Kisah Doyan Nada
Cerita Rakyat Sasak yang terjadi dari proses dongeng yang kembang di tanah Lombok. Tersebutlah wanita dari bangsa jin pada zaman dahulu. Dewi Anjani namanya. Ia ialah ratu jin. Puncak gunung Rinjani tempatnya bertakhta. Dalam menjalankan pemerintahannya, Dewi Anjani dibantu oleh Patih Songan. Pulau daerah Dewi Anjani bertakhta sebagai ratu jin ketika itu belum dihuni seorang insan pun.
Dewi Anjani memelihara seekor burung berparuh
perak dan berkuku amat tajam alasannya ialah terbuat dari baja. Beberi nama
burung piaraan Dewi Anjani tersebut. Pada suatu waktu Dewi Anjani bermimpi.
Dalam impiannya itu kakeknya tiba dan berpesan padanya semoga mengisi pulau
tempatnya bertakhta itu dengan manusia. Dewi Anjani lantas mengajak Patih
Songan untuk menyidik keadaan pulau daerah kediaman mereka. Mereka mendapati
pulau itu dipenuhi aneka pepohonan yang tumbuh amat rapat seolah saling
berjalin. Begitu rapatnya aneka pepohonan besar itu tumbuh hingga Patih Songan
menjadi kesulitan untuk berjalan karenanya.
Mengetahui keadaan pepohonan yang begitu rapat
tersebut, Dewi Anjani kemudian berujar, "Paman Patih, alasannya ialah
daratan pulau ini penuh sesak ditumbuhi aneka pepohonan, maka pulau ini kuberi
nama Pulau Sasak." (Pulau itu sekarang disebut Pulau Lombok) Dewi Anjani
memerintahkan burung Beberi untuk meratakan sebagian hutan itu untuk dijadikan
lahan pertanian. Dengan paruhnya yang amat tajam, burung Beberi bekerja keras
menebang aneka pepohonan besar dan juga meratakan tanah. Tak berapa usang
kemudian telah tercipta lahan pertanian sesuai dengan perintah Dewi Anjani.
Lahan tersebut siap untuk diolah manusia.
Dewi Anjani lantas memanggil seluruh bangsa
jin yang berdiam di Gunung Rinjani. Ratu jin itu menyatakan hendak mengubah
jin-jin tersebut menjadi manusia. Sebagian jinjin itu bersedia, namun sebagian
yang lainnya menolak. Dewi Anjani sangat murka terhadap jin-jin yang menolak
perintahnya. Ia perintahkan para prajurit jin untuk menangkap jin-jin yang
membangkang itu. Sebagian jin badung berhasil ditangkap, sebagian lainnya
bersembunyi di balik pepohonan dan batu-batu besar serta melarikan diri dari
Pulau Sasak.
Dewi Anjani mengubah dua puluh pasang jin
darah biru menjadi manusia. Salah seorang jin lelaki itu ditunjuknya menjadi
pemimpin. Tak berapa usang sehabis mereka tercipta menjadi manusia, istri sang
pemimpin mengandung. Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi lelaki.
Bayi lelaki itu amat aneh, tidak menyerupai
kebanyakan bayi lainnya. Seketika ia dilahirkan, bayi itu sanggup berbicara,
sanggup berlari, dan bahkan telah sanggup makan sendiri. Sangat luar biasa
nafsu makan bayi itu. Sekali makan, bayi itu sanggup menghabiskan tiga bakul
nasi besar dengan aneka lauk yang banyak jumlahnya. Ayah dan ibu si bayi
benar-benar terperanjat mendapati kelakuan anak mereka itu. Ayah si bayi lantas
memberinya nama Doyan Nada. Doyan Nada cepat tumbuh membesar alasannya ialah
nafsu makannya yang luar biasa itu. Ia kerap mengikuti ayahnya untuk tiba ke
program kendurian. Di program kendurian itu Doyan Nada merasa sanggup memuaskan
nafsu makannya. Ia makan sangat banyak. Kerap, seluruh hidangan dalam program
kendurian itu dihabiskannya sendirian. Ayahnya sangat aib mendapati kelakuan Doyan
Nada. Berulang-ulang ia masih bisa mendapatkan perilaku Doyan Nada. Namun,
lama-kelamaan jengkel dan marahlah ia hingga ia berujar, "Carilah makan
sendiri! Aku sudah tidak berpengaruh lagi memberimu makan!"
Doyan Nada terpaksa meminta masakan kepada para
tetangganya sehabis kedua orangtuanya tidak sanggup lagi memberinya makan.
Ayah Doyan Nada lantas bersiasat untuk
melenyapkan anaknya itu. Ia mengajak Doyan Nada ke hutan untuk menebang pohon.
Ketika pohon besar itu hampir tumbang, ia memerintahkan Doyan Nada untuk bangun
di daerah tertentu. Ayah Doyan Nada lantas menjatuhkan batang pohon besar itu
mengarah pada badan Doyan Nada. Seketika tertimpa batang pohon besar, Doyan
Nada pun menerrrui kematiannya. Ayah Doyan Nada lantas pulang dan berbohong
ketika istrinya bertanya mengapa anaknya tidak ikut pulang. "Aku tidak
tahu kemana anak itu pergi. Mungkin ia tersesat di hutan."
Kematian Doyan Nada disaksikan Dewi Anjani.
Ratu jin itu lantas memerintahkan burung Beberi untuk memercikkan air Banyu
Urip. Seketika badan Doyan Nada terperciki air Banyu Urip, Doyan Nada kembali
hidup. Doyan Nada lantas memanggul batang pohon besar yang menimpanya itu ke
rumahnya.
