Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS

Pemberontakan Republik Maluku Selatan atau RMS adalah pemberontakan yang dilatar belakangi oleh keinginan untuk melepaskan diri dari wilayah negara Republik Indonesia Serikat. Oleh karena itu, tujuan pemberontakan RMS adalah untuk membentuk Maluku merdeka dan membentuk negara sendiri.

Pemberontakan RMS dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil. Soumokil merupakan mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil menganggap bahwa Maluku sudah cukup kuat secara politik, ekonomi dan geografis sehingga mampu untuk berdiri sendiri.

Ditambah lagi adanya kecemburuan sosial yang muncul dari masyarakat di wilayah Negara Indonesia Timur melihat kondisi pembangunan yang timpang antara pusat dan daerah. Melihat kondisi itu, Soumokil pun mengumpulkan pasukan dari kalangan mantan perwira KNIL sebelum memproklamasikan RMS.

Selain didukung oleh mantan perwira KNIL yang merupakan tentara bentukan Belanda, pemberontakan yang dilakukan RMS mendapat dukungan dari Belanda karena Belanda masih ingin mengambil alih kekuasaan kolonialnya di Indonesia yang sudah memproklamasikan kemerdekaan.

Namun, karena pemberontakan RMS mengalami kegagalan, akhirnya Belanda harus menampung bekas-bekas KNIL serta tokoh-tokoh RMS untuk tinggal dan menetap di Belanda.

Belanda juga dijadikan sebagai basis pemerintahan pengasingan RMS oleh tokoh-tokoh utama yang bermigrasi ke negeri ini. Ini tentu menjadi beban psikologis tersendiri bagi negeri kincir angin ini.

Latar Belakang Pemberontakan RMS

Tujuan pemberontakan RMS untuk memisahkan diri dari pangkuan Republik Indonesia Serikat sekaligus menjadi latar belakang mengapa pemberontakan RMS dilancarkan di bawah pimpinan Dr. Soumokil.

Adanya ketimpangan pembangunan di daerah yang tidak seberapa dibandingkan pembangunan di pulau Jawa membuat terbentuknya Gerakan Republik Maluku Selatan.

Keinginan pemerintah pusat untuk menggabungkan wilayah Negara Indonesia Timur ke dalam RIS menyebabkan timbulnya pergolakan politik di wilayah NIT. Sebelum RMS diproklamasikan, Gubernur Sembilan Serangkai telah melakukan propaganda pemisahan wilayah Maluku dari RIS.

Gubernur Sembilan Serangkai sendiri terdiri dari mantan pasukan KNIL di Maluku yang ingin mempertahankan NIT sebagai negara federasi. Pada tanggal 25 April 1950, Dr. C.R. Soumokil memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS).

Soumokil berkeinginan untuk memisahkan wilayah Maluku Selatan yang terdiri dari daerah Seram, Ambon dan Buru dari wilayah Republik Indonesia Serikat dan membentuk negara sendiri. Demi mewujudkan cita-citanya tersebut, Soumokil pun mengumpulkan kekuatan militer dan memberontak pemerintah RIS.

Tujuan Pemberontakan RMS

Tujuan pemberontakan RMS adalah dalam rangka untuk memisahkan diri dari pangkuan Republik Indonesia Serikat sehingga dapat mendirikan negara sendiri. Oleh karena itu, pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) dikategorikan ke dalam pemberontakan karena faktor kepentingan.

Peristiwa Pemberontakan RMS

Tuntutan pemisahan diri sekaligus proklamasi kemerdekaan disampaikan oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, yaitu Dr. Ch.R.S. Soumokil di bulan April 1950. Mantan pasukan KNIL yang ada di Maluku Selatan juga ikut mendukung keputusan Soumokil untuk memproklamasikan negara sendiri.

Tokoh pemberontakan RMS yang utama tentu saja adalah Dr. Ch.R.S. Soumokil, seorang mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT). Soumokil sebelumnya mendeklarasikan pendirian negara Republik Maluku Selatan (RMS) yang terpisah dari Republik Indonesia Serikat pada 25 April 1950.

Soumokil sangat aktif menjalankan aksi propaganda untuk menambah para pendukung dan pengikutnya. Propaganda yang dilancarkan bahkan hingga menjangkau daerah di Maluku Tengah. Saat dilakukan proklamasi kemerdekaan RMS, RMS juga mengumumkan jajaran pemerintahannya yang terdiri dari:

Presiden dijabat oleh J.H. Manuhutu

Perdana Menteri dijabat oleh Albert Wirisal

Menteri terdiri dari Soumokil. J. Toule, P.W. Lokollo, A. Nanlohy, S.J.H. Norimarna, D.J. Gasperz, Manusama, Z. Pesuwarissa

Wakil Presiden RMS di luar negeri dijabat oleh Dr. J. P. Nikijuluw (berkedudukan di Den Haag)

Soumokil mengancam penduduk di wilayah Maluku Selatan yang ketahuan mendukung NKRI akan dimasukkan ke dalam penjara. Di tanggal 3 Mei 1950, Soumokil diangkat menjadi Presiden dan dibentuklah Angkatan Perang RMS (APRMS) di tanggal 9 Mei 1950.

