Sosok Mu'adzin Kebanggaan Rasulullah
Di suatu sudut
Ummul Quro Makkah, tahun awal Kerosulan. Seorang budak mendapat perlakuan keji.
Ia dilecuti dengan cambuk berkali kali. Ia diikat. Ia dihimpit dengan batu dan
dijemur di padang pasir yang gersang. Itulah Bilal bin Rabah. Seorang budak
berkulit hitam legam keturunan Habsyah atau Ethiopia sekarang. Ayahnya bernama
Rabah dan ibunya bernama Hamamah. Mereka budak berkulit hitam yang tinggal pada
keluarga Bani Jumah yang tinggal di Makkah. Saat ayah Bilal meninggal, remaja
Bilal diwariskan kepada Ummayah bin Khalaf.
Mengapa Bilal memperoleh
perlakuan keji dan disiksa majikannya?
Bilal diam diam masuk Islam. Ia sangat tertarik dengan pribadi Rosululloh, yang
mengajarkan tauhid beriman kepada Allah SWT. Secara sembunyi sembunyi Bilal
banyak belajar tentang ajaran tauhid yang disampaikan Rosululloh. Ia menjadi
kelompok pertama yang masuk Islam dari kalangan budak. Ia juga orang pertama
yang beriman kepada Allah SWT dari kalangan keturunan kulit hitam.
Mendengar sepak terjang Bilal,
Umayyah bin Khalaf Sang Tuan murka berat. Ia naik pitam sampai ke ubun ubun. Ia
marah dan melakukan penyiksaan kepada budaknya bernama Bilal. Umayah murka
berat karean merasa dipermalukan. Salah seorang budaknya memeluk agama Islam,
padahal ia seorang bangsawan terkemuka di kawasan Makkah. Bahkan Umayyah
seorang tokoh penting kaum Quraisy yang sangat membenci ajaran Islam.
Walau siksaan mendera, Bilal tak
bergeming. Ia tetap teguh mempertahankan iman dan tauhidnya. Setiap lecutan
cambuk dari Tuannya agar keluar dari penganut Islam, ia dijawab dengan Ahad
ahad dengan kukuh. Bilal dengan teguh berucap, Ahadun Ahad, Ahadun Ahad. Allah
Maha esa. Allah is Almighty. Ketika tuannya memaksa Bilal untuk menyembah Latta
dan Uzza, ia bersikukuh menolak dan terus memuji keagungan Allah Sang Maha
pencipta dan Rosul-Nya.
Penyiksaan Bilal seorang budak
yang tinggal pada keluarga Umayyah bin Khalaf, akhirnya terdengar oleh Sahabat
Rosululloh Abu Bakar As Shiddiq r.a. Sahabat nabi tersebut melakukan
pembicaraan dengan Umayyah untuk “membeli” Bilal. Akhirnya Bilal bisa merdeka
dengan imbalan uang yang sangat mahal. Bilal merdeka. Ia tak lagi menjadi budak
keluarga Ummayah bin Khalaf. Bilal menjadi salah seorang sahabat andalan
Rosululloh dari kalangan hamba sahaya.
Muadzin
ar Rosululloh
Kiprah Bilal luar biasa. Ketika
mesjid Nabawi Madinah selesai dibangun, Bilal dipercaya Rosululloh untuk
mengumandangkan Azan. Waktu itu, Rosululloh mensyariatkan azan sebelum
didirikan sholat. Azan pada saat itu dimaksudkan sebagai penanda datangnya
waktu sholat dan juga sekaligus mengajak kaum Muslimin di sekitar Madinah untuk
melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Nabawi.
Ada sejumlah pertimbangan mengapa Bilal terpilih sebagai Muadzin ar Rosululloh.
Bilal memiliki suara yang merdu dan melengking keras. Ia juga teruji keimanan
dan ketakwaan kepada Allah SWT dan salah seorang sahabat Rosululloh yang gigih
mempertahankan syiar Islam sejak periode awal dakwah yang dilakukan Rosululloh.
Sosok Bilal bukan sebatas Muadzin
kepercayaan Rosululloh, tetapi juga perlambang persamaan derajat manusia dalam
berkhidmat ketauhidan Allah SWT. Bilal juga sosok pemberani, karena ia mampu
melantunkan azan dengan penuh khusuk, kendati pada masa awal dakwah Kenabian,
kaum Quraishy dan kaum jahiliyah selalu meneror dan mengganggu keamanan.
Tugas sebagai muadzin ar Rosululloh, terus ditunaikan Bilal berbilang tahun
sampai akhirnya Rosululloh Kanjeng Nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 11Hijriah
(632 M.
Semua keluarga Nabiulloh dan sahabat merasakan kesedihan yang sangat mendalam
ketika Rosululloh wafat.
Bagi Bilal, wafatnya Kanjeng
Rosululloh, menggoreskan duka yang sangat dalam. Lantas ia meminta izin kepada
Sahabat Abu Bakar as Shiddiq untuk berhenti menjadi Muadzhin Rosul. Bilal pergi
ke Daerah Syam ( Damaskus sekarang) untuk menenangkan diri. Bilal yang diliputi
duka nestapa atas wafatnya Rosululloh, pergi meninggalkan Madinah. Kaum
muslimin di Medinah merasa kehilangan. Tak ada lagi azan yang dikumandangkan
Bilal, usai Rosululloh wafat.
