Arie Frederik Lasut
Arie Frederik Lasut lahir di Lembean Timur, Minahasa, Sulawesi Utara,
pada tanggal 6 Juli 1918. Ia gugur di wilayah Pakem, Sleman pada tanggal 7 Mei
1949.
Arie merupakan putra tertua dari delapan bersaudara dari pasangan Darius
Lasut dan Ingkan Supit. Adiknya yang bernama Willy Lasut pernah menjabat
sebagai gubernur Sulawesi Utara.
Pada 11 September 1945, Arie Frederik Lasut ikut serta dalam
pengambil-alihan Chisitsu Chosajo (jawatan geologis) dari Jepang yang berhasil
dilakukan dengan damai dan kemudian berganti namanya menjadi "Jawatan
Tambang dan Geologi, Ing Ngarso Sung Tulodo". Tanggal 16 Maret 1946, Arie
Frederik Lasut dipilih dan diserahi tugas menjadi Kepala Jawatan Tambang dan
Geologi, pada saat usianya baru menginjak 28 tahun.
Kecerdasan, keuletan kerja, serta kepoloporannya membuat beliau yang
masih muda mampu mengelola suatu jawatan yang saat itu merupakan salah satu
yang terbesar di Asia. Darah pejuang titisan Dotu Lolong Lasut yang mengalir
dalam diri pemuda Arie Frederik Lasut bergejolak ketika hadirnya pasukan sekutu
yang dibonceng tentara Belanda di Bandung.
Sekolah pelatihan geologis juga dibuka selama
kepemimpinan Lasut sebagai kepala jawatan saat itu. Selain usahanya di jawatan,
Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS)
yang bertujuan untuk membela kemerdekaan Indonesia.
Ia juga merupakan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, awal mula
dewan perwakilan rakyat. Lasut terus diincar oleh Belanda karena pengetahuannya
tentang pertambangan dan geologi di Indonesia, tetapi ia tidak pernah mau
bekerja sama dengan mereka.
Pada pagi hari tanggal 7 Mei 1949, Lasut diambil oleh Belanda dari
rumahnya dan dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara Yogyakarta. Di sana
ia ditembak mati.