Putri Kandita
Alkisah, di daerah Pakwan (kini Kota Bogor), Jawa Barat, tersebutlah seorang raja bernama Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang bertahta di Kerajaan Pakuan Pajajaran. Ia adalah raja yang arif dan bijaksana. Sang Prabu juga mempunyai seorang permaisuri yang cantik jelita dan beberapa selir yang cantik-cantik. Dari hasil perkawinannya dengan sang permaisuri lahir seorang putri yang bernama Putri Kandita.
Putri Kandita memiliki paras yang cantik
melebihi kecantikan ibunya. Ia merupakan putri kesayangan Prabu Siliwangi.
Ketika ia mulai dewasa, sifat arif dan bijaksana seperti yang dimiliki oleh
sang ayah mulai muncul pada dirinya. Tidak mengherankan jika Prabu Siliwangi
bermaksud mencalonkan Putri Kandita sebagai penggantinya kelak. Namun, rencana
tersebut ternyata tidak disukai oleh para selir dan putra-putrinya yang lain.
Oleh karena itu, mereka pun bersekongkol untuk mengusir Putri Kandita dan
ibunya dari istana.
Suatu malam, para selir Prabu Siliwangi dan
putra-putri mereka mengadakan pertemuan rahasia di dalam istana.
“Bagaimana cara menyingkirkan Putri Kandita dan
permaisuri dari istana ini tanpa sepengetahuan Prabu?” tanya salah seorang
selir.
“Kita harus berhati-hati karena jika Prabu
mengetahui rencana ini, maka kita semua akan binasa,” ujar selir yang lain.
Sejenak, suasana pertemuan itu menjadi hening.
Semuanya sedang berpikir keras untuk mencari cara yang paling tepat agar
rencana mereka dapat terlaksana tanpa sepengetahuan Prabu Siliwangi.
“Sekarang aku tahu caranya,” sahut seorang selir
yang lain memecah suasana keheningan.
“Apakah caramu itu?” tanya semua peserta rapat
serentak.
“Aku mempunyai kenalan seorang dukun yang
terkenal dengan kesaktian ilmu hitamnya. Dukun itu pasti mau membantu kita jika
kita memberinya upah yang besar,” jawab selir itu.
Semua peserta rapat setuju dengan cara tersebut.
Pada esok hari, para selir mengutus seorang dayang-dayang istana untuk menemui
dukun itu di gubuknya di sebuah desa yang letaknya cukup jauh dari istana.
Setelah menjelaskan maksud kedatangannya, utusan itu kemudian menyerahkan
sejumlah keping uang logam emas kepada sang dukun. Tanpa berpikir panjang, sang
dukun pun langsung menyanggupi permintaan para selir tersebut.
Setelah utusan selir itu kembali ke istana, sang
dukun segera melaksanakan tugasnya. Dengan ilmu yang hitam dimiliki, dukun itu
menyihir Putri Kandita dan ibunya dengan penyakit kusta sehingga sekujur tubuh
mereka yang semula mulus dan bersih, timbul luka borok dan mengeluarkan bau
tidak sedap. Prabu Siliwingi heran melihat penyakit borok itu tiba-tiba
menyerang putri dan permaisurinya secara bersamaan. Ia pun segera mengundang
para tabib untuk mengobati penyakit tersebut.
Para tabib dari berbagai negeri sudah
didatangkan, namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkan penyakit Putri
Kandita dan sang permaisuri. Bahkan, penyakit sang permaisuri semakin hari
semakin parah dan menyebarkan bau busuk yang sangat menyengat. Tubuhnya pun
semakin lemah karena tidak mau makan dan minum. Selang beberapa hari kemudian,
sang permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya.
Kepergian sang permaisuri benar-benar
meninggalkan luka yang sangat dalam bagi seluruh isi istana, khususnya Prabu
Siliwingi. Sejak itu, ia selalu duduk termenung seorang diri. Satu-satunya
harapan yang dapat mengobati kesedihannya adalah Putri Kandita. Namun harapan
itu hanya tinggal harapan karena penyakit sang putri tak kunjung sembuh.
Keadaan itu pun tidak disiasiakan oleh para selir dan putra-putrinya. Mereka
bersepakat untuk menghasud Prabu Siliwangi agar segera mengusir Putri Kandita
dari istana.
