Burhanuddin Mohammad Diah
Burhanuddin Mohammad Diah atau yang dikenal dengan B.M. Diah adalah seorang wartawan sekaligus salah satu tokoh, yang menjadi saksi perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Sebagai seorang wartawan, B.M. Diah turut terlibat dalam penyebaran berita kemerdekaan Indonesia atas perintah langsung dari Bung Hatta. Tidak banyak yang mengenal, apalagi mengingat nama Burhanuddin Mohammad (BM) Diah. Padahal, jika bukan karena jasanya, naskah asli teks proklamasi mungkin tidak ada. Pada saat Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo menyusun draft proklamasi, B.M. Diah, para aktivis, dan para pemuda lain menunggu di ruang tengah rumah Laksamana Maeda. Kemudian, ketika draf tersebut telah disetujui para wakil pemuda dan anggota PPKI yang hadir, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut.
Setelah naskah tersebut selesai diketik dan ditandatangani Soekarno dan Hatta, Sayuti Melik membuang begitu saja draft proklamasi tersebut. Kemudian B.M. Diah memungut kembali naskah tersebut untuk dirapikan dan diselipkan ke buku catatan yang dibawanya saat itu. Naskah tersebut kemudian dikantonginya dan disimpan lebih dari 40 tahun, sebelum akhirnya pada tahun 1992 beliau menyerahkannya kepada pemerintah Republik Indonesia.
Masa kecil B.M. Diah
B.M. Diah lahir di Banda Aceh pada 7 April 1917 dengan nama asli Burhanuddin, namun kemudian beliau menambahkan nama ayahnya di belakang namanya.
Ayahnya yang bernama Mohammad Diah, berasal dari Barus Sumatera Utara, dan bekerja sebagai seorang pegawai pabean di Aceh Barat. Adapun, ibu Burhanuddin bernama Siti Sa'idah yang merupakan seorang wanita Aceh.
Burhanuddin adalah anak bungsu dari 8 bersaudara. Ayah Burhanuddin meninggal seminggu setelah kelahirannya. Setelah ayahnya meninggal ibunya kemudian mengambil alih tanggung jawab mengurus keluarganya dengan berjualan emas, intan, dan pakaian.
Namun, delapan tahun kemudian Siti Sa'idah pun meninggal, dan Burhanuddin diasuh oleh kakak perempuannya yaitu Siti Hafsyah. Burhanuddin belajar di HIS, kemudian melanjutkan ke Taman Siswa di Medan. Keputusan ini diambilnya karena beliau tidak mau belajar di bawah asuhan guru-guru Belanda.
Karier B.M. Diah Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan Instituut yang dipimpin oleh Dr. E.E. Douwes Dekker.
Burhanuddin memilih jurusan jurnalistik. Burhanuddin sebenarnya tidak mampu membayar biaya sekolah.
Namun, melihat tekadnya yang kuat untuk belajar, Dekker mengizinkannya terus melanjutkan pendidikanya dan menjadikannya sekretaris di sekolah itu.
Setelah lulus, Burhanuddin bekerja di harian Sinar Deli sebagai redaktur. Satu setengah tahun kemudian beliau kembali ke Jakarta dan bekerja di harian Sin Po sebagai tenaga honorer.
idak berselang lama, beliau kemudian pindah ke Warta Harian dan hanya bertahan selama tujuh bulan karena koran tersebut dibubarkan. Kemudian Burhanuddin atau B.M. Diah berinisiatif mendirikan usahanya sendiri yang bernama bulanan Pertjatoeran Doenia.
Pada tahun 1942 Burhanuddin bekerja di Radio Hoso kyoku sebagai penyiar siaran bahasa Inggris dan merangkap sebagai pembantu editor di Asia Raja. Ketahuan bekerja di tempat lain, B.M. Diah dipenjara selama empat hari.
Penyelamat Naskah Proklamasi
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam Burhanuddin Muhammad Diah menjadi saksi saat pertemuan tokoh-tokoh PPKI dan Soekarno-Hatta digelar di kediaman Laksamana Tadashi Maeda.
Agenda pertemuan itu adalah menyusun naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo menyusun draft proklamasi. Adapun, B.M. Diah, para aktivis, dan para pemuda lain menunggu di ruang tengah rumah Laksamana Maeda.
Kemudian, ketika draf tersebut telah disetujui para wakil pemuda dan anggota PPKI yang hadir, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut.
Setelah berdiskusi, Soekarno-Hatta dan sejumlah tokoh PPKI, akhirnya menghasilkan sebuah draft naskah proklamasi pada selembar kertas putih. Soekarno kemudian menyerahkan secarik kertas tersebut ke Sayuti Melik untuk ditulis ulang menggunakan mesin tik.
Setelah naskah tersebut selesai diketik dan ditandatangani Soekarno dan Hatta, Sayuti Melik membuang begitu saja draft proklamasi tersebut ke tempat sampah. Kemudian, BM Diah mengambil draft teks proklamasi itu dari keranjang sampah dan menyimpannya. Ternyata, apa yang dilakukan BM Diah menjadi kunci bagi kelengkapan arsip tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pengabdian BM Diah pada negara
Pada 1959 setelah kemerdekaan Indonesia, B.M. Diah diangkat menjadi duta besar untuk Cekoslowakia dan Hongaria. Tidak lama kemudian, B.M. Diah dipindahkan ke Inggris, lalu ke Thailand. Hingga pada 1968 B.M. Diah diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi menteri penerangan. B.M. Diah juga Juga pernah diangkat menjadi anggota DPR dan Kemudian Anggota DPA. B.M. Diah menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta, 10 Juni 1996 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Untuk mengenang jasa BM Diah, beliau diberi beberapa penghargaan oleh negara, yakni: Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Soeharto pada 10 Mei 1978. Piagam Penghargaan (17 Agustus 1995). Medali Perjuangan Angkatan '45 dari Dewan Harian Nasional (17 Agustus 1995).