Abdul Muis; Pahlawan Nasional Pertama Di Indonesia

Abdul Muis lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 3 Juli 1886. Dia merupakan sosok yang bergelar Sutan Penghulu. Gelar tersebut didapat dari orang tuanya yang merupakan keluarga berpengaruh di Minangkabau. Ayahnya asli Minangkabau, bernama Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Sutan Sulaiman ini merupakan tokoh masyarakat, sekaligus Demang Sungai Puar yang keras menentang Belanda. Sedangkan ibunya berasal dari Jawa, dan merupakan sosok wanita yang memiliki keahlian pencak silat.

Layaknya pemuda Minangkabau, Abdul Muis juga memiliki jiwa petualang dan perantau. Abdul Muis memulai pendidikannya di Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Setelah itu, Abdul Muis berhasil lolos masuk Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia, namun tidak selesai karena sakit. Abdul Muis kemudian meniti karir sebagai wartawan. Pada tahun 1905, dia menjadi bagian redaksi majalah Bintang Hindia. Di dunia jurnalistik pula dia bertemu dengan Haji Agus Salim, dan bergabung dengan majalah Neraca yang dipimpin Agus Salim.

Selain sebagai wartawan, Abdul Muis juga merupakan pejuang yang aktif dalam pergerakan nasional. Tahun 1913, Abdul Muis bergabung dengan Sarekat Islam. Dia juga menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Selain itu, Abdul Muis juga bergabung dengan gerakan Komite Bumiputera yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Komite ini bertujuan untuk menentang rencana Belanda menggelar peringatan 100 tahun kemerdekaan di tengah penderitaan rakyat Indonesia.

Pada tahun 1917, Abdul Muis mendapat kepercayaan menjadi utusan Sarekat Islam untuk pergi ke Belanda dalam misi propaganda Komite Indie Weerbaar. Dalam misinya ke Belanda itu, Abdul Muis mendorong para tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School atau Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan.

Sedangkan pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk menjadi anggota Volkraad untuk mewakili Central Sarekat Islam. Abdul Muis juga memimpin gerakan mogok kerja para buruh di Yogyakarta pada tahun 1920, saat memimpin Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian.

Pada tahun 1923, Abdul Muis berkunjung ke Sumatera Barat. Di sana dia mengumpulkan tokoh masyarakat untuk menentang pajak yang memberatkan masyarakat. Atas tindakannya di Sumatera Barat itu, Abdul Muis dilarang untuk berpolitik oleh kolonial Belanda. Larangan tidak terbatas pada berpolitik saja, tapi juga dilarang tinggal di Sumatera Barat, lalu diasingkan di Garut.

Kegigihan dan perjuangannya itu yang menjadi dasar pemerintah menetapkannya sebagai pahlawan nasional pertama di Indonesia. Abdul Muis meninggal dunia pada tanggal 17 Juni 1959, dalam usia 76 tahun. Makam Abdul Muis ada di Cikutra, Bandung, Jawa Barat.