Abdurrahman bin Abu Bakar Putra Sahabat Rasulullah SAW
Abu Bakar Ash-Shiddiq sahabat Rasulullah saw yang terdekat dan sangat dicintai baginda nabi. Kedekatannya dengan Rasulullah bagaikan sepasang kekasih yang sulit dipisahkan. Laki-laki pertama yang mengakui nubuwah Rasulullah saw dan peristiwa Isra Mi'raj.
Di
balik kedekatan dan akrabnya dengan Rasulullah saw, Abu Bakar menyimpan beban
kesedihan yang memilukan hatinya. Betapa tidak, di saat ahli bait Abu Bakar
menyatakan keislaman, rupanya salah seorang putranya yang bernama Abdurrahman
malah menentang Islam. Dia tidak ikut beriman sebagaimana yang lain. Hal
tersebut membuat Abu Bakar sangat bersedih. Ia berharap sang kesatria ini luluh
hatinya dengan mengislamkan dirinya dan berbaiat kepada Rasulullah saw.
Dikala Abu Bakar menemani Rasulullah saw di Gua Hira untuk
berhijrah, Abdurrahman justru menjadi benteng kekuatan kaum kafir Quraisy. Ia
menyatukan agama nenek moyang mereka menjadi penyembah berhala. Bahkan di
perang Badar ia sebagai prajurit yang menyerang kaum muslim dan memusuhi
Rasulullah saw sahabat terdekat ayahnya.
Tidak hanya itu, di perang Uhud ia sebagai pemimpin pasukan
pemanah dari pihak tentara musyrik. Pertempuran yang diawali dengan perang
tanding satu lawan satu. Abdurrahman bin Abu Bakar tampil menantang pasukan
Islam dengan meminta lawan yang seimbang dengannya. Menyaksikan hal tersebut,
Abu Bakar maju untuk melayani tantangan anaknya. Namun Rasulullah saw menahan
sahabatnya agar tidak melakukan perang tanding dengan putranya sendiri.
Kecintaan dan kehormatan sang anak terhadap sang ayah, tak
terpengaruh dengan keislaman ayahnya. Bahkan ia semakin kokoh berdiri tegap
terhadap prinsip dan keyakinannya. Ia membela berhala-berhala sesembahan mereka
dengan kuat. Siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi meskipun nyawa
sebagai taruhannya.
Khalil menuturkan, kesatria pemberani ini ternyata tidak buta
dengan kebenaran, walau dalam rentan waktu yang lama. Allah memberikan petunjuk
dan hidayah kepadanya hingga terbentang jalan kesucian. Allah Swt akan
memberikan petunjuk kepada orang-orang dikehendaki-Nya. Jika Allah berkehendak,
maka tidak ada yang mustahil. Seorang Abdurrahman sang pembela berhala
secara mati-matian, kini terbuai dalam lezatnya cahaya hati. Nikmatnya
kelembutan Islam membuatnya bertekuk lutut kepada Allah dan Rasul-Nya.
Abu Bakar terus berharap sambil berdoa agar putranya mendapatkan
hidayah Ilahi. Hari yang dinanti-nantikan kini sudah tiba. Suatu hari, masuklah
Abdurrahman bin Abu Bakar dalam keislaman. Ia bagaikan dilahirkan kembali untuk
kedua kalinya. Lentera talah menyinari jiwanya, hingga memadamkan api kepalsuan
dan kegelapan yang selama ini telah menghanyutkan kebaikan. Dengan kesadaran
diri sendiri, ia segera menempuh perjalanan jauh untuk menemui Rasulullah saw.
Wajah Abu Bakar bagaikan cahaya rembulan, bersinar penuh kebahagiaan. Ia
gembira menyaksikan putranya berbaiat kepada Rasulullah saw. Abdurrahman telah
mengakhiri masa kekafirannya dengan keislaman yang suci.