“Ampun, Baginda Prabu! Izinkanlah Hamba untuk
menyampaikan sebuah saran kepada Baginda,” pinta seorang selir.
“Apakah saranmu itu, wahai selirku? Katakanlah,”
jawab Prabu Siliwingi.
“Bagini Baginda. Kita semua sudah tahu bahwa
keadaan penyakit Putri Kandita saat ini semakin parah dan sulit untuk
disembuhkan. Jika sang putri dibiarkan terus tinggal di istana, Hamba khawatir
penyakitnya akan membawa malapetaka bagi negeri ini,” hasud seorang selir.
Mulanya, Prabu Siliwangi merasa berat untuk
menerima saran itu karena begitu sayangnya kepada Putri Kandita. Namun karena
para selir terus mendesaknya, maka dengan berat hati ia terpaksa mengusir Putri
Kandita dari istana. Dengan hati hancur, Putri Kandita pun meninggalkan istana
melalui pintu belakang istana. Ia berjalan menuruti ke mana kakinya melangkah
tanpa arah dan tujuan yang pasti. Setelah berhari-hari berjalan, Putri Kandita
tiba di pantai selatan. putri Prabu Siliwingi yang malang itu bingung harus
berjalan ke mana lagi. Di hadapannya terbentang samudera yang luas dan dalam.
Tidak mungkin pula ia kembali ke istana.
“Ah, aku letih sekali. Lebih baik aku
beristirahat dulu di sini,” keluh Putri Kandita seraya merebahkan tubuhnya di
atas sebuah batu karang.
Sang Putri tampak begitu kelelahan sehingga
dalam beberapa saat saja ia langsung tertidur. Dalam tidurnya, ia mendengar sebuah
suara yang menegurnya.
“Wahai, Putri Kandita! Jika kamu ingin sembuh
dari penyakitmu, berceburlah ke dalam lautan ini! Niscaya kulitmu akan pulih
seperti sediakala,” ujar suara itu.
Putri Kandita pun cepat-cepat bangun setelah
mendengar suara itu.
“Apakah aku bermimpi?” gumamnya sambil
mengusap-usap matanya tiga kali.
Setelah itu, sang Putri mengamati sekelilingnya,
namun tak seorang pun yang dilihatnya.
“Aku mendengar suara itu dengan sangat jelas.
Tetapi kenapa tidak ada orang di sekitar sini? Wah, jangan-jangan ini wangsit,”
pikirnya.
Meyakini suara itu sebagai sebuah wangsit, Putri
Kandita pun menceburkan diri ke laut. Sungguh ajaib! Saat menyentuh air,
seluruh tubuhnya yang dihinggapi penyakit kusta berangsur-angsur hilang hingga
akhirnya kembali menjadi halus dan bersih seperti sediakala. Tidak hanya itu,
putri kesayangan Prabu Siliwingi itu juga menjadi putri yang sakti mandraguna.
Meskipun telah sembuh dari penyakitnya, Putri
Kandita enggan untuk kembali ke istana. Ia lebih memilih untuk menetap di
pantai sebelah selatan wilayah Pakuan Pajajaran itu. Sejak menetap di sana, ia
dikenal luas ke berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa sebagai putri yang
cantik dan sakti. Para pangeran dari berbagai kerajaan pun berdatangan untuk
melamarnya. Menghadapi para pelamar tersebut, Putri Kandita mengajukan sebuah
syarat yaitu dirinya bersedia dipersunting asalkan mereka sanggup mengalahkan
kesaktiannya, termasuk bertempur di atas gelombang laut yang ada di selatan
Pulau Jawa. Namun, jika kalah adu kesaktian itu, maka mereka harus menjadi
pengikut Putri Kandita.
Dari sekian banyak pangeran yang beradu
kesaktian dengan Putri Kandita, tak seorang pun dari mereka yang mampu
mengalahkan kesaktian sang Putri. Dengan demikian, para pelamar tersebut
akhirnya menjadi pengikut Putri Kandita. Sejak itulah, Putri Kandita dikenal
sebagai Ratu Penguasa Laut Selatan Pulau Jawa.