Perang Suksesi III : Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mulai mendirikan kekuasaannya di Indonesia. VOC adalah sebuah perusahaan dagang Belanda yang memiliki hak monopoli perdagangan di Asia. VOC tidak hanya berkepentingan dalam bidang ekonomi, tetapi juga politik. VOC sering kali melakukan intervensi dan campur tangan dalam urusan internal kerajaan-kerajaan di Indonesia, termasuk Kerajaan Mataram.
Kerajaan Mataram adalah salah satu kerajaan besar di Jawa yang pernah dipimpin oleh Sultan Agung. Sultan Agung adalah seorang raja yang berjasa dalam memperluas wilayah Mataram dan melawan penjajahan Belanda. Namun, setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645, Kerajaan Mataram mengalami kemunduran. Para penerusnya tidak mampu mempertahankan kejayaan Mataram dan malah menjalin hubungan dekat dengan VOC.
Salah satu penerus Sultan Agung yang bersekutu dengan VOC adalah Pakubuwono II. Pakubuwono II adalah raja Mataram yang memerintah pada tahun 1726-1749. Ia adalah seorang raja yang lemah dan sewenang-wenang. Ia sering kali menyerahkan sebagian wilayah Mataram kepada VOC sebagai imbalan bantuan militer atau uang. Ia juga tidak menghormati para bangsawan Mataram yang merupakan kerabatnya sendiri.
Keadaan ini menyebabkan ketidakpuasan dan pemberontakan di kalangan rakyat dan bangsawan Mataram. Salah satu bangsawan yang memberontak adalah Raden Mas Said. Raden Mas Said adalah cucu dari Amangkurat IV, raja Mataram sebelum Pakubuwono II. Raden Mas Said merasa tidak mendapat perlakuan yang adil dari Pakubuwono II dan keluarga kepatihan. Ia juga tidak suka dengan campur tangan VOC dalam urusan kerajaan.
Raden Mas Said kemudian melakukan perlawanan terhadap Pakubuwono II dan VOC sejak tahun 1726. Ia bersama dengan para pengikutnya bergerilya di daerah timur Jawa, seperti Surakarta, Madiun, dan Ponorogo. Ia juga mendapat dukungan dari rakyat yang menderita akibat penindasan VOC.
Proses Peperangan
Perlawanan Raden Mas Said sangat meresahkan Pakubuwono II dan VOC. Mereka berusaha menumpas pemberontakan tersebut dengan mengirimkan pasukan gabungan Mataram dan Belanda. Namun, mereka selalu gagal mengalahkan Raden Mas Said yang lincah dan cerdik.
Pada tahun 1746, Pakubuwono II membuat sayembara untuk siapa saja yang bisa menangkap atau membunuh Raden Mas Said. Hadiahnya adalah tanah seluas 3.000 hektar di daerah Sukowati. Sayembara ini menarik perhatian Pangeran Mangkubumi, saudara Pakubuwono II dan putra kedua Amangkurat IV.
Pangeran Mangkubumi adalah seorang pangeran yang berwibawa dan berani. Ia juga memiliki visi untuk membebaskan Mataram dari pengaruh VOC. Ia menerima sayembara tersebut dengan harapan bisa mendapatkan tanah Sukowati sebagai basis perjuangan melawan VOC.
Pangeran Mangkubumi berhasil mengalahkan Raden Mas Said di daerah Sokowati pada tahun 1746. Namun, Pakubuwono II mengingkari janjinya untuk memberikan tanah Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi. Hal ini membuat Pangeran Mangkubumi marah dan kecewa.
Pangeran Mangkubumi kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Raden Mas Said untuk melawan Pakubuwono II dan VOC. Keduanya sepakat untuk membagi wilayah perjuangan, dengan Raden Mas Said bergerak di bagian timur Jawa, sedangkan Pangeran Mangkubumi bergerak di bagian barat Jawa.
Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said berhasil menguasai sebagian besar wilayah Mataram. Mereka mendapat dukungan dari rakyat dan para bupati yang tidak senang dengan kebijakan Pakubuwono II dan VOC. Mereka juga mendirikan ibu kota baru di Yogyakarta dan Mangkunegaran.
Akhir Peperangan
Setelah mengalami banyak kekalahan, Pakubuwono II dan VOC berusaha berdamai dengan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Mereka mengajak keduanya untuk melakukan perundingan. Dalam perundingan tersebut, VOC menawarkan apabila Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said bersedia mengakhiri perlawanan mereka, mereka akan mendapat sebagian wilayah Mataram sebagai wilayah otonom.
Akhirnya, pada tanggal 13 Februari 1755, tercapailah Perjanjian Giyanti yang isinya membagi wilayah Mataram menjadi dua, yaitu:
Kasunanan Surakarta, yang dipimpin oleh Pakubuwono III sebagai raja boneka VOC.
Kasultanan Yogyakarta, yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I sebagai raja merdeka.
Perjanjian Giyanti ini menandai berakhirnya perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap VOC. Namun, perlawanan Raden Mas Said masih berlanjut. Ia masih menuntut haknya atas tanah Sukowati yang dijanjikan oleh Pakubuwono II.
Pada tanggal 17 Maret 1757, tercapailah Perjanjian Salatiga yang isinya memberikan tanah Sukowati dan sekitarnya kepada Raden Mas Said sebagai wilayah otonom. Raden Mas Said kemudian diangkat menjadi Adipati Mangkunegara dengan gelar Mangkunegara I.
Perjanjian Salatiga ini menandai berakhirnya perlawanan Raden Mas Said terhadap VOC. Dengan demikian, perang suksesi Mataram pun berakhir. Kerajaan Mataram terpecah menjadi tiga bagian, yaitu:
Kasunanan Surakarta
Kasultanan Yogyakarta
Kadipaten Mangkunegaran