Sam Ratulangi (Sulawesi Utara)
Sam Ratulangi (Sulawesi Utara)
Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) Ratulangi,
pahlawan dari Tanah Minahasa ini menjadi pembaca ulang proklamasi di hadapan
warganya. Diasingkan ke pedalaman Papua tak membuat dirinya lekang dari sebutan
'tuan-tuan merdeka'. Sam Ratulangi, panggilannya, lahir di Tondano, Sulawesi
Utara, pada 5 November 1890. Ia lahir di keluarga pamong, ayahnya Kepala
Distrik Kasendukan saat itu.
Ia menempuh pendidikan di Hoofden School (Sekolah
Raja) di Tondano. Lalu ia merantau ke Jakarta untuk bersekolah di Sekolah
Teknik Jakarta. Karena merasa pribumi direndahkan, Sam Ratulangi melanjutkan
pendidikannya di Zurich, Swiss.
Pada tahun 1919, ia menuntaskan pendidikan dan
menjadi orang Indonesia pertama penyandang gelar doktor ilmu eksakta. Kiprahnya
dalam perjuangan nasional dimulai dari Dewan Kota (Gemeenteraad). Ia menjabat
Sekretaris Dewan Kota Minahasa pada 1924-1927.
"Banyak tindakan Dr Ratulangi yang
menguntungkan rakyat Minahasa. Ia telah berhasil menghapuskan kerja paksa
(rodi), menyelenggarakan transmigrasi, mendirikan yayasan dana belajar, dan
sebagainya," seperti dikutip dari buku Dr. G.S.S.J. Ratulangi: Riwayat
Hidup dan Perjuangannya.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 Gubernur Ratulangi
mengumumkan secara resmi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu. Ia membacakan
kembali bunyi naskah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di hadapan
pemuka-pemuka rakyat Sulawesi.
Meski naskah kemerdekaan baru saja dibacakan,
perjuangan Sam Ratulangi baru dimulai. Ia dihimpit serangan tentara Jepang yang
baru kalah dan datangnya serangan pasukan Sekutu. Bahkan Sekutu sempat
mengancam akan menindak rakyat Sulawesi yang melawan mereka. Sam Ratulangi pun
menempuh jalur diplomasi.
Dia bersama 549 pemuka Sulawesi menandatangani
Petisi Ratulangi dan mengirimnya ke Perserikatan Bangsa-bangsa. Petisi itu
menyatakan ke dunia internasional bahwa Sulawesi adalah bagian yang tak
terpisahkan dari Indonesia.
Pada 5 April 1956, Belanda pun menangkap Sam
Ratulangi dan enam orang koleganya. Mereka disebut Belanda sebagai tujuh Oknum
Berbahaya. Tujuh orang itu dijebloskan ke penjara Makassar Lalu dibuang ke
Serui, Papua. Di sana mereka disambut hangat warga lokal. Sam Ratulangi dan
kawan-kawan pun disapa 'Tuan-tuan Merdeka' karena memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Usai Perjanjian Renville pada 1948, Sam Ratulangi
dikembalikan ke Indonesia. Ia lalu bertolak ke ibukota Indonesia saat itu, Yogyakarta.
Tak berselang lama, ia kembali ditahan usai Agresi Militer II pada 18 Desember
1948.
Sebulan setelahnya, ia dikirim ke Jakarta untuk
diasingkan ke Bangka. Namun karena kondisi kesehatan, ia meninggal pada 30 Juni
1949. Sam Ratulangi dimakamkan di kampung halamannya, Tondano. Negara
menganugerahinya gelar pahlawan nasional pada 9 November 1961.