Perlawanan Banten

Banten merupakan wilayah pertama yang didatangi Belanda pada tahun 1596 di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman.

Akan tetapi, kedatangan Belanda saat itu langsung diusir oleh rakyat Banten karena dianggap sombong dan kasar.

Rasa ketidaksukaan rakyat Banten terhadap Belanda terus berlanjut sampai tahun 1656 di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.

Banten termasuk kesultanan yang sangat maju pada masa kolonial sehingga banyak pedagang yang singgah ke sana, termasuk Belanda.

Banten di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa di tahun 1650-an terus mengalami perkembangan yang pesat.

Kondisi inilah yang membuat VOC sangat tertarik untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa, termasuk di wilayah Banten.

Meski begitu, usaha VOC tidaklah mudah, karena muncul perlawanan dari rakyat Banten di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.

Latar Belakang Perlawanan Banten

Latar belakang dari perlawanan yang dilakukan rakyat Banten terhadap VOC karena dua hal, yaitu:

1. Adanya gangguan dan blokade yang dilakukan VOC kepada kapal dagang dari Maluku dan Tiongkok yang datang ke Banteng.

2. Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.

VOC juga melakukan politik devide et impera atau politik adu domba dengan tujuan mengambil alih wilayah Banten.

VOC kemudian memanfaatkan Sultan Haji sebagai putra Mahkota Kerajaan Banteng agar bisa mengetahui kelemahan dari Sultan Ageng Tirtayasa.

Saat itu, Sultan Haji sangat berambisi untuk memimpin Banten dan VOC melihat hal tersebut dan menghasut Sultan Haji untuk merebut kekuasaan dari Sultan Ageng Tirtayasa.

Kemudian, Sultan Haji membuat perjanjian dengan VOC agar bisa mendapatkan bantuan VOC untuk menyingkirkan ayahnya, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa.

Hal ini dilakukan Sultan Haji karena dirinya takut nantinya takhta kerajaan akan diberikan kepada saudaranya, yaitu Pangeran Purbaya.

Bentuk Perlawanan Banten

Sultan Ageng Tirtayasa terkenal sebagai raja yang sangat menentang VOC karena tindakan monopoli perdagangan.

Maka dari itu, Sultan Ageng Tirtayasa memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap VOC.

Dua kapal milik Belanda kemudian dirusak oleh Banteng dan kebun-kebun tebu milik Belanda di Angke, Tangerang juga dirusak.

Hal ini membuat VOC terpaksa harus menutup kantor dagangnya, Adjarian.

kan tetapi, kerja sama Sultan Haji dan VOC pada tahun 1681 berhasil merebut Istana Surosowan dari kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa

Sehingga Sultan Ageng Tirtayasa harus pindah ke daerah Tirtayasa untuk mendirikan keraton yang baru.

Nah, di istana baru tersebutlah Sultan Ageng Tirtayasa kemudian mengumpulkan kekuatan dan bekal untuk menyerang balik ke Istana Surosowan.

Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mendesak Sultan Haji dengan melakukan penyerangan.

Sultan Haji dan VOC bisa meredam perlawanan tersebut dan berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbayan sampai ke daerah Bogor.

Akhirnya, VOC berhasil menangkap Sultan Ageng Tirtayasa di tahun 1683 dan membawanya ke Batavia untuk dijadikan sebagai tahanan.

Sultan Haji akhirnya naik takhta sebagai raja boneka VOC, sehingga secara tidak langsung VOC dapat memonopoli perdagangan di pesisir Jawa.