Azan
Terakhir Bilal
Berbilang tahun Bilal menjadi
warga Negeri Syam. Sampai suatu hari, sahabat Nabi Umar bin Khatab a.s. datang
menemuinya. Umar bin Khatab datang jauh jauh dari Madinah menuju Negeri Syam
dengan satu tujuan: membujuk Bilal untuk pulang ke Madinah.
“Kaum muslimin di Madinah sangat merindukan mu wahai Bilal. Mari aku datang
untuk menjemputmu. Mereka merindukan suara emas mu ketika melantunkan Azan.
Mereka sangat ingin sholat berjamaah diawali dengan suara azan mu, wahai
Muadzin Rosululloh.”
Ternyata bujukan dan permintaan
Umar bin Khattab r.a tak bisa dipenuhi. Bilal masih merasakan duka yang sangat
mendalam. Bilal merasa berat untuk pergi ke Madinah guna mengumandangkan azan.
Ia merasa berat, karena begitu cintanya kepada Rosululloh. Bilal tak sanggup
mengumandangkan azan setelah Rosululloh wafat.
Waktu bergulir. Bulan berganti
bulan. Pekan berganti pekan. Sampai pada suatu malam, Bilal bermimpi bertemu
Rosululloh. Dalam mimpi Rosululloh menegur Bilal, Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa?
Wahai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa seperti itu ?
Pertemuan dalam mimpi tersebut,
membuat Bilal merasa ketakutan. Kuatir ditinggalkan Rosululloh
Esoknya Bilal pamit kepada keluarganya untuk pergi ke Madinah. Ia merasa rindu
tiada tara dan ingin segera berziarah ke Makam Rosululloh SAW di Madinah.
Kemudian Bilal bersiap siap untuk bertolak pergi ke Madinah.
Di sana, ia
bertemu dengan cucu kesayangan Kangjeng Nabi Muhammad SAW, yaitu cucunda Hasan
dan Husein. Kedua cucu Rosululloh sangat senang bertemu dengan Bilal dan
berujar penuh harap,
Pamanda Bilal, sudikah engkau mengumandangkan azan untuk kami, sekali saja
menjelang sholat berjamaah? Kami sangat ingin mengenang kakek tercinta
Rosululloh.
Sayidina Umar bin Khatab dan sahabat lainnya turut membujuk Bilal. Mereka
merindukan hal sama. Rindu sholat bersama Rosululloh diawali dengan suara azan
yang dilantunkan Bilal Muadzin kebanggaan Rosululloh.
Bilal sang Muadzin Rosululloh
merasa saatnya untuk menumpahkan rasa rindu kepada baginda Rosululloh. Ia
menerima tawaran itu dengan berat hati. Menjelang waktu sholat, suara merdu
Bilal terdengar melengking sampai ke pelosok Madinah. Lafad Allohu Akbar,
Allohu Akbar yang diserukan Bilal bergema ke seluruh pelosok Madinah. Warga Madinah
terkejut kaget mendengar suara azan tersebut. Mereka sangat familiar dengan
alunan Azan yang khas, dan sempat menghilang seusai Rosululloh wafat. Alunan
suara azan tersebut mengingatkan memori indah takkala menjelang sholat
berjamaah bersama Rosululloh.
Ketika alunan lafad Ashadu anla
illaha illallah dikumandangkan, kaum muslimin Madinah berhamburan menuju arah
suara di Mesjid Nabawi. Mereka histeris mendengar lantunan lafad azan, serasa
mengulang kebersamaan dengan Rosululloh yang beberapa tahun hilang.
Ketika lafad Ashadu anna
Muhamaddan Rosululloh dilantunkan, suara Bilal melemah dan semakin parau. Bilal
bin Rabah tak sanggup lagi melanjutkan azan, dengan menyebut nama orang yang
paling dikasihi dan paling dirindukan. Bilal bercucuran air mata. Tangis rindu
kepada Rosululloh tak hanya dirasakan Bilal. Cucu kesayangan Rosululloh juga
merasakan kegundahan teringat kepada kakek tercinta. Suasana waktu itu membuat
warga Madinah banjir air mata. Tangisan rindu kepada Rosululloh dirasakan oleh
semua warga Madinah yang hadir.
Itulah Bilal bin Rabah. Sosok
muadzin kebanggaan Rosululloh. Spirit Bilal patut diteladani. Ia istiqamah
untuk terus memupuk keimanan dan ketakwaan di tengah kegetiran hidup sebagai
budak. Ia sangat mencintai Rosululloh. Begitu cintanya kepada Rosululloh, ia
tak sanggup melantunkan Azan ketika Rosululloh sudah tiada (Sumber : Wikipedia
Indonesia & berbagai bahan lainnya) (Kontributor Humas/Dinn Wahyudin).
Wassalam.