo dengan
VOC tetapi sekali lagi La Maddukelleng menolaknya. Karena perundingan VOC
gagal, maka La Maddukelleng dan Karaeng Bonto Langkasak menyerang Front
Rotterdam.
Pada tahun 1740, dua kali Belanda menawarkan
perjanjian damai dengan La Maddukelleng, tetapi selalu ditolak. Pada bulan
Februari 1741, peperangan antara armada Belanda dengan Wajo pecah dan
berlangsung sengit dalam waktu cukup lama dan menelan korban yang cukup banyak
di kedua belah pihak dan pasukan Wajo menang.