Rakyat Riau Angkat Senjata
Pada abad ke-17, VOC berhasil menguasai Malaka, sebuah pusat perdagangan yang strategis di Nusantara. Dengan demikian, VOC dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya dari berbagai daerah di Nusantara. Salah satu daerah yang menjadi sasaran VOC adalah Kepulauan Riau, yang terletak di Selat Malaka dan memiliki banyak sumber daya alam.
VOC tidak hanya ingin menguasai perdagangan di Kepulauan Riau, tetapi juga ingin mengintervensi urusan politik dan pemerintahan di sana. VOC melakukan politik devide et impera, yaitu memecah belah kerajaan-kerajaan di Kepulauan Riau menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling bersaing dan bergantung pada VOC. Beberapa kerajaan yang terpecah belah oleh VOC antara lain adalah Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar.
Tindakan sewenang-wenang VOC ini menimbulkan rasa tidak puas dan kesadaran untuk melawan di kalangan rakyat Riau. Mereka merasa bahwa VOC telah merampas hak-hak mereka sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu, mereka melakukan gerakan perlawanan yang dikenal dengan nama Rakyat Riau Angkat Senjata.
Tokoh-Tokoh Perlawanan
Gerakan perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata dipelopori oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura, salah satu kerajaan besar di Kepulauan Riau. Kerajaan ini dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744), yang kemudian dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Kedua sultan ini berani menghadapi VOC dengan berbagai strategi dan taktik perang.
Selain kedua sultan Siak Sri Indrapura, tokoh pejuang Rakyat Riau Angkat Senjata yang berjasa besar dalam perlawanan terhadap VOC adalah Raja Indra Pahlawan. Ia adalah putra dari Raja Lela Muda, seorang panglima perang Kerajaan Siak Sri Indrapura. Sejak kecil, ia sudah ikut ayahnya berperang melawan VOC. Ia dikenal sebagai seorang pejuang yang gagah berani, cerdas, dan penuh akal. Ia juga menjadi panglima besar Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan gelar Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh.
Proses Perlawanan
Perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata terjadi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Pada tahun 1725, ia berhasil merebut Johor dari tangan VOC. Kemudian ia membangun benteng pertahanan di Pulau Bintan untuk melindungi wilayahnya dari serangan VOC. Dari benteng ini, ia mengirim pasukan di bawah komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka, basis VOC di Nusantara.
Tahap kedua adalah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah. Pada tahun 1751, perlawanan berkobar lagi setelah kematian ayahnya. VOC mencoba memutus jalur perdagangan menuju Siak dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan di sepanjang sungai Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara sungai Siak. Pertempuran puncak terjadi di Pulau Guntung pada tahun 1752-1753. Di sini, VOC membawa kapal perang Harimau Buas yang dilengkapi dengan meriam.
Pertempuran berlangsung sengit selama satu bulan. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Kerajaan Siak kesusahan menembus benteng pertahanan VOC. Akhirnya, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah memutuskan untuk berpura-pura menyerah pada VOC. Ia mengajak VOC untuk melakukan perundingan damai di Loji, Pulau Guntung. Pada perundingan ini, sultan dipaksa untuk tunduk pada VOC.
Namun, sultan ternyata memiliki siasat rahasia yang dikenal dengan siasat hadiah sultan. Ia memberi kode kepada anak buahnya untuk menyergap VOC di Loji. Loji dibakar dan sultan kembali ke Siak membawa kemenangan. Siasat perang ini tidak lepas dari jasa Raja Indra Pahlawan, yang berhasil mengelabui VOC dengan berpura-pura menjadi utusan sultan.
Dampak Perlawanan
Perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata memberikan dampak yang signifikan bagi sejarah Indonesia. Dampak positifnya adalah:
Menunjukkan semangat juang dan patriotisme rakyat Riau dalam mempertahankan tanah airnya dari penjajahan VOC.
Menyebabkan kerugian besar bagi VOC, baik dari segi materi maupun moral. VOC harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengirim pasukan dan persenjataan ke Kepulauan Riau. Selain itu, VOC juga mengalami kekalahan yang memalukan di tangan rakyat Riau.
Membuka mata dunia bahwa VOC bukanlah kekuatan yang tak terkalahkan. Perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain di Nusantara untuk melawan VOC.
Dampak negatifnya adalah:
Menimbulkan korban jiwa yang banyak dari kedua belah pihak, terutama rakyat Riau yang harus berperang dengan persenjataan yang kurang memadai.
Menyebabkan kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan dan pemusnahan hasil bumi oleh VOC.
Menyisakan trauma dan luka bagi rakyat Riau yang harus menghadapi kekejaman dan kesewenang-wenangan VOC.