Sahabat Rasul Yang Jago Berperang dan Bersyair
Dhirar bin Khattab adalah salah seorang panglima perang muslimin. Ayah Dhirar, al-Khattab bin Mirdas bin Kathir, adalah kepala suku Bani Fihr sub klan Quraisy. Khattab bin Mirdas memiliki garis keturunan melalui kakek mereka, Fihr ibn Malik, dengan Nabi. Ibunya adalah Hind binti Malik Umm Dhiraar binti Amr, dan pamannya adalah Hafs bin Mirdas. Dhiraar bin al-Khattab lahir di Mekah. Karena ayahnya adalah kepala klan Bani Fihr yang dihormati, Dhiraar dilatih sebagai pejuang pemberani dan dikenal sebagai penyair yang terampil.
Dhirar mengikuti jejak ayahnya
sebagai pemimpin kaum Fahri. Posisinya itu telah memberikan kelebihan secara
otomatis, yaitu seperampat harta kaum itu menjadi bagiannya. Ia sendiri
sebenarnya memiliki kepribadian yang cenderung melindungi yang lemah, semangat
juang yang tinggi, cerdik, dan tak pernah ingkar janji. Semua kelebihannya itu
juga ia persembahkan ketika sudah masuk Islam. Pengalaman dan kecerdasannya
dibidang militer ia terapkan untuk melumpuhkan gerakan musuh-musuh Islam.
Selain jago perang, ia juga seorang penyair handal. Baginya, kemenangan tak mesti
disertai dengan penghancuran,tapi lebih utama kedamaian.
Perang dibukit uhud adalah perang
yang paling dahsyat dalam sejarah dakwah islam. Dalam perang ini Rasulullah SAW
mengalami luka-luka. Kemenangan yang sudah di depan mata berubah menjadi derita
ketika pasukan Islam lebih tertarik pada harta rampasan perang dibandingkan
taat kepada perintag Rasulullah SAW. Tetapi ada satu kejadian menarik dan
bersifat pribadi di dalam perang ini, yaitu ketika dua orang kakak-beradik yang
saling bermusuhan, Umar bin Khaththab di pihak tentara muslim, dan kakaknya,
Dhirar bin Khaththab di pihak musyrikin. Dalam Perang Uhud, Dhirar bahkan
sempat berhadap-hadapan dengan Umar.
Namun, meski tombak telah siap
lempar di tangan Dhirar, ia tak segera melontarkan tombaknya itu kepada
Umar, melaikan berkata dengan suara parau menahan gejolak rasa, “Selamatkan
dirimu, Umar, aku tidak akan membunuhmu.” Agaknya, kecintaannya kepada Umar
mampu mengalahkan kebenciannya sebab perbedaan keyakinan.
Seperti halnya Umar, Dhirar juga
jagoan Quraisy di masa jahiliyah. Ia dijuluki si pemberani dalam barisan
pasukan berkuda suku Quraisy. Berbeda dengan Umar yang dikenal bengal, kasar,
dan kejam, Dhirar seorang yang berperasaan halus karena ia juga seorang
penyair. Bahkan salah satu penyair terfasih dan diandalkan di zamannya. Ketika
terjadi perang Badar, ia memerangi kaum muslimin dengan sengit, disamping juga
melantunkan syair kepedihan meratapi kematian orang-orang Quraisy yang terbunuh
dalam perang tersebut.
Dhirar juga tercatat sebagai salah
satu dari lima orang tentara Quraisy yang berhasil menembus parit pasukan
muslimin dalam Perang Parit (Khandaq) yang digagas oleh Salman Al-Farisi. Yang
lainnya adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Hurairah bin Abi Wahab, Amru bin Wud, dan
Naufal bin Abdullah. Namun keberhasilah itu tidak membuahkan apa-apa, malah
kaum musyrikin akhirnya kalah oleh faktor alam, meski telah mengepung kaum
muslimin selama berbulan-bulan ditengah gurun pasir, akhirnya mereka disapu
badai gurun yang digerakkan dari langit hingga lari kocar-kacir.
Seperti halnya Ikrimah, Dhirar
akhirnya juga masuk islam. Dhirar masuk Islam tepat ketika terjadi peristiwa
Fathu Makkah pada 10 H. Ia bergabung dengan barisan Quraisy yang
berbondong-bondong masuk Islam.
