As’ad bin Zurarah
Salah seorang sahabat utama yang pertama memeluk Islam adalah As’ad bin Zurarah radhiallahu ‘anhu. Ia seorang Anshar dari kabilah Khazraj. Ia turut serta dalam dua baiat Aqobah. Sebuah perjanjian bersejarah. Sumpah setia penduduk Madinah untuk menjemput Rasulullah di Mekah. Agar bersedia tinggal bersama mereka di Madinah.
Memeluk
Islam
Mendakwahkan Islam pada
penduduk Mekah bukanlah hal mudah. Meskipun tempat ini juga menawarkan banyak
peluang. Karena Mekah adalah ummul qura (induk kota-kota). Rujukan orang-orang
Arab. Dan banyak disinggahi peziarah tanah suci.
Di awal kedatangan Islam dan
tekanan orang-orang Quraisy terhadap pemeluk agama tauhid ini, datanglah dua
orang dari Yatsrib (Madinah); As’ad bin Zurarah dan Dzakwan bin Abdu Qais.
Keduanya datang ke Mekah untuk menemui tokoh Mekah dan Arab, Utbah bin Rabi’ah.
Sebelum menemui Utbah di
lembah Mekah itu, kabar tentang orang yang mengaku utusan Allah lebih dulu
sampai telinga mereka. Kabar ini begitu menyita perhatian dan menggugah penasaran.
Sehingga mereka mencari Rasulullah dulu sebelum menemui Utbah. Dua musafir ini
menemui Rasulullah. Sebuah peluang dakwah, Rasulullah pun tak akan
melewatkannya. Beliau tawari keduanya untuk memeluk Islam. Beliau bacakan pada
mereka Alquran. Keduanya pun memeluk Islam dan tak jadi bertemu dengan Utbah
bin Rabi’ah. Lalu kembali ke Madinah. Dua orang inilah yang pertama-tama
membawa Islam ke Madinah.
Ibnu Ishaq mengatakan,
“Tatkala Allah berkehendak untuk meninggikan agama-Nya, memuliakan Nabi-Nya, dan
menepati janji-Nya pada sang Nabi, Allah buatkan jalannya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar di suatu waktu yang membuatnya berjumpa
dengan sejumlah Anshar. Beliau tawarkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab. Hal
ini beliau lakukan setiap musim haji. Saat sedang berada di Aqobah, beliau
bertemu dengan beberapa orang Khazraj yang Allah kehendaki kebaikan.
Rasulullah berkata, “Apakah
kalian mawali-nya Yahudi”? Mereka menjawab, “Iya.” “Maukah kalian duduk dulu,
aku akan berbicara pada kalian”, kata Rasulullah. Mereka menjawab, “Tentu.”
Mereka pun duduk. Rasulullah langsung mendakwahi mereka dan menawarkan Islam.
Beliau bacakan Alquran.
Di Madinah, orang-orang
Yahudi yang tinggal bersama masyarakat Arab paganis di sana mengatakan,
“Sungguh telah dekat diutusnya seorang nabi. Kami akan mengikuti nabi itu. Kami
akan memerangi kalian bersamanya. Seperti memerangi ‘Ad dan Iram.”
Saat orang-orang Madinah ini
telah menerima dakwah Islam. Di antara mereka mengatakan, “Demi Allah, kalian
mengetahui dialah seorang Nabi yang diceritakan oleh orang-orang Yahudi. Karena
itu, jangan sampai mereka mendahului kita (dalam kebaikan ini).” Mereka pun
menerima Islam dan tidak menolaknya.
Orang-orang Yatsrib ini
berkata kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Di kampung kami)
kami meninggalkan kaum kami. Tidak ada kaum yang permusuhan dan kejahatan di
antara mereka yang lebih parah dari mereka. Kami berharap Allah menyatukan
mereka dengan perantara Anda. Sepulangnya dari sini, kami akan mendkwahi mereka
dengan agamamu. Menawarkan kepada mereka agama ini. Kalau Allah menyatukan
mereka dengan dakwahmu ini, maka taka da seorang pun yang lebih mulia darimu.”
Kemudian mereka pulang ke negeri mereka. Mereka telah beriman dan membenarkan.
Abu Nu’aim mengatakan, “Dia
(As’ad bin Zurarah) adalah orang pertama yang berima di kalangan Anshar. Dan
dia berasal dari Suku Khazraj.”
Keistimewaannya
Pertama: Cepat Menerima
Kebenaran
Hal ini terlihat tatkal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan Islam pada orang-orang yang
datang menemui Utbah. Saat Nabi membacakan pada mereka Alquran. Mereka semua
memeluk Islam. Dan orang pertama menerima Islam dari penduduk Yatsrib tersebut
adalah As’ad bin Zurarah.
Kedua: Yang Pertamwa
Berdakwah di Madinah
As’ad adalah orang yang
menyertai utusan Rasulullah untuk mendakwahi penduduk Madinah, Mush’ab bin
Umair.
