John Lie (Sulawesi Utara)

John Lie (Sulawesi Utara)

John Lie Tjeng Tjoan, anak kedua dari delapan bersaudara, pasangan Lie Kae Tae dan Oei Tseng Nie. Ayah John adalah pengusaha pengangkutan berbagai barang dagangan yang terkenal di Manado, Sulawesi Utara, semasa negara ini belum merdeka.

Sebagai anak laki-laki, John tak tertarik pada bisnis transportasi. Ia lebih senang pada kapal, pelayaran dan laut yang penuh tantangan. Tak heran, bila bocah kelahiran Manado, 11 Maret 1911, ini senang betul tatkala iring-iringan kapal perang gugus tugas AL Belanda sandar di pelabuhan Manado untuk istirahat. Lie ingin melihat lebih dekat kapal-kapal hebat ini. Darahnya menggelora. Padahal ia baru 10 tahun. Terkagum-kagum ia melihat turet meriam, anjungan kapal yang gagah dan seragam AL yang putih mengkilat. Usia 17 hasratnya untuk mengenal laut tak bisa lagi terbendung.

Dengan uang tabungan, John nekat kabur menuju Jakarta. Tak memiliki sanak saudara, di Tanjung Priok ia luntang-lantung. Demi menyambung hidup ia bekerja sebagai kuli angkut barang, sambil ikut kursus pelatihan soal navigasi kapal.

Lie sempat jadi pesuruh di sebuah kapal jasa paket milik Belanda, sebelum akhirnya masuk sebagai pelaut di Kapal Motor Tosari yang melayani pelayaran ke luar negeri. Perang Dunia Kedua pecah dan KM. Tosari dijadikan kapal perbekalan bagi tentara sekutu. Di kapal inilah Lie diajari dasar-dasar militer, agar bisa membela diri. Termasuk teknik-teknik menghindar dari pengejaran, yang kelak sangat berguna bagi tugasnya.

Sesampainya di tanah air pada Mei 1946, Lie langsung mengabdikan diri pada Angkatan Laut Republik Indonesia, yang waktu itu masih bernama BKR LAUT (Badan Keamanan Rakyat) dan bertemu dengan pimpinannya, Laksamana Mas Pardi di markas besarnya di Jogjakarta.