Kala Lapar Tengah Malam
Angin pendingin ruangan berembus kencang, sontak kutarik erat-erat selimut, bersembunyi di baliknya, menggeliat menggigil. Baterai ponselku menyisakan segaris merah dengan cahaya rendah, nyaris mati. Suasana gelap ini seakan menjadi pendorong bagi lambungku 'tuk bergejolak, berisik.
"Tak bisakah kau diam? Jangan lupa kita telah bertambah 2 kilo minggu ini,"
"Kau kebanyakan minum minuman berkalori, bodoh. Kau bahkan hanya makan sekali. Lainnya? Penuh minuman, dari es buah sampai kopi, dari teh sampai sirup. Pantas saja kau semakin mirip dengan babi,"
"Alamak lambung, lalu apa yang ingin kau makan?"
"Semangkuk mi instan cukup, ya nyonya,"
"Cari mati! Mama bisa terbangun bahkan dengan langkah kaki, apalagi bunyi nyala kompor,"
"Tidak ada lauk selain ayam geprek tadi, kalaupun ada, nasi yang tidak ada, hanya ada nasi keras hasil sahur, sudah basi mungkin. Mama juga tidak menyetok roti tawar selama Ramadhan, apalagi yang bisa kau makan selain mi instan?"
"Sudahlah, sedikit lagi sahur, tunggu saja,"
"Memangnya kau bisa bangun? Kau tidur seperti kerbau atau apalah itu,"
"Salahkan saja otak, dia terlalu malas gerak,"
Yang disebut merasa terpanggil.
"Apa maksudmu? Bukannya kaulah yang seenaknya mengganti jadwal tidur setiap hari, begadang sampai hampir hilang akal. Padahal, berdasarkan informasi yang kusimpan, dari sederet YouTuber diet yang kau pernah tonton, begadang dan tidak sahur itu juga berpotensi menambah nafsu makan, tahu!"
"Apa kubilang! Ini semua salahmu! Berikan aku mi instan!"
"Aku lelah menjadi budakmu! Aku mau tidur!" Si pengendali kian kontra, menyangkal.
"Tapi, aku belum makan! Aku lapar!"
Si pembuat masalah dengan tebal muka ikut bersorak rusuh.
"Hentikan, kalian berdua!" Sahut dua suara tiba tiba, kompak.
"Majikan butuh minum! Aku kesulitan bekerja tahu! Berikan aku segelas air! Susah sekali mencerna minuman berkalori,"
"Ginjal, tolong jangan terlibat! Airnya tiris, tadi galon juga kosong. Satu satunya sumber air ada di kamar Mama! Yang ada aku-" Bodoh! Otak dan Lambung sudah cukup riuh dan rewel di sini, dua kembar ini... Malah ikut-ikutan saja! Kujual tahu rasa!
"Ah! Masa bodoh! Aku butuh air, bukankah begitu kerongkongan?" Mencari pembelaan, cih.
"Betul! Aku sangat kering dan perih, aku butuh air.."
Lima organ bodoh ini layaknya orang yang berdemo rusuh. Ingin rasanya aku semprot mereka dengan gas air mata. Kelima organ, sama sama menyebalkan. Dasar lemah.
"Aku butuh air!"
"Mi instan!"
"Ayolah tidur! Aku lelah!"
Perdebatan itu berputar-putar saja dengan kelima organ yang juga itu-itu saja.
"Aku lelah mengetik cerita kalian semua," tangan dan kesepuluh tangan kanannya mengeluh.
"Sudahlah, tangan. Aku juga pegal karena pendingin ruangannya tidak mengotak sama sekali, aku bertaruh kutub utara kalah dingin! Kau, sih, masih mending!"
Kaki dengan 10 anak buahnya tak kalah mengadu nasib. Ia hanya sibuk mencari spot hangat dalam selimut dan tumpukan bantal.
"Untung saja tugasku hanya bernapas," si kembar paru sibuk menukarkan oksigen dan karbondioksida. Pertengkaran ini seperti hiburan di seling pekerjaan mereka yang tidak pernah berhenti. Ah, kala lapar tengah malam.