Suri Ikun dan Dua Burung
Pada suatu ketika dikisahkan,
hiduplah sepasang suami istri yang memiliki empat belas orang anak. Tujuh orang
anak adalah perempuan dan tujuh orang anak lainnya laki-laki. Suami istri
tersebut mempunyai kebun yang cukup luas di Pulau Timor.
Suri Ikun merupakan salah satu di
antara tujuh anak laki-laki yang mereka miliki. Perangainya sangatlah baik. Ia
sangat jujur, suka menolong, dan berbakti pada kedua orangtuanya. Ia juga
senang membantu ketujuh saudara perempuannya. Karenanya, Suri Ikun sangat disayang
oleh kedua orangtuanya dan ketujuh saudara perempuannya. Berbeda dengan keenam
saudara laki-lakinya yang sangat pemalas dan penakut.
Suatu hari, babi hutan datang
menyerang kebun milik suami istri tersebut. Serangan babi hutan membuat panen
gagal dan tanaman banyak yang rusak sehingga menimbulkan kerugian yang sangat
besar.
"Bu, bagaimana kita harus
menghidupi anak-anak kita? Panen kali ini gagal dan tanaman banyak yang
rusak," ucapnya kepada sang istri.
Mendengar pembicaraan kedua
orangtuanya, Suri Ikun mendekati mereka. Ia sangat ingin membantu kedua
orangtuanya.
"Ayah, aku punya cara agar
kebun kita tidak dirusak oleh babi hutan. Setiap malam, aku dan kakak lelaki
yang lain akan bergantian menjaga kebun," ucap Suri Ikun kepada
orangtuanya.
"Wah, ide yang bagus. Terima
kasih kamu sudah mau membantu ayah," ucapnya lega.
Mengetahui ide itu, keenam kakak
lelaki Suri Ikun bukanlah senang karena dapat membantu kedua orangtuanya,
melainkan mereka geram kepada Suri Ikun. Mereka yang penakut sebenarnya tidak
menyukai ide tersebut. Tapi, ide tersebut sudah terlanjur disetujui oleh
orangtua mereka.
"Kamu ini ingin mencari muka di
depan ayah dan ibu ya!" bentak salah seorang kakak lelakinya. "Maaf
kak, aku hanya ingin membantu orangtua kita yang sedang kesulitan untuk
menafkahi kita," ucap Suri Ikun.
"Kau tahu tidak? Kemarin anak
tetangga kita mati gara-gara diserang oleh babi hutan," ucap kakaknya.
"Oh, itu. Dia bukan mati karena babi hutan. Ia mati karena tenggelam di
sungai," ucap Suri Ikun lagi.
Betapa kesal hati keenam kakaknya
mendengar jawaban adiknya yang lugu. Akhirnya, mau tidak mau ketujuh anak
lelaki itu harus menjaga kebun milik ayah mereka secara bergantian. Namun,
karena merasa takut dengan babi hutan, keenam saudara lelaki Suri Ikun akhirnya
mengatur siasat agar Suri Ikun yang selalu menjaga kebun mereka.
"Suri Ikun, aku tidak pandai
memanah. Jadi, sebaiknya malam ini kau saja yang menjaga kebun kita," ucap
kakaknya.
Tanpa berpikir bahwa ia telah
diperdaya, Suri Ikun menuruti keinginan kakaknya, Hari berganti hari, keenam
kakaknya tetap mengemukakan alasan yang serupa. Akhirnya, hanya Suri Ikunlah
yang setiap hari menjaga kebun dari serangan babi hutan.
Suatu hari, ketika Suri Ikun
berhasil memanah babi hutan yang hendak merusak kebun miliknya, ia membawa
daging buruannya ke rumah. Betapa licik keenam kakak lelakinya, mereka membagi
daging babi hutan itu hanya untuk mereka, sedangkan Suri Ikun hanya disisakan
bagian kepalanya.
"Kalian makan saja semuanya.
Aku tidak suka babi hutan," ucap Suri Ikun dengan ikhlas.
