Adi bin Hatim ath Thai
Adi bin Hatim adalah
anak al-Jawwad. Dia adalah penguasa Suku at-Tha’i yang dikenal pemurah. Adi
adalah salah seorang yang membenci dakwah Islam yang disampaikan Nabi Muhammad.
Oleh karenanya, ketika dakwah Islam menyebar ke seluruh penjuru jazirah Arab,
Adi bin Hatim meninggalkan kaumnya dan hijrah ke negeri Syam. Semula, ia tetap
mempertahankan agama nenek moyangnya dan tidak rela menjadi pengikut Nabi
Muhammad.
“Aku benci kedudukan di sana, melebih kebencianku terhadap Muhammad. Seandainya
aku menemuinya, jika dia seorang raja atau pendusta, itu akan membuatku takut.
Namun, jika dia berkata benar, aku akan mengikutinya,” kata Adi bin Hatim,
dikutip dari buku The Great Episodes of Muhammad SAW (Said
Ramadhan al-Buthy, 2017).
Dari ucapannya tersebut, kebencian Adi bin Hatim kepada Nabi tidak membuatnya
kalap dan menutup mata hatinya. Nyatanya, di akhir perkataannya dia menegaskan
bahwa dirinya akan masuk Islam jika ajaran yang dibawa Nabi benar. Tidak hanya
mengaku-ngaku menjadi Nabi saja.
Hingga suatu ketika, Adi bin Hatim ingin bertemu dengan Nabi Muhammad dan pergi
ke Madinah. Ia ingin memastikan kebenaran Nabi Muhammad secara langsung.
Sesampai di Masjid Nabawi, Adi menyampaikan salam dan kemudian dijawab Nabi.
Dia langsung memperkenalkan diri setelah Nabi Muhammad bertanya perihal
identitasnya.
Nabi lalu mengajak Adi pergi ke rumahnya, yang notabennya hanya beberapa
jengkal saja dari Masjid Nabawi. Di tengah jalan, ada seorang wanita tua yang
meminta Nabi Muhammad berhenti. Nabi pun berhenti beberapa saat. Wanita tua
tersebut langsung menyampaikan beberapa kebutuhannya kepada Nabi. Melihat
kejadian itu, Adi bin Hatim merasa terheran-heran. Dia membatin, bagaimana
mungkin seorang raja berperilaku seperti itu. Tidak ada jarak dengan rakyat
jelata.
Keheranan Adi bin Hatim berlanjut. Saat sampai di rumah Nabi, ia diberikan
bantal sebagai tempat duduk, sementara Nabi duduk di tanah tanpa bantal karena
memang bantalnya cuma satu. Bagi Nabi, Adi bin Hatim yang merupakan tamunya
adalah yang utama. Lagi-lagi Adi bin Hatim membatin, apa yang dilakukan Nabi
tersebut bukanlah kebiasaan para raja.
Adi adalah seorang elit di kaumnya. Ia mengira akan mendapatkan sesuatu yang
berharga di kediaman Nabi Muhammad. Namun, perkiraannya tersebut meleset. Apa
yang didapatinya begitu berbeda dengan apa yang dibayangkannya. Dan Nabi
Muhammad bukanlah seperti ‘raja’ yang diduganya. Karena memang kebiasaan
raja-raja adalah gila harta dan gila penghormatan.
Setelah itu, terjadi tanya-jawab antara Nabi Muhammad dan Adi bin Hatim. Adi
bin Hatim menjawab tidak tahu ketika Nabi menanyakan perihal tuhan selain Allah
dan tuhan yang lebih besar dari pada Allah.
Nabi lalu bertanya perihal agama yang dianut Adi bin Hatim, Rukusiya –agama
perpaduan antara Nasrani dan Shabiiyyah, praktik mirba di kaumnya –praktik
jahiliyah dimana seorang pemimpin berhak mendapatkan seperempat harta ghanimah.
Adi bin Hatim membenarkan semua perkataan Nabi Muhammad itu.
Nabi Muhammad kemudian menyampaikan tiga hal yang menghalangi Adi bin Hatim
masuk Islam. Pertama, penganut ajaran Islam
saat itu miskin-miskin. Nabi meyakinkan bahwa tidak lama lagi umat Islam akan
memiliki harta yang berlimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang miskin.
Perkataan Nabi ini terbukti pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Azis, dimana
saat itu tidak ada seorang pun yang berhak menerima zakat karena umat Islam
sudah sejahtera.
Kedua, jumlah umat Islam sedikit, sementara
musuhnya lebih banyak. Terkait hal ini, Nabi Muhammad juga meyakinkan kepada
Adi bin Hatim bahwa sebentar lagi akan ada berita mengenai seorang wanita yang
berangkat dengan mengendarai unta dari Qadisiyyah ke Baitullah Makkah tanpa
rasa takut. Lag-lagi apa yang dikatakan Nabi ini menjadi kenyataan. Ketika umat
Islam menguasai wilayah tersebut, maka seseorang bisa bepergian dengan aman
karena tidak ada lagi penyamun.
“(Ketiga) yang menglangimu masuk agama ini adalah engkau
menyaksikan bahwa raja dan penguasa bukanlah dari kalangan mereka. Demi Allah,
sebentar lagi engkau akan mendengar berita mengenai istana-istana putih dari
Babilonia yang kutaklukkan,” kata Nabi. Sesaat setelah itu Adi bin Hatim
mengikrarkan diri memeluk Islam.