Nuku Muhammad Amiruddin (Tidore)

Nuku Muhammad Amiruddin (Tidore)

Sikap oposisi Nuku terhadap Belanda menyebabkan dirinya kehilangan kesempatan menggantikan Sultan Tidore, justru Kaicil Gayjira yang menurut tradisi tidak berhak menjadi raja diangkat sebagai pengganti Sultan.

April 1780, Gayjira wafat, digantikan Putra Alam putranya menjadi Sultan Tidore. Nuku dan Kamaludin memprotes sekeras-kerasnya.

Tanggal 12 Juli 1780, Patra Alam memerintahkan untuk membakar habis rumah Nuku dan Kamaludin. Nuku meloloskan diri dan Kamaludin tertangkap. Ia menyergap pasukan ekspedisi kompeni di Pulau Obi, separuh pasukan kompeni tewas.

Nuku digelari Belanda sebagai Pangeran Pemberontak. Tanggal 11 November 1781, Nuku dinobatkan menjadi Sultan Papua dan Seram. Pada 1783, Angkatan Laut Nuku menyerang perutusan Ternate di Tanjung Mayasalafa hingga seluruh prajurit tewas.

Tanggal 18 April 1987 dilaksanakan pelantikan Kamaludin sebagai Sultan Ternate, Nuku menggugatnya. Pada tahun itu juga kompeni menghancurkan kekuatan Nuku di Seram. Pada Mei 1791, Gubernur Ambon dan Banda menyusun armada perang yang kuat menembaki kubu dan kampung di Pulau Gorong yang kemudian mendapat perlawanan amat seru dari pihak Nuku. Dua kali pihak kompeni dipukul mundur, namun dari kedua belah pihak banyak korban berjatuhan.

Tanggal 21 Mei 1791, markas Nuku diungsikan ke bukit di tengah pulau. Nuku diberi julukan "Tuan Barokat" karena senantiasa luput dari serangan maut berkat Allah yang melindunginya. Tahun 1795, Gubernur Ternate, Johan Godfried mengantar Kaicil Hasan putra Jamaludin menemui Kamaludin dan Nuku tentang pembagian kekuasaan atas kerajaan Tidore antara Nuku dan Kamaludin. Akan tetapi, keduanya menolak mentah-mentah. Tanggal 12 April 1797 Tidore diserbu oleh pasukan Nuku, akhirnya Tidore berhasil direbutnya. Setelah itu Nuku dinobatkan menjadi Sultan atas seluruh kerajaan Tidore.

Pada tanggal 15 Juli 1799, angkatan perang Belanda menggempur Nuku. Menyerbu istana kota, namun disambut dengan perlawanan, sehingga pasukan Belanda diperintahkan kembali ke Ternate. Tanggal 30 April 1805, Nuku mengirim surat kepada Wakil Gubernur Weilding di Ternate untuk memutuskan semua yang diharapkan Belanda. Selama Nuku bertahta di Tidore, dia menutup semua kontrak persahabatan dan perdamaian dengan Belanda.