Keenam kakak lelakinya tertawa
melihat adik mereka tidak mendapatkan bagian apa-apa. Suri Ikun yang baik hati
semakin disayang oleh kedua orangtuanya. Hal ini menimbulkan rasa iri dari
keenam kakak lelakinya.
"Selalu saja Suri Ikun yang
dipuji-puji. Kita tidak pernah dipuji dan disayang seperti itu oleh ayah dan
ibu. Ini tidak adil," ucap salah seorang kakaknya.
"Benar. Bagaimana kalau kita
cari siasat agar ia keluar dari rumah ini," ucap kakak lelakinya yang
lain.
"Setuju...!" kata keenam
kakak lelaki Suri Ikun.
Akhirnya, tibalah hari yang
direncanakan. Salah seorang kakak lelakinya membujuk Suri Ikun untuk pergi
berburu ke hutan. Mereka sengaja mencelakai Suri Ikun dengan mengumpankannya
kepada hantu-hantu hutan di pinggiran desa yang suka memakan manusia.
Tanpa rasa curiga sedikitpun, Suri
Ikun memenuhi ajakan keenam kakak lelakinya. Hari sudah mulai malam, ketujuh
saudara laki-laki itu pergi masuk ke hutan yang angker.
Suri Ikun diam-diam ditinggal oleh
keenam kakaknya di dalam hutan. Ia yang baru menyadari bahwa dirinya hanya
seorang diri di dalam hutan kemudian berteriak-teriak memanggil kakaknya.
"Kakak....kakak...dimana
kalian?" teriak Suri Ikun.
Setiap kali Suri Ikun berteriak
memanggil kakaknya, hantu hutan selalu menjawabnya sehingga Suri Ikun semakin
tersesat di dalam hutan. Suri Ikun yang tidak tahu jalan pulang memudahkan
hantu hutan untuk menangkapnya. Namun, karena tubuh Suri Ikun yang kurus dan
kecil, hantu-hantu hutan pun mengurungkan niat mereka untuk memakan Suri Ikun.
Hantu-hantu hutan itu kemudian menyembunyikan Suri Ikun di dalam sebuah gua.
Suri Ikun selalu diberi makan agar tubuhnya gemuk dan besar.
Ketika Suri Ikun sedang asyik duduk
di dalam gua, tiba-tiba datang dua ekor burung kecil ke pangkuan Suri Ikun. Kedua
burung kecil itu tampak terluka dan hampir mati. Kedua burung kecil itu tampak
sedih karena terperangkap di dalam gua. Dengan kasih sayang, Suri Ikun
mengobati kedua burung kecil itu. Ia merawat sampai burung kecil itu sembuh
dari lukanya. Setiap hari burung kecil itu diberinya makan. Ketika kedua burung
tersebut sembuh dan menjadi burung yang besar dan kuat, kedua burung itu
membalas budi kepada Suri Ikun.
"Kamu manusia yang baik. Kamu
pasti ingin keluar dari hutan ini. Mari, kami ajak kamu pergi ke suatu tempat
yang sangat indah," ucap kedua burung itu.
Kedua burung itu membawa Suri Ikun
keluar dari hutan. Akhirnya, ia bebas dari cengkeraman hantu-hantu-hantu hutan
yang hendak memangsanya. Kedua burung itu membawa Suri Ikun terbang melewati
bukit-bukit dan lautan. Benar saja, kedua burung itu membawa Suri Ikun ke
sebuah istana yang sangat indah dan megah.
"Ini istana untukmu sebagai
hadiah karena kamu berhati mulia," ucap kedua burung tersebut.
Betapa bahagianya Suri Ikun
mendapatkan hadiah itu. Karena bukan hanya istana yang megah dan indah yang ia
dapatkan, tetapi ia juga mendapat seorang permaisuri yang cantik dan para
pengawal yang gagah berani. Rakyat di negeri itu pun sangat ramah dan baik
hati. Suri Ikun pun tinggal di istana itu hingga akhir hayatnya.