Legenda Pusat Mahakam
Legenda Pesut Mahakam
Alkisah, disebuah desa hiduplah sepasang suami istri
bersama dengan dua orang anaknya. Seorang anak laki-laki dan anak perempuan.
Pak Pung adalah nama suami itu. Ia hidup dan
mencari nafkah dengan bertani dan menangkap ikan.
Mereka hidup dengan tenang dan bahagia. Namun,
suatu hari istri Pak Pung jatuh sakit. Hingga akhirnya ia harus meninggal dunia.
Tinggallah Pak Pung bersama kedua orang anaknya.
Pekerjaannya pun menjadi kian berat, lantaran di
samping bekerja di ladang, mencari ikan, ia juga harus mengurus kedua orang
anaknya. Semakin hari Pak Pung merasa semakin terbebani.
Hingga suatu hari, diadakanlah sebuah pesta panen
di kampung tersebut. Semua masyarakat bergembira akan hasil panen yang
melimpah, termasuk Pak Pung.
Pada saat itu, Pak Pun turut bernyanyi dan menari
bersama seorang gadis cantik. Timbullah perasaan suka dan jatuh cinta kepada
gadis tersebut di dalam hatinya.
Pak Pung lantas mengajak gadis tersebut menikah.
Dan ternyata, lamarannya diterima. Sang Gadis bersedia menjadi istri Pak Pung.
Kini hidup Pak Pung tak lagi kesepian. Mereka
hidup rukun dan bahagia sebagai sepasang keluarga bersama dengan dua orang anak
Pak Pung.
Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama. Semakin
hari, tabiat buruk sang istri semakin terlihat. Terutama kepada anak-anak
mereka, sang istri selalu berlaku kasar.
Ia juga sering menghukum anak-anak tersebut dan
tidak memberinya makan.
Kedua anak itu juga disuruh untuk mencari kayu
bakar di hutan. Jika kayu bakar yang didapat kurang, mereka harus bermalam di
hutan sampai kayu bakarnya cukup.
Suatu hari kedua anak itu pun tidak mendapatkan
kayu bakar. Akibatnya mereka sudah tahu bahwa mereka harus bermalam di dalam
hutan.
Malam itu mereka pun kelaparan di dalam hutan.
Namun tiba-tiba, mereka bertemu dengan seorang
kakek tua. Kakek tersebut mengajak kedua kakak beradik tersebut untuk pergi ke
utara.
Di sana terdapat sebuah pohon yang penuh dengan
buah-buahan. Anak-anak diperbolehkan untuk mengambil sebanyak mungkin buah,
namun hanya boleh sekali. Jika sudah mengambil buah maka tidak boleh lagi kembali.
Sayangnya, kedua anak tersebut terlupa diri dan
kembali lagi mengambil buah tersebut.
Keesokan harinya, keduanya pun pulang ke rumah.
Namun sungguh tak disangka, sesampai di kampung, mereka tidak dapat menemukan
kedua orang tua mereka.
Setelah bertanya kepada para tetangga, ternyata
kedua orang tuanya telah pindah. Para tetangga pun memberitahu kemana kedua
orang tua mereka pindah.
Kedua kakak beradik pun lekas berangkat untuk
mencari alamat baru Pak Pung. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah pondok
yang ada di tengah ladang.
Itulah rumah baru Pak Pung.
Karena kelaparan, si kakak beradik segera masuk ke
dalam rumah tersebut untuk mencari makan. Beruntungnya, mereka menemukan nasi
ketan di atas periuk panas. Keduanya pun menyantap habis nasi ketan tersebut
hingga kenyang.
Setelah puas dan kenyang, mereka pun merasa gerah
dan kepanasan. Keduanya pun keluar rumah untuk mencari udara segar.
Karena masih kepanasan, mereka memutuskan untuk
melepaskan baju dan terjun ke sungai.
Ketika Pak Pung dan istrinya pulang ke rumah,
mereka kaget melihat nasi ketan yang sudah dibuat telah habis. Mereka menjadi
penasaran, siapakah gerangan yang menghabiskan makanan tersebut.
Mereka pun menelusuri jejak dari bekas-bekas
makanan yang terjatuh di tanah. Hingga akhirnya mereka sampai di pinggir sungai.
Dari dalam sungai, Pak Pung dan istrinya melihat
dua ekor ikan sedang timbul tenggelam. Kedua ikan tersebut berenang sambil
menyemburkan air dari hidung dan mulutnya.
Melihat gelagat si ikan, tiba-tiba Pak Pung
menyadari bahwa kedua ikan pesut itu tak lain adalah anak mereka. Keduanya pun
menjadi sangat sedih mendapati anaknya telah berubah menjadi ikan pesut.
Khususnya sang istri, ia pun akhirnya menyesal dengan segala perbuatannya
kepada kedua anak tirinya itu.