Lukisan Kasih Sayang
Lukisan Kasih Sayang
Oleh: Widya Suwarna
Pak Saiful,
seorang pelukis ternama, mempunyai seorang pelayan yang setia. Namanya Mumu.
Biasanya setiap pagi Mumu membawakan perlengkapan melukis Pak Saiful, misalnya
kanvas, cat minyak, dan kuas. Ia juga membawakan tikar kecil, air minum, dan
makanan.
Pak Saiful
selalu melukis di tempat yang indah sekaligus mengerikan. Tempatnya di bawah
sebatang pohon besar. Di sekitarnya terdapat rumput hijau dan bunga-bunga liar
berwarna putih dan kuning. Kupu-kupu dan capung berkeliaran bebas di antara
bunga-bunga itu.
Kira-kira 15
meter ke arah selatan dari pohon itu terdapat sebuah rawa kecil yang
permukaannya ditutupi oleh daun-daun teratai. Bunga-bunga teratai yang berwarna
merah jambu menghiasi permukaan rawa itu. Namun, lumpur rawa itu selalu menelan
benda apa saja yang terjatuh ke dalamnya, termasuk manusia.
Suatu hari
Pak Saiful baru saja menyelesaikan lukisannya yang sangat indah. Lukisan
seorang anak kecil yang sedang menggendong dan membelai anjing kecil berbulu
coklat. Siapa pun yang melihat lukisan itu pasti merasa tersentuh. Anak itu
menyayangi anjingnya dan anjing kecil itu pun terlihat senang dalam pelukan si
anak.
“Mumu, coba
ke sini dan lihat lukisanku!” kata Pak Saiful bangga.
“Luar biasa,
Pak, sangat indah! Pasti laku dengan harga mahal,” ujar Mumu.
Kemudian Mumu
kembali ke bawah pohon dan menyiapkan makanan dan minuman. Sementara itu Pak
Saiful mundur beberapa langkah untuk memandang lukisannya lagi. Oh, semakin
jauh jaraknya, lukisan itu semakin indah terlihat. Pak Saiful mundur beberapa
langkah lagi dan memandang lukisannya kembali. Rupanya ia tak sadar bahwa ia
tepat berada di tepi rawa.
Sementara itu
Mumu melihat majikannya yang sudah berada di tepi rawa. Alangkah berbahayanya.
Bila Pak Saiful mundur selangkah lagi, pasti ia terjatuh ke dalam rawa. Mumu
mendekati lukisan di bawah pohon dan mengangkat lukisan itu dari tempatnya.
Pak Saiful
berlari ke dekat pohon dan berkata dengan marah, “Apa-apaan kamu ini, Mu.
Berani-beraninya kamu mau merusak lukisanku, atau mau mencurinya?!”
“Maaf, Pak,
maksud saya…!” jawab Mumu.
Namun Pak
Saiful tidak mau mendengar penjelasan Mumu.
“Pergi kau
dari sini. Aku tidak memerlukan pelayan yang kurang ajar!” seru Pak
Saiful dengan wajah merah padam.
Terpaksa Mumu
pergi. Pak Saiful membereskan alat-alatnya dan membawa perlengkapannya pulang.
Uuuh, rupanya berat juga.
Esok paginya
Pak Saiful membawa lagi lukisannya ke bawah pohon besar. Karena belum puas
memandang, hari ini ia akan memandang sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh Mumu.
Mula-mula Pak
Saiful memandang lukisannya dari dekat, kemudian ia memperpanjang jaraknya.
Akhirnya ia sudah mendekati tepi rawa. Ia tak tahu di balik pohon besar ada
sepasang mata mengawasinya.
“Karya hebat.
Aku sendiri pun hampir meneteskan air mata memandang lukisan itu. Orang akan
tergugah untuk menyayangi binatang. Dan mereka akan berpikir bahwa kasih sayang
itu sesuatu yang amat penting dan berharga!” pikir Pak Saiful. Tanpa sadar Pak
Saiful mundur lagi dan… oooh… ia terperosok ke dalam rawa.
“Tolooong…
tolooong!” jerit Pak Saiful dengan panik. Ia sadar bahwa dirinya akan terhisap
ke dalam lumpur rawa dan maut akan segera menjemputnya. Saat itulah Mumu muncul
sambil membawa tambang. Ia sudah mengikatkan tambang di sebuah pohon besar
dekat rawa.
“Pegang
tambang ini, Pak!” kata Mumu sambil mengulurkan tambang. Lalu Mumu cepat-cepat
menarik tambang sekuat tenaga, menarik Pak Saiful dari rawa. Keringat
bercucuran di wajah Mumu, namun akhirnya ia berhasil menyeret majikannya keluar
dari rawa. Begitu tiba di rerumputan, Pak Saiful pingsan.
Ketika sadar,
ia sudah berada di rumahnya dalam keadaan bersih, Mumu sudah mengurus segala
sesuatunya dengan baik.
“Terima
kasih, Mumu, kamu menyelamatkan nyawaku!” kata Pak Saiful. “Maafkan aku!”
“Tidak
apa-apa, Pak. Saya senang Bapak selamat. Saya mengangkat lukisan Bapak kemarin
karena saya ingin menarik perhatian Bapak. Bapak sudah berada di tepi rawa
waktu itu. Saya kuatir Bapak akan jatuh. Tadi saya berjaga-jaga dan menyiapkan
tambang karena saya kuatir Bapak asyik memandang lukisan dan terperosok ke
dalam rawa!” kata Mumu.
Mumu, si
pelayan setia mendapat hadiah dan kembali bekerja pada Pak Saiful. Kasih sayang
seorang anak pada anjingnya, kasih sayang seorang pelayan pada majikannya
membuat Pak Saiful makin menyadari arti kasih sayang. Dan sebagai rasa syukur,
Pak Saiful memberikan hasil penjualan lukisan itu pada panti asuhan.