Legenda Putri Pucuk Bukit Kelumpang

Cerita ini mengisahkan tentang Raja Negeri Bangka, Sultan Mahmud Malim Dermawan, yang sangat menginginkan kehadiran anak laki-laki untuk melanjutkan takhtanya. Namun, di usianya yang semakin matang, sang raja dan permaisurinya belum juga diberi keturunan.

Setiap malam, mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar segera diberi keturunan. Berbagai cara juga telah mereka coba, sampai harus meminum ramuan dari tabib. Sayangnya, usaha raja dan permaisuri belum membuahkan hasil.

Untuk mengobati rasa gundahnya, Sultan Mahmud Malim Dermawan sering melakukan hobinya, yaitu berburu. Suatu ketika, sang raja mengajak sang penasihat, Cik Abdilah, untuk berburu ke hutan di Bukit Kelupang. Ia pun berpamitan kepada permaisuri untuk meninggalkan istana.

Pada malam harinya, sang permaisuri berdoa kepada Tuhan untuk membarikan keselamatan kepada rombongan suaminya. Tidak lupa juga, ia memohon agar diberi momongan. Permaisuri berdoa sambil menitihkan air mata.

Di sisi lain, dalam perjalanan berburu raja, ia memutuskan untuk beristirahat. Raja pun bermimpi didatangi oleh seorang kakek tua yang mengenakan jubah berwarna putih. Tubuh kakek itu disinari cahaya yang sangat terang.

Kakek itu mengatakan bahwa ia adalah penjaga Bukit Kelupang. Kakek itu berpesan agar sang raja dan rombongannya tidak boleh merusak ataupun menebang pohon di hutan dengan sengaja. Ia juga berpesan agar mereka tidak berburu hewan hanya untuk kesenangan semata. Jika raja dan rombongannya mengikuti perintah si kakek, maka kebaikan dan rejeki akan selalu menyertai hidup mereka.

Singkat cerita, raja dan rombongannya pun pulang kembali ke istana. Tidak disangka, sang permaisuri memberikan kabar baik bahwa ia sedang mengandung. Raja pun sangat bahagia. Ia tidak sabar menanti kelahiran anak laki-lakinya.

Bulan demi bulan mereka lalui. Hingga tiba waktunya sang permaisuri melahirkan. Seisi istana pun menjadi riuh untuk menyambut kelahiran anak pertama raja dan permaisuri. Proses persalinan pun berjalan dengan lancar. Sang permaisuri mendekap erat bayinya sambil mengucap rasa syukur dan haru. Kemudian, sang permaisuri meminta pelayannya membawa bayi itu ke hadapan raja.

Sultan Mahmud Malim Dermawan dengan gembira menggendong bayi itu. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui bahwa bayi yang digendongnya adalah perempuan, bukan laki-laki. Wajahnya yang semula sumringah, seketika berubah merah padam. Ia tak bisa membendung kekecewaannya.

Sang raja pun meminta Cik Abdilah untuk membuang bayi tersebut ke hutan di Bukit Kelupang. Cik Abdilah terkejut mendengar perintah raja. Namun, ia tidak punya kuasa untuk menolaknya. Dengan hati-hati, Cik Abdilah membawa bayi perempuan itu menuju hutan. Di bawah pohon besar, Cik Abdilah meletakkan bayi mungil itu dengan selimut tebal.

Mendengar perintah raja, sang permaisuri merasa sangat sedih. Ia tidak percaya bahwa suaminya akan tega melakukan perbuatan keji itu. Seiring berjalannya waktu, sang raja menyesali keputusannya. Untuk melupakan kejadian memilukan itu, Sultan Mahmud Malim Dermawan pergi berburu ke Bukit Kelumpang.

Saat asyik berburu, raja terkesima mendengar suara kicauan burung dan memutuskan untuk menangkap burung tersebut. Sang raja dan rombongannya kemudian memasang perangkap untuk menangkap burung itu. Namun, dengan lincah, burung itu terbang berputar-putar menghindari sergapan perangkap yang diarahkan kepadanya.

Burung itu kemudian mengepakkan sayapnya, dan terbang tinggi menuju puncak bukit. Dengan cepat, sang raja bergerak mengejar burung itu ke atas bukit. Sesampainya di sana, sang raja mengendap-endap, sambil mengeluarkan sumpit emas yang telah dibubuhi racun. Kemudian, raja membidikkan sumpit emas itu, dan mengenai pangkal kaki si burung.

Sultan Mahmud Malim Dermawan kegirangan dan mendatangi sumber suara, tempat burung itu terjatuh. Saat tiba di lokasi, ia dan romongannya merasa bingung karena bukan burung yang ia dapati, melainkan seorang gadis cantik jelita yang terluka di bagian kakinya.

Terlihat pula tanda berwarna abu-abu di kaki gadis tersebut. Cik Abdilah yang melihat tanda lahir itu jadi teringat akan sesuatu. Tanda lahir itu sama seperti yang dimiliki seorang bayi perempuan mungil yang ia tinggalkan di hutan. Cik Abdilah pun percaya bahwa burung tersebut adalah jelmaan putrinya.

Cik Abdilah kemudian mengatakan kepada sang raja. Namun, raja sama sekali tidak percaya. Dengan napas yang terengah-engah, gadis itu mengatakan bahwa ia adalah anak sang raja yang dibuang di hutan delapan belas tahun yang lalu.

Belum hilang rasa terkejut raja, tiba-tiba munculah sosok kakek berjubah putih yang pernah muncul di mimpi sang raja. Kakek itu mengatakan bahwa gadis ini adalah benar anak sang raja. Kakek itu kemudian memancarkan sinar terang yang menyinari tubuh gadis itu.

Perlahan, tubuh sang gadis melayang ke udara dan berubah wujud menjadi seekor burung besar berekor panjang yang berwarna-warni. Burung besar itu pun mulai mengepakkan sayapnya lebar-lebar dan terbang meninggi. Dikeluarkannya kicauan merdu, seakan-akan kicauan itu merupakan salam perpisahan kepada raja.

Sultan Mahmud Malik Dermawan hanya bisa pasrah meratapi kepergian putrinya. Burung berbulu indah itu perlahan terbang menjauh ke pucuk Bukit Kelumpang. Sampai sekarang, jika terdengar suara kicauan burung merdu di sekitar Bukit Kelumpang, banyak yang percaya bahwa itu adalah suara jelmaan putri raja. Putri itu lah yang menjaga Bukit Kelumpang dan diberi nama Putri Pucuk Bukit Kelumpang.