Wilhelmus Zakarias Johannes (Nusa Tenggara Timur)

Wilhelmus Zakarias Johannes (Nusa Tenggara Timur)

Pada tahun 1930, Johannes bertugas sebagai dokter di Palembang, mengalami musibah penyakit lumpuh, selanjutnya dirawat di CBZ (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Selama dalam perawatan, semangat belajarnya tidak pernah padam, terutama mendalami masalah rontgen.

Johannes yakin bahwa penyakit lumpuhnya dapat disembuhkan dengan pengobatan rontgen. Akhirnya ia berhasil meraih gelar Doktor walaupun dalam keadaan pincang dan diangkat sebagai Asisten Ahli dalam bidang rontgen dan radiologi di CBZ Jakarta, dan kemudian dipindahkan ke RSUP di Semarang. Di situlah ia mengembangkan ilmu rontgen.

Setahun kemudian, ia ditarik lagi ke Jakarta dan diangkat sebagai Kepala Bagian Rontgen CBZ. Satu-satunya dokter Indonesia yang memiliki keahlian di bidang ini pada saat itu.

Dalam pergerakan nasional melalui organisasi Persatuan Kaum Kristen tahun 1939, Johannes dicalonkan dal Volksraad, namun ditolak pemerintah. Tahun 1942 terpilih sebagai anggota Badan pengurus "Organisasi penolong Ambon-Tim".

Di zaman Jepang, ia mendirikan "Badan Persiapan Persatuan Kristen" (BPPK) yang kemudian menjadi "Partai Kristen Indonesia" (Parkindo). Parkindo lahir tanggal 6 November 1945, dua belas hari kemudian berdirilah "Partai Kristen Nasional (PKN) dan Johannes menjadi ketuanya.

Dalam Kongres I pada tanggal 6 dan 7 Desember 1945 di Surabaya, nama partai itu diubah menjadi Partai Kristen Indonesia dan Johannes menjabat sebagai Wakil Ketua. Pengaruh Johannes dalam Parkindo cukup besar.

Selain Parkindo, terbentuk juga organisasi perjuangan "Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil ". Sejak tahun 1936, Johannes membina karir di bidang pendidikan, dosen di Fakultas Kedokteran.

Tahun 1946, ia menjadi Guru Besar pada Fakultas kedokteran Balai Perguruan Tinggi Indonesia (sekarang UI), kemudian menjadi Dekan fakultas tersebut. Ketika Jakarta dikuasai Belanda, Balai Perguruan Tinggi diungsikan ke Yogyakarta. Johannes tetap memberi kuliah di Jakarta. Setelah pengakuan Kedaulatan, UI diaktifkan kembali, Maret 1952 ia diangkat menjadi kabinet pejabat presiden (sekarang rektor) UI.Bulan April di tahun yang sama, ia berangkat ke luar negeri selama 5 bulan untuk mempelajari perkembangan rontgen dan organisasi rumah sakit meskipun kurang sehat. Belum lama bertugas, ia mendapat serangan jantung dan wafat, sampai akhir hayatnya ia tidak pernah menikah.