Jibril Turun Menyerupai Salah Seorang Sahabat Nabi

Dihyah al-Kalabi adalah sahabat Nabi dari suku al-Kalabi. Ayahnya bernama Khulaifah ibn Farwah ibn Fadhalah. Ia memiliki wajah yang menawan dan Jibril a.s. pernah turun mendatangi Rasulullah saw. dalam rupa Dihyah al-Kalabi. Diceritakan bahwa Rasulullah saw. hanya pernah melihat rupa asli Malaikat Jibril a.s. hanya dua kali saja.

 

Ibn al-Atsir mengatakan dalam kitabnya, "Ia (Dihyah) adalah sahabat Rasulullah yang ikut dalam perang Uhud dan peperangan lain. Malaikat Jibril sering datang kepada Rasulullah dalam rupa dirinya. Rasulullah pernah mengutusnya kepada raja Mesir pada tahun keenam Hijriah. Ketika sang raja hendak menyatakan keimanannya, para pendeta Kristen koptik mencegahnya. Dihyah pulang dan menyampaikan kabar itu kepada Rasulullah saw. dan beliau bersabda, 'Allah akan mengokohkan kekuasaannya.'"

 

Ibn al-atsir menuturkan dari al-Sya'bi bahwa al-Mughirah berkata, "Dihyah al-Kalabi menghadiahkan dua kasut terbuat dari kulit kepada Rasulullah, yang kemudian beliau kenakan."

 

Abu Ja'far al-Tharabi meriwayatkan dari Ibn Humaid dari Salamah dari Muhammad ibn Ishaq bahwa ketika masuk waktu Subuh, Rasulullah pergi meninggalkan Khandaq, lalu kembali ke kota Madinah, dan kaum Muslimin pun meletakkan senjata mereka. Saat datang waktu Zuhur, malaikat Jibril a.s. mendatangi beliau (sebagaimana diriwayatkan dari Ibn Syihab al-Zuhri) dengan mengenakan surban dan menaiki keledai. Kemudian ia (Jibril) berkata, "Apakah engkau telah meletakkan senjata, wahai Rasulullah?"

 

Beliau menjawab, "Benar." Jibril berkata, "Para Malaikat tidak pernah meletakkan senjata mereka, dan aku tidak kembali kecuali untuk urusan suatu kaum. Allah memerintahkanmu, Muhammad, untuk pergi menuju Bani Quraizhah dan aku pun akan pergi ke sana."

 

Maka Rasulullah saw. memerintahkan penyerunya untuk menyampaikan pengumuman kepada semua orang: "Wahai kaum, siapa saja di antara kalian yang mendengar dan taat, jangan kalian mendirikan shalat Ashar kecuali di kampung Quraizah."

 

Rasulullah memerintahkan Ali ibn Abi Thablib untuk membawa panji kaum Muslimin menuju Bani Quraizah diikuti semua pasukan. Maka, Ali ibn Abi Thalib pun berjalan hingga tiba dekat benteng mereka. Ketika itulah terdengar teriakan Bani Quraizah yang melecehkan Rasulullah saw. sehingga membuat ia kembali ke perkemahan pasukan dan bertemu Rasulullah di perjalanan.

 

Ali berkata, "Wahai Rasulullah, sebaiknya engkau tidak mendekat ke tempat orang-orang yang terkutuk itu."

 

Rasulullah bertanya, "Mengapa? Bukankah kau mendengar mereka berkata buruk tentang diriku?"

 

Ali berkata, "Benar, wahai Rasulullah. Seandainya mereka melihatku, pasti mereka tidak akan berani mengatakan keburukan sedikit pun."

Ketika mendekati benteng mereka, Rasulullah bersabda, "Hai keturunan monyet, apakah (kalian ingin) Allah menghinakan kalian dan menurunkan siksa-Nya atas kalian?" (Disebut demikian karena kaum Yahudi membangkang dan sesat dianggap sebagai keturunan kaum Yahudi yang dulu membangkang pada Nabi Musa a.s. sehingga mereka dikutuk menjadi monyet)

Mereka menjawab, "Wahai Abul Qasim, kami tidak sebodoh (yang kau kira)." Maka Rasulullah saw. berjalan melewati sahabat sambil membawa dua terompet dari tanduk. Sebelum tiba di perkampungan Bani Quraizah beliau bertanya kepada para sahabat, "Apakah kalian melihat seseorang melewati kalian?"

 

Mereka menjawab, "Benar Rasulullah, Dihyah ibn Khulaifah al-Kalabi melewati kami menunggangi keledai putih berpelana sutra."

 

Rasulullah berkata, "Itu adalah Jibril, yang diutus kepada Bani Quraizah untuk mengguncangkan benteng mereka dan menyebarkan rasa takut dalam dada mereka."

 

Begitulah pertolongan dari langit turun meliputi kaum Muslimin tanpa seorang pun bisa mencegahnya. Sungguh Allah Maha Mengetahui keadaan Hamba-Nya. Mata-Nya selalu terjaga mengawasi dan menjaga setiap gerak langkah Rasulullah.

 

Dalam sebuah peperangan, Dihyah mendapatkan bagian rampasan berupa seorang perempuan Khaibar bernama Shafiyah binti Huyay. Kerena Allah hendak memuliakan perempuan itu, Rasulullah saw. membelinya dari Dihyah kemudian menikahinya. Sebagai masharnya adalah kemerdekaan Shafiyyah.

 

Setelah perang Yarmuk, Dihyah pergi ke Muzzah di dekat Damaskus. Ia menetap di sana sampai ajal menjemputnya pada masa Khalifah Muawiyah ibn Abu Sufyan. Semoga Allah merahmatinya.