Teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha
Proses masuknya agama Hindu-Buddha ke wilayah Nusantara ternyata bisa dilihat melalui dua faktor. Faktor pertama berhubungan dengan sumber sejarah yang menjelaskan tentang awal terjalinnya hubungan bangsa India dan masyarakat lokal Indonesia.
Sedangkan faktor kedua berkaitan dengan teori-teori kedatangan yang disampaikan oleh para ahli mengenai siapa yang membawa kebudayaan dan agama tersebut ke Nusantara. Berbicara tentang teori, ada dua pendapat mengenai hal tersebut.
Pendapat pertama beranggapan bahwa bangsa Indonesia berlaku pasif dalam hadirnya agama Hindu-Buddha. Sehingga para ahli yang mendukung teori ini beranggapan bila telah terjadi kolonisasi dari bangsa India.
Sedangkan pendapat kedua sebaliknya, bangsa Indonesia dianggap aktif ketika agama Hindu-Buddha hadir di tanah Nusantara. Kedua pendapat tersebut diyakini dan dibagi menjadi lima teori yang berbeda.
1. Teori Ksatria
Salah satu teori yang terkenal adalah Teori Ksatria. Teori ini dipelopori oleh C.C. Beig dan Ir. Hoens.
Keduanya berpendapat bahwa pembawa dan penyebar kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah golongan Ksatria atau bangsawan. Pendapat ini didasarkan pada sifat petualangan yang dimiliki oleh para Ksatria.
Terjadinya perang saudara di India membuat para Ksatria terpaksa melarikan diri ke Indonesia. Kemudian mereka mendirikan kerajaan yang berkebudayaan Hindu untuk pertama kalinya di Nusantara.
2. Teori Waisya
Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu Buddha.
Hal itu diutarakan oleh Prof. Dr. N.J. Krom. Ia berpendapat golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu Buddha.
Selain berdagang, kedatangan golongan Waisya juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu Buddha kepada masyarakat Indonesia. Golongan ini diyakini hanya tinggal sementara waktu, tetapi ada juga yang menetap lalu menikah dengan penduduk di Nusantara.
3. Teori Brahmana
J.C. van Leur berpendapat bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan mereka diduga atas undangan para penguasa lokal yang tertarik dengan agama Hindu.
Sebelum kembali ke India, kaum Brahmana kerap meninggalkan kitab Weda sebagai hadiah bagi raja di Nusantara. Namun, teori ini memiliki kelemahan.
Pertama, raja-raja Indonesia tidak mungkin dapat mengerti isi kitab Weda tanpa dibimbing oleh kaum Brahmana. Kedua, menurut ajaran Hindu Kuno, seorang Brahmana dilarang menyeberangi lautan, apalagi meninggalkan tanah airnya.
4. Teori Sudra
Teori Sudra dikemukakan oleh Van van Faber. Menurut teori ini masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Sudra.
Menurut Faber, golongan berkasta Sudra atau pekerja kasar dari India menginginkan kehidupan lebih baik dengan pergi ke daerah lain, salah satunya Indonesia.
Selain itu, kaum Sudra keluar dari India dan datang ke Indonesia karena ingin mendapatkan kedudukan dan lebih dihargai.
Namun teori yang satu ini menimbulkan kontroversi sebab kaum Sudra terdiri atas kelompok dengan derajat terendah sehingga tidak layak menyebarkan agama Hindu.
5. Teori Arus Balik
Teori Arus Balik dicetuskan oleh F.D.K. Bosch untuk menyanggah teori Waisya dan Ksatria. Menurut Bosch, masyarakat Indonesia memiliki peranan dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu dan Buddha.
Interaksi masyarakat Indonesia dengan orang-orang India membuat mereka belajar agama Hindu Buddha di tempat yang disebut Sangga.
Setelah belajar bahasa Sanskerta, kitab suci sastra, dan budaya tulis, penduduk Indonesia kemudian mendalami agama Hindu Buddha di India.
Lalu mereka kembali ke Nusantara untuk mengembangkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha kepada masyarakat Indonesia.
Teori ini didukung dengan prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Raya Balaputradewa dari Sriwijaya meminta raja India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat belajar bagi para tokoh Sriwijaya.
Adapun kerajaan yang menerima corak budaya India adalah Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan di Bali.