Suatu ketika, kepada Abu Bakar, Dhirar
pernah mengungkapkan perasaan hatinya bahwa sesungguhnya orang Quraisy lebih
baik, Mereka berhasil memasukkan orang-orang ke surga sementara kalian
memasukkan orang-orang Quraisy ke dalam neraka.” ini menunjukkan kecerdikannya
bahwa surga diperuntukkan bagi oranng-orang yang beriman, sementara neraka bagi
orang-rang kafir.
Ia sebenarnya juga tidak ingin
jumawa terhadap keberhasilannya dalam Perang Uhud. Suatu ketika beberapa orang
dari Aus dan Khazraj berdebat soal siapa dari kedua suku itu yang paling berani
saat perang Uhud. Aus dan Khazraj adalah dua suku Anshar. Saat mereka melihat
Dhirar melintas, mereka bertanya kepadanya. Dhirar yang telah menjadi muslim
yang baik, berkata, “Saya tidak tahu siapa yang diantara kalian yang berasal
dari Suku Aus maupun Suku Khazraj, namun yang jelas, tatkala meletus Perang
uhud, aku berhasil menikahkan 11 orang dari kalian dengan para bidadari.”
Maksudnya, ia berhasil membunuh orang-orang muslim dalam perang tersebut.
Diyakini bahwa korban tersebut adalah para syuhada dan pada gilirannya akan
dinikahkan oleh Allah SWT di surga kelak.
Sejarah mencatat, justru dalam
Perang Uhud inilah kaum muslimin mengalami kekalahan telak, termasuk gugurnya
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW sekaligus teman dan pendukung
utamanya dalam penyebaran agama Islam.
Kecintaannya kepada agama Islam
ditunjukkannya dalam Perang Yamamah. Di bawah komando Khalid bin Walid, ia ikut
menumpas kaum murtad dan pengikut nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab. Setelah itu
ia dikirim ke Irak, ikut melakukan pengepungan Istana Gharriyyin di hari
pembebasan kota Hirah.
Masih dibawah komando Khalid, dari
Irak ia mengikuti pasukan itu yang dikirim ke Syam (Syria). Selama perjalanan
dari Irak ke Syam, ia ikut ambil bagian dalam setiap peperangan yang dilakukan
kaum muslimin. Ia juga menyaksikan pembebasan kota Syam di bawah pimpinan Abu
Ubaidah bin Al-Jarrah. Dhirar bahkan terlibat dalam Perang Yarmuk.
Dari Syam, dibawah pimpinan Hasyim
bin Utbah Az-Zuhri pasukan muslimin ditarik kembali ke Irak untuk diperbantukan
dalam Perang Qadisyah, dimana tentara muslimin dihadapkan dengan tentara
Persia. Dalam perang ini kaum muslimin berhasil membebaskan kota Madain.
Jatuhnya Madain membuat raja Persia
makin marah kepada Islam. Dia segera menyiapkan tentara secara besar-besaran
yang dipusatkan di Masibdzan dan menyerahkan komando kepada Adhin bin Hurmuzan.
Gerakan ini bisa dimonitor oleh Saad bin Abi Waqqas, komandan pasukan Islam di
Pesia. Saad segera menuliskan surat kepada Khalifah Umar, melaporkan hal
tersebut dan meminta untuk dikirim bantuan.
Khalifah Umar merespon hal tersebut
dengan baik dan memerintahkan Saad mengangkat Dhirar menjadi panglima. Itu
terungkap dalam surat balasan Saad bin Abi Waqqas.
“Tugasi
Dhirar bin Khattab untuk menjadi panglima pasukan. Tempatkan Hudzail Al-Asadi
pada posisi komandan penyerangan. Untuk posisi sayap, tempatkan Abdullah bin
Wahib Ar-Rasibi dan Mudharib Al-Ajali,” perintah
Khalifah Umar dari Madinah.
Dalam perang ini tentara Persia
berhasil dilumpuhkan.. Dhirar berhasil menangkap komandan mereka, Adhin bin
Hurmuzan. Meski demikian, Dhirar tidak menghancurkan Persia, melainkan justru
menawarkan perdamaian, sehingga kawasan itu menjadi aman kembali. Setelah Saad
dipromosikan ke Kufah, posisi Saad digantikan oleh Dhirar.