Johannes Leimena (Maluku)

Johannes Leimena (Maluku)

Johannes Leimena dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1905 di Lateri, Ambon, Provinsi Maluku. Baik ayah maupun ibunya, berasal dari lingkungan guru sekolah.

Sejak usia lima tahun, setelah ayahnya meninggal dunia, ia diasuh oleh seorang saudara ibunya. Leimena menempuh pendidikan dasar mula-mula di Ambon, kemudian di Jakarta. Di kota ini pula ia menyelesaikan pendidikan tingkat menengah, yakni Meer uitgebreid Lager Onderwijs (MULO; setingkat SMP) dan STOVIA (sekolah kedokteran) pada tahun 1930. Sembilan tahun kemudian, tahun 1939, ia memperoleh gelar doktor dalam bidang penyakit dalam (liver dan ginjal).

Sebagai dokter, Leimena pernah bertugas di beberapa rumah sakit. Mula-mula di Centrale Burgelijke Ziekeninrichting (CBZ; sekarang Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo) di Jakarta, tetapi tidak lama. Yang terlama ialah di Rumah Sakit Immanuel (rumah sakit zending) di Bandung, 1931-1941. Menjelang berakhirnya masa penjajahan Belanda, ia bertugas sebagai Direktur Rumah Sakir Bayu Asih Purwakarta.

Sejak usia muda Leimena sudah aktif dalam organisasi. Sewaktu belajar di MULO,ia aktif dalam pergerakan Pemuda Kristen, waktu di STOVIA dalam Christen Studenten Vereniging (SCV) dan Jong Ambon. Dalam ketiga organisasi itu ia pernah menduduki jabatan ketua umum. Pada waktu diadakan Kongres Pemuda II bulan Oktober 1928, Leimena duduk sebagai anggota panitia mewakili Jong Ambon.

Peran Leimena dibidang pemerintahan diawali sebagai Menteri Muda Kesehatan dari Maret 1946 sampai Juni 1947. Sesudah itu, sampai tahun 1956, ia menjadi Menteri Kesehatan dalam berbagai kabinet. Dalam usaha meningkatkan kesehatan rakyat, pada tahun 1951 ia memulai proyek percontohan yang dikenal sebagai "Bandung Plan ".Proyek ini meliputi dua bidang, yakni kuratif dan preventif. Di bidang kuratif, disetiap kabupaten dibangun sebuah rumah sakit pembantu, sedangkan di setiap kecamatan sebuah balai pengobatan. Dibidang preventif, menggerakkan masyarakat untuk memelihara kebersihan lingkungan. Pada mulanya proyek ini dilakukan di Kabupaten Bandung dan sejak tahun 1954 dikembangkan di seluruh Indonesia dan dikenal sebagai "Leimena Plan". Prinsip pokoknya ialah penggabungan usaha kuratif dan preventif serta kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. "Leimena Plan" inilah yang sekarang berkembang menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas) Pembnagunan puskesmas ini mendapat penghargaan dari World Health Organization (WHO) dan dijadikan sebagai contoh bagi negara-negara lain.

Sejak tahun 1957 Leimena tidak lagi memegang jabatan sebagai Menteri Kesehatan. Namun, ia masih diserahi jabatan yang ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat, antara lain Menteri Kompartemen Distribusi. Bersamaan dengan jabatan itu, ia juga diangkat sebagai Menteri Pertama dalam beberapa kabinet. Jabatan terakhirnya ialah Waperdam II dalam Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Selain itu, beberapa kali pula ia mendapat kepercayaan sebagai pejabat presiden. Setelah tidak lagi duduk dalam kabinet, Leimena diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Dalam kehidupan kepartaian, Leimena tercatat sebagai salah seorang pendiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan mengetuai partai ini selama Sembilan tahun (1950-1959). Sebagai tokoh Kristen, ia pernah memegang jabatan Wakil Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI).

Dr. Leimena pernah pula aktif dalam menangani masalah kemiliteran. Pada tahun 1947, disamping jabatannya sebagai Menteri Kesehatan, ia diangkat sebagai Ketua Komisi Militer dalam perundingan gencatan senjata dengan pihak Belanda. Begitu pula dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949. Komisi ini berhasil memperjuangkan TNI menjadi inti Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), sedangkan anggota KNIL dilebur ke dalam APRIS.

Dr. Johannes Leimena meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1977. Ia memperoleh beberapa tanda jasa dari pemerintah RI, antara lain Bintang Mahaputra Kelas II, serta bintang penghargaan dari beberapa Negara asing.