Kelingking Sakti (Riau)
Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa di Kepulauan Riau, hiduplah sepasang suami-istri yang sangat miskin. Mereka mempunyai tiga orang anak laki- laki bernama Salimbo, Ngah, dan Kelingking. Saat Kelingking berusia 5 bulan, ibunya meninggal dunia. Sejak saat itu mereka tinggal berempat.
Waktu terus berlalu. Kelingking sudah dewasa, la pun berniat merantau, dan menyampaikan niat tersebut pada ayahnya. Meskipun berat hati, sang ayah mengizinkannya. Esoknya, dengan berbekal tujuh buah ketupat, berangkatlah Kelingking merantau. Selama dalam perjalanan, ia makan buah dan daun daunan yang ditemuinya sehingga bekal ketupatnya masih utuh. Suatu siang, sampailah Kelingking di hutan lebat.
Kemudian ia tertidur di bawah pohon rincang. Dalam tidurnya, ia mendengar suara yang mengatakan, jika ia ingin menikah dengan seorang putri, la harus untuk mengikatkan ketupatnya dengan akar tuba dan memasukkannya ke dalam sungai yang mengalir di hutan ini. Apabila air sungai itu sudah berbuih, berarti ikan besar di dalamnya sudah mati. Lalu, ambil ikannya. Saat terbangun, Kelingking pun melaksana kan semua perintah dalam mimpinya. Sampai akhirnya ia mendapatkan ikan yang kemudian ia bakar dan makan sendiri hingga hanya kepala ikan yang tersisa.
Setelah itu kelingking bingung karena tidak ada tanda-tanda kedatangan seorang putri. Akhirnya, dengan kesal, ia menendang kepala ikan itu hingga melambung tinggi dan tidak memedulikannya lagi. la pun melanjutkan pengembaraannya hingga sampai di sebuah kampung. Ternyata, di kampung itu, seorang raja sedang mengadakan sayembara untuk memindahkan kepala ikan yang mengganggu pemandangan istana. Jika laki-laki, akan dinikahkan dengan putrinya, dan jika perempuan akan diangkat sebagai anaknya.
Melihat kepala ikan itu, Kelingking merasa mengenalnya. la pun mendaftar kan diri. Tidak seorang pun yang mampu menggerakkannya hingga tibalah giliran Kelingking. Semua orang mencemooh badannya yang kecil. Namun, dengan mudahnya ia mengangkat kepala ikan itu dan menguburnya di belakang istana. Ia pun berhak menikah dengan putri raja. Seluruh istana dan penduduk negeri berbahagia atas pernikahan tersebut. Kelingking pun tak lupa menjemput ayah dan kedua abangnya untuk tinggal bersama di istana.