Panglima tertinggi APRMS adalah D.J. Samson selaku Sersan Mayor KNIL. Tindakan yang dijalankan oleh pihak RMS ini membuat pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) bereaksi keras. Langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah mengajukan permintaan damai.

Namun, pihak RMS menolak pengajuan damai pemerintah RIS sehingga dikerahkan kekuatan militer untuk menumpas gerakan RMS. Akhirnya, pasukan RMS berhasil dipukul mundur hingga wilayah Ambon mampu diambil alih APRIS. Perjuangan menumpas RMS terus berlangsung hingga di tahun 1962 di Pulau Seram.

Dr. Soumokil kemudian berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati di Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta di tanggal 12 Desember 1963. Setelah Dr. Soumokil dijatuhi hukuman mati dan pemberontakan berhasil ditumpas di Ambon, sisa-sisa pemerintahan RMS mengungsi ke Belanda.

Total ada sebanyak 12.000 tentara bekas KNIL di Maluku yang berangkat ke Belanda bersama keluarganya satu tahun setelah Dr. Soumokil dihukum mati.

Dampak Pemberontakan RMS

Demi tercapainya tujuan pemberontakan RMS, mantan pasukan KNIL yang juga merupakan perwira asli bangsa Indonesia harus baku tembak dengan pasukan TNI di Pulau Ambon.

Akibat baku tembak demi merebutkan pulau Ambon, pasukan TNI bahkan kehilangan komandannya yang sangat penting yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi serta Letnan Kolonel Soediarto. Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur saat dilakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria dari pihak RMS.

Korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak yakni pihak APRIS dan juga RMS. Selain kehilangan nyawa, pemberontakan RMS juga menyebabkan ketidakstabilan kondisi politik dan ekonomi di wilayah Maluku dan sekitarnya.

Hal ini dikarenakan setelah pemberontakan RMS berhasil ditumpas, banyak pihak yang diduga pendukung RMS melakukan migrasi besar-besaran ke Belanda. Akibatnya terjadi ketegangan politik antar kelompok yang ada di wilayah Maluku.

Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Pemberontakan RMS

Dalam rangka mengatasi persoalan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), pemerintah RIS telah mengambil beberapa langkah penyelesaian pemberontakan RMS mulai dari cara damai hingga tindakan tegas.

Pada awalnya pemerintah Republik Indonesia Serikat mengirimkan juru runding yaitu dr. Leimena untuk menyelesaikan konflik secara damai. Sayangnya, cara damai yang sudah ditempuh pemerintah RIS mengalami kegagalan.

Pemerintah RIS memandang bahwa persoalan pemberontakan di Maluku Selatan ini harus menggunakan tindakan tegas. Akhirnya pemerintah mengirimkan operasi militer penumpasan RMS dalam rangka merebut kembali wilayah yang menjadi basis pertahanan RMS.

Untuk menumpas pemberontakan RMS pemerintah mengirimkan APRIS di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang. Angkatan Perang RIS (APRIS) yang dikirim oleh pemerintah cukup dibuat repot ketika harus menghadapi KNIL yang mendukung pendirian RMS.

KNIL dari RMS mempunyai kualifikasi sebagai pasukan komando. Ditambah lagi, Pulau Ambon yang digunakan sebagai basis kekuatan KNIL RMS memiliki medan pertahanan alami yang sulit ditembus.

Mantan pasukan KNIL pendukung RMS juga memanfaatkan bekas benteng milik Jepang yang ada di daerah Ambon. Medan yang menyulitkan ini membuat perang yang terjadi antara pasukan KNIL RMS dengan pasukan TNI sangat dahsyat dan frontal.

Pasukan TNI akhirnya mampu merebut kembali kota Ambon yang diklaim sebagai ibukota RMS. Hal ini menandai berakhirnya pemberontakan yang dijalankan oleh Dr. Ch.R.S. Soumokil dan dukungan mantan pasukan KNIL RMS.

Meski berhasil merebut kembali, sayangnya dari pihak TNI kehilangan komandannya di lapangan. Tokoh yang gugur dalam penumpasan pemberontakan RMS adalah Letnan Kolonel Soediarto dan Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang gugur saat terjadi baku tembak.