Setelah masuk Islam Abdurrahman tetap menjadi seorang kesatria
yang hebat dan tangguh. Namun kini ia berbalik membela Allah dan Rasul-Nya,
bukan lagi membela patung berhala. Ia juga ikut diberbagai peperangan. Jika
dahulu berperang membela agama nenek moyangnya, kini berjihad membela agama Allah.
Ia mengejar ketinggalannya dalam berbagai segi kehidupan, seperti belajar
mendalami ilmu agama dan berjihad. Bahkan ia mendapatkan lebih banyak dari yang
ditargetkan.
Setelah Rasulullah saw wafat, ia tetap berjihad hingga terjadi
perang Yamamah, pertempuran memberantas nabi palsu. Jasanya begitu besar dalam
peperangan tersebut. Dengan keberaniannya dan jiwa kesatria, ia berhasil
menewaskan Mahkam bin Thufail yang merupakan dalang pengendalian Musailamah
Al-Kadzab si nabi palsu. Berkat kegigihannya pula hingga tentara kaum muslim
berhasil mengepung benteng terpenting yang digunakan tentara murtad untuk
mempertahankan diri. Dalam sekejab benteng tersebut dapat dikuasai tentara
muslim dan memporak-porandakan kaum murtad.
Menurut Khalil, Abdurrahman seorang yang teguh pendirian. Tak
mudah terpedaya dengan mulut manis dan sanjungan siapapun. Sehingga ketika pada
masa khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Mua'wiyah akan menobatkan anaknya Yazid
bin Mu'awiyah sebagai khalifah melanjutkan pemerintahan sang ayah. Dengan
kekuatan pedangnya, Muawiyah memaksa orang-orang muslim untuk berbaiat. Akan
tetapi hal tersebut membuat Abdurrahman marah. Karena kekhalifahan bukanlah
suatu kerajaan dan kekaisaran yang dapat meneruskan tampuk
pemerintahan kepada keturuanannya secara turun temurun. Akan tetapi
kekhalifahan adalah pemimpin umat yang di baiat sesuai amanah dan ketentuan
syariat.
Mu'awiyah mengirim surat kepada Marwan gubernur Madinah agar
dibacakan kepada seluruh kaum muslimin di masjid dan Marwan melaksanakannya.
Namun sebelum surat selesai dibacakan, Abdurrahman bin Abu Bakar bangkit
dari tempat duduk dan memprotesnya. Suasana berubah mencekam karena
Abdurrahman menentang dengan suara yang keras. Ia berkata, "Demi Allah,
rupanya bukan yang terbaik yang engkau berikan kepada umat Muhammad, melainkan
engkau ingin menjadikannya kerajaan seperti di Rumawi, hingga bila seorang
kaisar meninggal, tampillah kaisar lain sebagai penggantinya."
Abdurrahman marah besar dan mengecam Mu'awiyah yang mencoba
mengubah hukum Islam dengan mewarisi tahta secara turun temurun. Abdurrahman
yang bermula didukung oleh tiga sahabatnya kini tinggal sendiri. Mereka tak
lagi berkutik, karena telah mengikuti rencana busuk Mu'awiyah dengan kekuatan
senjatanya.
Suatu ketika, Mu'awiyah mengirim utusan untuk menyerahkan
uang100 ribu dirham untuk meluluhkan hati Abdurrahman. Namun keteguhan hatinya
tak dapat diperjual belikan dengan harga berapapun. Ia melempar uang tersebut
dan menyuruh utusan Mu'awiyah untuk mengembalikannya.
Di saat Abdurrahman mengetahui Mu'awiyah akan berkunjung
ke Madinah, ia segera menghindar dengan meninggalkan Madinah menuju
Mekkah. Ketika tiba di dataran tinggi Mekah, Allah memanggilnya dengan
kerinduan hamba yang shalih. Ia meninggal sebagai seorang kesatria sejati
yang membela kebenaran dan menentang kezaliman. Abdurrahman bin Abu Bakar
Ash-Shiddiq dimakamkan di Mekkah tempat Islam diturunkan. Ia mendapatkan tempat
yang mulia di sisi Rabbnya. Semoga Allah meridhainya.