Pelangi Sehabis Hujan

Gemuruh ombak sayup-sayup terdengar memecah keheningan, membuat suasana malam itu terasa semakin dingin. Etta yang pada saat itu masih berusia 5 tahun tampak sedang berbaring sembari menatap remang-remang cahaya yang menyusup melalui celah pintu kamarnya. Tak lama kemudian, terdengar suara keributan dari ruang tamu.

"Sekarang kamu harus memilih, aku atau dia," ujar bu Marta

sambil menunjuk perempuan itu.

"Aku memilih dia," ujar Pak Ann sambil menunjuk wanita tersebut.

"Baiklah, jika kamu memilih wanita ini maka aku akan pergi bersama anak-anak,"

ujar bu Marta lagi. Ia terdiam, dan hanya bisa mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya. Ia tak mampu melakukan apa-apa pada saat itu, mengingat usianya yang masih sangat kecil.

Pertengkaran kedua orang tuanya merupakan hal yang paling dia benci. Entah mengapa mereka selalu bertengkar, ini bukan pertengkaran yang pertama. Ada rasa kesedihan yang mendalam dalam hatinya. Ia tak bisa melakukan apapun selain melihat segala yang terjadi dengan keluarganya dan menyimpan kesedihan itu dalam hatinya. Beberapa saat kemudian, "Eta, ayo ikut mama. Kita pergi nak," ujar bu Marta sambil membangunkan Etta dari tempat tidur.

Etta pun segera bangkit dan menggandeng tangan ibunya. Sesampainya di pintu

"Aku memilihmu saja, karena anakku ada bersamamu", ujar Pak Ann tiba-tiba.

Bu Marta pun terdiam sesaat, dan kemudian berkata

"Baiklah, jika kau memilihku maka wanita ini harus pergi dari sini".

Pertengkaran pun akhirnya mereda, malam pun kembali sunyi. Etta pun kembali ke tempat tidur dan terlelap. Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi dalam keluarganya, beberapa waktu lalu hal seperti ini juga pernah terjadi. Entah sejak kapan Pak Ann yang pada awalnya sangat mencintai Bu Marta berpaling menghianatinya saat ini. Pak Ann adalah seorang supir antar kota yang jarang pulang ke rumahnya. Dalam pekerjaannya ia bertemu dengan banyak klien yang diantaranya adalah wanita-wanita penggoda. Para wanita tersebut sering memberikan barang-barang kepada Pak Ann. Pak Ann pun selalu berusaha menutupi kesalahannya, dan anehnya bu Marta selalu berhasil mengungkapnya. Ketika Bu Marta mencoba untuk mengungkapkan kesalahan suaminya itu, Pak Ann selalu memukulnya dan melakukan hal-hal lain yang bagi Etta itu sangat menyakitkan, sehingga membuatnya sempat trauma dan memutuskan untuk tak ingin menikah. Keesokan harinya, wanita itu berpamitan kepada ibuku dan bersiap-siap untuk meninggalkan rumah kami. Ada perasaan lega dalam hatiku, dan aku berharap wanita tersebut tidak akan kembali.

Beberapa minggu setelah peristiwa itu, Bu Marta dan Pak Ann memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Etta merasa cukup sedih, karena harus meninggalkan kampung halamannya dan saudara-saudaranya. Kebersamaan yang selama ini mereka rasakan terpaksa terhenti karena kepindahannya. Dengan berat hati dan berlinang air mata Etta memasuki mobil L300 yang berwarna biru tua itu. Ada kecemasan, kesedihan dan kerinduan yang dalam akan kampung halamannya itu.

"Sampai bertemu kembali kampung halamanku", bisiknya dalam hati.

Beberapa lama setelah kepindahan keluarga Pak Ann, tiba tiba terdengar kabar yang begitu memilukan. Tempat tinggal mereka dahulu terkena bencana alam. Ombak menyapu habis seluruh rumah dan isinya, termasuk beberapa dari saudara Pak Ann juga ikut menjadi korban bencana alam yang dahsyat itu. Beberapa tahun setelah peristiwa itu, Etta pun menyadari bahwa kalau bukan Tuhan yang berencana memindahkan mereka, maka mungkin mereka akan menjadi salah satu korban peristiwa tersebut.