Tak terperikan keterkejutan ayah Doyan Nada
mendapati anaknya pulang kembali ke rumah seraya memanggul batang pohon besar.
Benar-benar takjub ia pada kemampuan anaknya. Namun demikian, tetap pula ia
merencanakan siasat keji untuk melenyapkan anaknya yang luar biasa banyak nafsu
makannya tersebut.
Keesokan harinya ayah Doyan Nada mengajak
Doyan Nada untuk mencari ikan di sebuah lubuk yang besar lagi dalam. Ketika
Doyan Nada tengah sibuk mencari ikan, ayah Doyan Nada mendorong sebuah kerikil
besar ke arah anaknya. Doyan Nada tertimpa kerikil besar hingga seketika itu ia
meninggal dunia. Ayah Doyan Nada lantas kembali pulang dan kembali berdusta
kepada istrinya. "Anak kita itu pergi entah kemana," katanya.
Dewi Anjani kembali memerintahkan burung
Beberi untuk memercikkan air Banyu Urip. Seketika terperciki, Doyan Nada
kembali hidup. Dipanggulnya kerikil besar itu untuk dibawanya pulang.
Dibantingnya kerikil besar itu di halaman rumahnya. Karena tindakannya
tersebut, desa daerah tinggal Doyan Nada di kemudian hari disebut Selaparang.
Ibu Doyan Nada jadinya menyadari bila suaminya
telah berbohong. Ia menjadi khawatir bila suaminya akan mencelakai Doyan Nada.
Oleh alasannya ialah itu ia meminta anaknya untuk pergi mengembara. Ia memberi
bekal tujuh buah ketupat untuk Doyan Nada.
Doyan Nada memulai perjalanan
pengembaraannya.Ia menyeberangi sungai, mendaki bukit dan gunung, serta
menuruni lembah. Hutan-hutan belantara diterobosnya. Ketika ia dihadang hewan-
binatang buas, dilemparnya hewan-hewan buas itu dengan ketupat bekalnya. Aneh,
setiap kali binatang buas itu memakan ketupat bekalnya, binatang itu menjadi
jinak dan memberinya jalan untuk lewat. Doyan Nada terus melanjutkan
perjalanannya hingga tibalah ia di Gunung Rinjani. Ketika di hutan di kaki
Gunung Rinjani, Doyan Nada mendengar bunyi rintihan. Ditemukannya seorang
pertapa lelaki. Telah bertahun-tahun si lelaki itu bertapa untuk mewujudkan
keinginannya menjadi Raja Lombok hingga jadinya ia terbelit akar-akar pohon
beringin. Doyan Nada membebaskan si pertapa dari belitan akar beringin. Si
pertapa pun menjadi sobat Doyan Nada dan Doyan Nada memberinya nama Tameng
Muter.
Doyan Nada melanjutkan perjalanan bersama
Tameng Muter. Beberapa dikala sehabis mereka berjalan, mereka mendengar
tangisan yang berasal dari seorang lelaki pertapa. Telah begitu usang si lelaki
itu bertapa hingga tubuhnya terbelit rotan. Doyan Nada dan Tameng Muter
membebaskan si pertapa. Doyan Nada memberinya nama Sigar Penjalin. Ketiganya
melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani. Selama dalam perjalanan
itu mereka berburu kijang-kijang liar untuk masakan mereka. Daging kijang itu
mereka bakar dan menjadikannya daging dendeng.
Pada suatu malam daging dendeng simpanan
mereka dicuri raksasa berjulukan Limandaru yang tinggal di dalam gua di
Sekaroh. Doyan Nada mengejar raksasa itu hingga hingga di dalam gua daerah
tinggal sang raksasa. Setelah melalui pertarungan yang seru, Doyan Nada jadinya
berhasil membunuh si raksasa.
Di dalam gua daerah tinggal si raksasa itu
terdapat tiga putri berwajah cantik. Ketiganya berasal dari Majapahit, Mataram,
dan Madura. Doyan Nada lantas memperistri putri yang berasal dari Majapahit.
Tameng Muter memperistri putri dari Mataram, sementara putri dari Madura
diperistri Sigar Penjalin.
Beberapa waktu kemudian merapatlah sebuah
kapal besaryang berasal dari Pulau Jawa ke Pulau Sasak. Doyan Nada dan dua
sahabatnya menemui nakhoda kapal dan mempersilakan untuk turun. Seketika
melihat tiga putri yang telah diperistri Doyan Nada dan dua sahabatnya, si
nakhoda kapal menjadi tertarik. Katanya, "Jika kalian mau, saya bersedia
menukar seluruh muatan kapal besar itu dengan tiga putri itu. Bagaimana? Apakah
kalian bersedia menukarkannya?"
Tawaran si nakhoda kapal menciptakan Doyan
Nada menjadi marah. Pertarungan antara Doyan Nada dan si nakhoda kapal pun
terjadi. Doyan Nada berhasil mengalahkan si nakhoda kapal. Si nakhoda kapal
tunduk dan menyatakan kesediaannya menjadi abdi Doyan Nada. Segenap anak buah
kapal pun menyatakan tunduk pada Doyan Nada. Doyan Nada kemudian membagi
seluruh muatan kapal besar itu dengan dua sahabatnya.
Doyan Nada dan dua sahabatnya di kemudian hari
mendirikan kerajaan-kerajaan di Pulau Sasak. Doyan Nada mendirikan kerajaan
Selaparang. Tameng Muter menjadi raja di Pejanggi dan Sigar Penjalin bertakhta
selaku raja di Kerajaan Sembalun. Ketiganya tetap akrab karib, saling
sebenarnya laksana yang mereka perbuat ketika ketiganya menempuh perjalanan
bersama dahulu.