Sawerigading dan We Tenriabeng

Dikisahkan pada zaman dahulu kala, di daerah Luwu, hiduplah seorang Batara Lattu' yang mempunyai dua istri. Salah satu istrinya manusia biasa, dan istri lainnya berasal dari bangsa jin.

Dari pernikahannya tersebut, Batara Lattu' dianugerahi sepasang anak kembar emas. Anak laki-lakinya diberi nama Sawerigading dan yang perempuan diberi nama We Tenriabeng. Konon, menurut ramalan, mereka berdua akan jatuh cinta. Sehingga, untuk mencegah hal itu maka dua saudara itu dibesarkan secara terpisah.

Saat dewasa, hal yang ditakutkan itu justru benar-benar terjadi. Sawerigading tiba-tiba bertemu dengan We Tenriabeng dan mereka jatuh cinta. Sawerigading pun ingin menikahi adik kembarnya itu.

Namun, kedua orang tuanya tidak menyetujui hal itu. We Tenriabeng akhirnya menawarkan solusi kepada kakaknya, yaitu menikahi sepupunya, We Cudai, yang memiliki paras dan perawakan mirip dengan dirinya. Saran itu juga disetujui oleh orang tua mereka.

Sebagai bekal, Tenriabeng memberi Sawerigading selembar rambutnya, serta gelang dan cincin emas yang biasa dipakainya. Ketiga benda itu diberikan untuk dicocokkan kepada We Cudai sebagai bukti kemiripannya dengan We Tenriabeng.

Sawerigading akhirnya menerima tawaran untuk mencari We Cudai di China, tepatnya di sebuah wilayah yang sekarang adalah Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulsel. Sesampainya di China cinta Sawerigading bersambut. Sawerigading terpikat melihat Cudai yang memang mirip Tenriabeng. We Cudai pun jatuh hati melihat lelaki gagah yang masih sepupunya itu. Pernikahan pun terjadi dan dari pernikahan tersebut lahir La Galigo.

Ada beberapa pesan moral yang bisa diperoleh dari cerita rakyat Sulawesi Selatan Sawerigading dan We Tenriabeng. Pertama, perlunya menjaga silaturahmi dengan saudara sendiri agar terhindar dari salah paham. Kedua, jangan pernah menyerah dan putus asa.