Ketiga: Pemahaman yang dalam
meskipun usia yang masih muda.
Bersama Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dengan sanadnya dari Jabir. Ia berkata, “Rasulllah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tinggal di Mekah selama 10 tahun. Beliau mendakwahi orang di rumah-rumah
mereka. Di Ukaz dan Majinnah. Dan di musim haji di Mina. Beliau berkata, “Siapa
yang mau melindungiku? Siapa yang mau menolongku? Sehingga aku bisa menyebarkan
risalah dari Rabbku. Bagi yang mau, untuknya surga.”
Lalu orang dari Yaman atau
dari Kabilah Mudhar diingatkan, “Waspadalah dengan seorang pemuda Quraisy.
Jangan sampai dia merusakmu. Sehingga orang-orang ini (datang ke Mekah) dengan
menutupi telinga-telinga mereka. Sampai Allah mendatangkan orang-orang dari
Yatsrib. Kata Jabir, “Kami melindunginya dan membenarkannya. Salah seorang dari
kami menemuinya dan beriman kepadanya. Nabi membacakan Alquran untuknya. Lalu
mereka kembali ke keluarganya. Merekapun ikut memeluk Islam. hingga tidak
tersisa rumah dari rumah-rumah orang Anshar kecuali terdapat beberapa orang
yang beriman. Mulailah tampak dakwah Islam. Lalu mereka pun kembali berumrah.”
Kami (orang-orang Anshar)
berkata, “Sampai kapan kita akan meninggalkan Rasulullah terpojok di
bukit-bukit Mekah dalam kondisi mengkhawatirkan”?! Lalu berangkatlah 70 orang
laki-laki dari Madinah untuk menemui beliau di musim haji. Kami berkumpul
dengan Nabi di Aqobah. Satu per satu orang datang hingga lengkap semuanya. Kami
berkata, “Rasulullah, kami ingin membaiat Anda.” Beliau menjawab, “Kalian mau
membaiatku dengan janji untuk mendengar dan taat dalam kondisi semangat mau
capek. Dalam kondisi sulit maupun mudah. Dalam amar makruf dan nahi mungkar.
Berkata di jalan Allah tanpa takut celaan orang-orang mencela. Melindungiku
apabila aku tinggal bersama kalian. Sebagaimana kalian melindungi istri dan
anak-anak kalian? Dan balasan untuk kalian adalah surga.” Kami pun berdiri dan
membaiat beliau.
Lalu As’ad meraih tangan
Rasulullah dan memotivasi orang-orang Anshar untuk serius membela Nabi. Dan
benar-benar memegang teguh baiat mereka dalam segala kondisi.
Menemani Mush’ab Berdakwah di Madinah
Di awal dakwah Islam di Kota
Madinah, Rasulullah mengirim duta terbaiknya untuk negeri tersebut. Beliau utus
Mush’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu. Di sana, Mush’ab ditemani As’ad bin
Zurarah mengenalkan dan mendakwahkan Islam pada penduduk. Keduanya berjalan
memasuki kebun milik Bani Abdul Asyhal. Lalu duduk-duduk di sana. Di sekeliling
mereka ada sejumlah orang yang telah memeluk Islam. kejadian itu dilihat oleh
dua pembesar kabilah Bani Abdul Asyhal, Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair.
Saad bin Muadz berkata pada
Usaid bin Hudhair, “Buruk sekali pengawasanmu, pergilah temui dua orang yang
memasuki kampung kita untuk mengecoh orang-orang lemah kita. Larang mereka
berdua untuk memasuki kampung kita. Seandainya As’ad bin Zurarah bukan
kerabatku, pasti aku sudah menyelesaikan urusan ini.” As’ad adalah sepupu Saad.
Sehingga Saad tidak enak untuk bersikap kaku padanya.
Usaid pun segera mengambil
tombaknya. Kemudian menemui Mush’ab dan As’ad. Melihat kedatangan Usaid, As’ad
berkata kepada Mush’ab, “Orang ini adalah pimpinan kaumnya. Ia datang
menemuimu. Jujurlah kepada Allah dalam menghadapinya.” Mush’ab menanggapi,
“Kalau diam au duduk, aku akan bicara dengannya.”
Tibalah Usaid dengan penuh
kemurkaan. Ia berkata, “Apa yang mendorong kalian datang ke sini? Apakah untuk
menipu orang-orang lemah kami? Pergilah kalian! Kalau kalian masih sayang
dengan diri kalian.” Mush’ab menjawab, “Seandainya engkau mau duduk dan
mendengar dulu. Kalau kau ridha dengan permasalahan ini, silahkan diterima.
Kalau kau memang tidak suka, aku akan sudahi apa yang membuatmu tak suka.
“Benar juga”, jawab Usaid.
Lalu Usaid meletakkan
tombaknya. Dan duduk mendengarkan masalah. Mush’ab pun mulai berbicara tentang
Islam padanya. Dan membacakannya Alquran. Mush’ab dan As’ad berkata, “Demi
Allah, kami melihat hidayah Islam di wajahnya. Sebelum dia berbicara
menanggapi.” Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya ucapan ini. Apa yang
kalian lakukan jika hendak masuk agama ini”? Keduanya menjawab, “Mandi dan
bersuci. Bersihkan pakaianmu. Kemudian bersaksi dengan persaksian yang tulus.”
Usaid berdiri lalu mandi dan membersihkan pakaiannya. Iapun bersyahadat.
Setelah itu ia shalat dua rakaat.
Usaid berkata, “Sesungguhnya
di belakangku ada seseorang, kalau dia mengikuti kalian, maka seluruh kaumnya
tidak akan menyelisihinya. Aku akan datangkan ia pada kalian sekarang.” Usaid
kembali mengambil tombaknya lalu beranjak menuju Saad yang tengah duduk di
perkumpulan kaumnya. Melihat kedatangan Usaid, Saad berkata, “Aku bersumpa demi
Allah, Usaida datang menemui kalian dengan wajah yang berbeda ketika dia pergi
tadi.”
Sesampainya Usaid, Saad
berkata, “Apa yang telah kau lakukan”? Usaid menjawab, “Aku telah berbicara
dengan dua orang tersebut. Demi Allah tidak ada sesuatu yang buruk dari mereka
yang perlu kularang. Keduanya mengatakan, ‘Kami akan lakukan apa yang kau
sukai’.”
Usaid berkata, “Sekarang ini
Bani Haritsah keluar menemui As’ad bin Zurarah untuk membunuhnya. Karena mereka
tahu dia itu sepupumu. Mereka ingin mempermalukanmu.” Saad pun langsung berdiri
dan marah. Ia khawatir keluarganya terancam kejahatan Bani Haritsah. Ia ambil
tombak dari tangan Usaid. Lalu berkata, “Demi Allah, kau tidak membutuhkannya.”
Saad pergi menuju As’ad.
Sesampainya di lokasi, Saad
melihat As’ad dan Mush’ab dalam kondisi aman dan tenang. Dari situ ia tahu
kalau Usaid mengecohnya. Ia paham bahwa Usaid hanya ingin ia mendengarkan
keduanya saja. Ia pun menemui keduanya dengan marah-marah. As’ad berkata pada
Mush’ab, “Demi Allah hai Mush’ab, telah datang menemuimu seorang pemuka kaumnya.
Kalau ia mengikutimu, tidak akan terjadi perbedaan pendapat di tengah kaumnya.”
Mush’ab berkata pada Saad,
“Duduklah dulu dan coba dengarkan. Kalau kau ridha dengan masalah ini atau
engkau suka, kau bisa terima. Tapi kalau kau benci, aku akan hilangkan sesuatu
yang tak kau sukai.” Saad menanggapi, “Benar.” Iapun meletakkan tombaknya dan
duduk.
Mush’ab mulai menawarkan
Islam Saad. Ia bacakan Alquran untuknya. As’ad dan Mush’ab bergumam, “Demi
Allah, kami tahu Islam telah tampak pada wajahnya sebelum ia berbicara dan
mengungkapkannya.” Lalu Saad berkata, “Apa yang kalian lakukan kalau mau
memeluk agama ini”? Keduanya menjawab, “Engkau mandi dan membersihkan
pakaianmu. Kemudian bersyahadat dengan syahadat yang tulus. Setelah itu shalat
dua rakaat.”
Wafatnya
Muhammad bin Ishaq berkata,
“Ia wafat di bulan itu juga -setelah hijrahnya Nabi-. Abu Umamah As’ad bin
Zurarah wafat saat Masjid Nabawi dibangun. Ia menderita batuk kering. Semoga
Allah merahmati dan meridhainya.”
Al-Waqidi berkata, “As’ad
wafat di awal bulan hijrahnya (Nabi dan para sahabat). Terdapat riwayat
al-Hakim dalam al-Mustadrak dari jalur al-Waqidi dari Abu Rijal. Bani Najar
berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, telah wafat pemimpin kami. Karena
itu, jadilah pemimpin untuk kami.” Rasulullah menjawab, “Aku adalah pemimpin
kalian.”
Al-Baghawi berkata, “As’ad
adalah orang pertama di kalangan sahabat yang meninggal setelah peristiwa
hijrah. Dan ia pula jenazah pertama yang beliau shalatkan setelah hijrah.
Diriwayatkan oleh al-Waqidi dari Abdullah bin Bakr bin Hazm, ia berkata, “Orang
pertama yang dimakamkan di Baqi’ adalah As’ad bin Zurarah. Ini adalah pendapat
orang-orang Anshar.”
Sementara orang-orang
Muhajirin berpendapat, “Yang pertama dimakamkan di Baqi’ adalah Utsman bin
Mazh’un.”