Perlawanan Goa Terhadap VOC
Perlawanan Gowa terhadap VOC merujuk pada serangkaian konflik antara Kerajaan Gowa dengan VOC. Konflik ini dikenal sebagai Perang Gowa atau Perang Makassar, yang berlangsung dari tahun 1666 hingga 16691.
Pada awal abad ke-17, VOC telah mengonsolidasikan kekuasaannya di Hindia Belanda dan berusaha untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut. VOC bahkan membangun benteng-benteng perdagangan di berbagai daerah, termasuk di Makassar, ibu kota Kerajaan Gowa.
Pada tahun 1660, Sultan Hasanuddin naik takhta sebagai sultan Gowa. Ia memiliki ambisi kuat untuk membebaskan wilayahnya dari kekuasaan VOC dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin membangun kekuatan militer yang kuat, memodernisasi angkatan laut, dan menggalang aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan.
Kejayaan Gowa ini membuat posisi VOC di wilayah Indonesia bagian timur menjadi terancam. Rivalitas antara Gowa dan VOC semakin meruncing dan perang tak lagi bisa terelakkan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, latar belakang perlawanan Gowa terhadap VOC, yaitu:
VOC menginginkan hak monopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur.
VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu, pelabuhan perdagangan internasional yang berada di pesisir Sulawesi Selatan.
Untuk menghadapi tindakan VOC yang sewenang-wenang, Sultan Hasanudin memperkuat pasukan dengan memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya.
Sedangkan di lain sisi, VOC menggunakan politik devide et impera dengan meminta bantuan Arung Palaka dari Kesultanan Bone. Arung Palaka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya atas Gowa dan merebut kembali kemerdekaan Bone.
Jalannya Perlawanan
Perlawanan Gowa terhadap VOC berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama adalah perang antara Gowa dan VOC yang dibantu oleh Bone. Tahap kedua adalah perang antara Gowa dan Bone yang dibantu oleh VOC.
Tahap Pertama
Tahap pertama perlawanan Gowa terhadap VOC dimulai pada tahun 1666. VOC dibawah JC Speelman membawa sekitar 1900 prajurit dan 21 armada kapal perang. Ditambah lagi pasukan dari Bone dibawah pimpinan Arung Palaka.
Pertempuran berlangsung sengit selama empat bulan. Pasukan Gowa bertahan dengan gigih di benteng Somba Opu, pusat pemerintahan dan pertahanan mereka. Benteng ini memiliki dinding setebal dua meter dan tinggi lima meter, serta dilengkapi dengan meriam-meriam besar.
Namun, akhirnya benteng Somba Opu jatuh ke tangan musuh pada tanggal 12 Juni 1667. Sultan Hasanuddin beserta pasukannya melarikan diri ke pedalaman Sulawesi Selatan. Ia tidak menyerah dan terus melakukan perlawanan gerilya.
Pada tanggal 18 November 1667, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya dengan VOC. Perjanjian ini sangat merugikan bagi Gowa, karena isinya antara lain:
VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur.
Semua orang asing diusir dari Gowa, kecuali VOC.
Gowa mengganti biaya kerugian perang.
Beberapa wilayah kekuasaan Gowa diserahkan kepada VOC.
Tahap Kedua
Tahap kedua perlawanan Gowa terhadap VOC dimulai pada awal tahun 1668. Sultan Hasanuddin membatalkan perjanjian Bongaya yang sangat merugikan Gowa. Ia kembali mengumpulkan pasukan dan melakukan perlawanan terhadap VOC dan Bone.
Akhirnya, perlawanan Gowa terhadap VOC berakhir dengan kekalahan Gowa. Kerajaan Gowa kehilangan sebagian besar wilayahnya dan menjadi bawahan VOC. Sedangkan Bone menjadi sekutu VOC dan mendapatkan beberapa wilayah bekas Gowa.
Dampak
Perlawanan Gowa terhadap VOC memiliki dampak yang signifikan bagi sejarah Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Berikut beberapa dampak yang dapat disebutkan:
Perlawanan Gowa terhadap VOC menunjukkan tekad dan semangat perlawanan terhadap penjajah asing. Perlawanan ini menjadi inspirasi bagi kerajaan-kerajaan lain di Indonesia untuk melawan VOC.
Perlawanan Gowa terhadap VOC mengubah peta politik di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa yang sebelumnya merupakan kerajaan terbesar dan terkuat di wilayah tersebut, menjadi kerajaan yang lemah dan tunduk pada VOC. Sedangkan Bone yang sebelumnya merupakan kerajaan bawahan Gowa, menjadi kerajaan yang berkuasa dan bersekutu dengan VOC.
Perlawanan Gowa terhadap VOC mempengaruhi perkembangan Islam di Indonesia Timur. Kerajaan Gowa yang merupakan pusat penyebaran Islam di wilayah tersebut, mengalami kemunduran akibat perang dengan VOC. Sedangkan Bone yang merupakan kerajaan yang baru memeluk Islam, mendapatkan dukungan dari VOC untuk mengembangkan agama tersebut.