Amar bin Thabit

Amar bin Thabit awalnya dikenal sebagai seorang yang pembangkang. Kala keluarga dan warga Madinah lainnya sudah banyak yang memeluk Islam, ia tetap tak mau mengikuti jalan kebenaran tersebut.

Ia berasal dari Bani Asyahali. Bahkan, ketika tokoh yang terkenal di kaumnya, yaitu Saad bin Muaz telah mengucapkan syahadat, ia masih tetap teguh pada pendiriannya. Jiwanya masih dipenuhi keangkuhan Jahiliyah

Sebenarnya, dalam kesehariannya Ammar baik orangnya. Ia mudah bergaul dengan orang, banyak kawan, dan sering menolong temannya yang membutuhkan. Ketika orang-orang di sekitarnya berseru padanya untuk ikut masuk Islam, ia tak mau.

"Jika nanti aku menemukan kebenaran yang selama ini aku percaya itu sudah pasti tidak benar, aku baru akan percaya pada jalan baru yang bernama Islam tersebut," jawabnya ketika ia ditanya mengapa ia belum juga bersedia masuk Islam.

Karena teguh pada pendiriannya yang salah ini, ia kemudian dijauhi kawan dan kaumnya. Ia sering terlihat terasing karena masih percaya pada kekuatan selain Allah, padahal seluruh lingkungannya telah memeluk Islam. Orang-orang menganggap hatinya sudah tertutup untuk menerima cahaya Islam yang terang benderang.

Namun, tiba-tiba tanpa ada yang tahu Amar langsung menemui Rasulullah dan menyatakan dirinya telah mantap masuk Islam. Ia pun telah membawa pedang tajam sebagai senjata yang akan digunakannya nanti dalam peperangan bersama Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, ia mengucapkan syahadat, bukti resmi bahwa ia telah memeluk Islam.

Namun, peristiwa ini tak ada yang mengetahui kecuali Amar dan Rasulullah. Hingga, saat Amar beranjak bersama rombongan untuk berangkat perang, orang-orang pun heran kepadanya. Ia dianggap masih musyrik dan hanya ikut-ikutan saja menuju medan peperangan. Keluarganya pun tak mengetahui tentang keislaman Amar, begitu juga kaum sesukunya.

Saat berada di tengah medan Perang Uhud tersebut, Amar memperlihatkan dirinya sebagai mujadid yang sangat luar biasa. Ia tak takut pada musuh, sangat tangkas memainkan pedang, dan tetap berdiri tegak meski berkali-kali pedang musuh telah mengenai tubuhnya.

Hingga akhirnya, Amar pun jatuh pingsan di tengah medan perang. Orang-orang pun menolongnya dan menepikan tubuh Amar yang penuh luka tersebut. "Untuk apa kau datang kemari Amar? Apa gunanya kau melukai dirimu ke tengah peperangan seperti ini?" ujar salah seorang rombongan Muslimin bertanya setelah Amar sadar dari pingsannya. Ia dan orang-orang lainnya tak ada yang tahu bahwa Amar telah masuk Islam.

Dengan suara yang lemah, Amar pun menjawab. "Aku sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu aku siapkan pedangku dan maju ke medan perang. Allah akan memberikan syahidah padaku dalam waktu yang tidak lama lagi," ujarnya dengan suara parau.

Beberapa saat kemudian, Amar meninggal. Rohnya mengadap ke hadirat Illahi sebagai pahlawan syahid. Waktu hal ini diketahui Rasulullah, ia pun bersabda, "Amar itu nanti akan berada dalam surga."

Kaum Muslimin yang ikut dalam rombongan Perang Uhud tersebut semuanya takjub pada peristiwa ini. Mereka tidak menyangka, orang yang selama ini dicemooh karena tak mau masuk Islam, ternyata sudah masuk Islam tanpa sepengetahuan mereka. Bertambah takjub pula mereka bahwa orang yang selama ini mereka jauhi, gugur secara syahid.

Abu Hurairah RA berkata, memang ada orang yang belum pernah shalat, puasa, dan menjalankan rukun Islam lainnya, tapi orang tersebut bisa masuk surga. Amar bin Thabit contohnya. Meski sebelumnya hatinya sekeras batu, ketika melihat persiapan yang dilakukan Rasulullah dan pasukan perang yang sedang bersiap menghadapi Perang Uhud ia pun terpanggil dan mantap masuk Islam.

Ia menjadi Muslim, lalu maju ke medan perang sebagai mujahid yang berani. Akhirnya, dia tewas dengan mendapat syahadah, yaitu pengakuan sebagai orang yang syahid, mati membela agama Allah di medan perang. Maka, surgalah tempat bagi orang yang memiliki julukan syahid. Rasulullah menjamin surga bagi orang seperti Amar ini.

Dalam Alquran surat Ali Imron ayat 169 dan 170 tertulis, "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman."