Lambertus Nicodemus Palar (Sulawesi Utara)
Lambertus Nicodemus palar atau yang dikenal
dengan LN Palar merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan Indonesia khususnya di ranah perjuangan melalui diplomasi. George
Mc T. Kahin menyebutnya sosok yang unik sekaligus istimewa bagi Indonesia.
LN Palar yang dikenalnya merupakan sosok yang
sangat membumi meski menduduki sejumlah jabatan penting dalam perjalanan karir
diplomatnya. LN Palar dilahirkan di Rurukan, Tomohon, Sulawesi Utara pada 5
Juni 1900 dari pasangan Gerrit Palar dan Jacoba Lumanauw.
Aktivitas politiknya diawali di kota tempat ia
bekerja dan sekolah, Amsterdam. Pada 1930, Palar aktif menjadi anggota Social
Democratische Arbeider Partij (SDAP) setelah dalam kongresnya menyebutkan hak
kemerdekaan nasional untuk Hindia Belanda tanpa syarat. Karir organisasinya
terus melejit dengan menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan
Nederlands Verbond van Vakverenigingen pada Oktober 1933.
Selain itu, di kedua organisasi tersebut, Palar
juga menjabat sebagai direktur Perbureau Indonesia. Melalui lembaga inilah,
Palar mengirimkan artikel-artikel tentang sosial demokrasi dari Belanda ke pers
di Hindia Belanda.
Pada 1938, Palar datang ke Indonesia dan
mengunjungi beberapa daerah untuk menghimpun informasi. Setelah PD II berakhir,
Palar kembali aktif dalam politik, ia aktif dalam Partij van de Arbeid (PvdA),
partai baru yang sebelumnya berawal dari SDAP.
Perundingan-perundingan yang terjadi selama
revolusi kemerdekaan tidak terlepas dari peran Palar. Palar melakukannya
langsung di jantung diplomasi internasional di markas besar PBB, di New York,
Amerika Serikat sesuai dengan perintah Presiden Soekarno yang memintanya
menjadi juru bicara RI di PBB pada 1947.
Pada akhir 1947, ia membuka kantor perwakilan RI
di New York dibantu oleh Sudarpo, Soedjatmoko, dan Soemitro. Sebelum pengakuan
kedaulatan RI pada 1949, status LN Palar dan delegasi Indonesia di PBB adalah
sebagai peninjau. Namun, setelah pengakuan kedaulatan kemerdekaan dan Indonesia
menjadi anggota ke-60 PBB pada 1950, Palar menjadi perwakilan resmi RI pertama
dengan status keanggotaan penuh.
Setelah menjadi Kepala Perwakilan RI di PBB pada
1953, Palar kemudian menjadi Duta Besar RI untuk India dan memberikan kontribusi
yang besar dalam persiapan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada
1955. Pada 1955, Palar dipanggil pulang ke Indonesia untuk membantu pelaksanaan
KAA, yang dihadiri oleh 30 negara-negara Asia dan Afrika yang pada umumnya baru
merdeka.
Usai KAA, Palar memulai kembali tugas
diplomasinya dengan menjadi Duta Besar RI untuk Uni Soviet dan Jerman Timur
selama dua tahun. Kemudian pada 1957, Palar ditugaskan menjadi Duta Besar RI
untuk Kanada hingga tahun 1962. Pada 1962 hingga 1965, Palar kembali menjadi
Kepala Perwakilan RI di PBB. Karena adanya konflik Indonesia-Malaysia, Presiden
Soekarno kemudian mencabut keanggotaan RI di PBB. Saat presiden Soekarno
memutuskan keluar dari PBB, LN Palar kemudian menjadi Duta Besar RI untuk
Amerika Serikat.
Pada masa awal pemerintahan Presiden Soeharto,
Indonesia meminta kembali masuk ke dalam keanggotaan PBB pada 1966. Pengalaman
LN Palar di PBB selama beberapa tahun sebelumnya, membuat ia menjadi utusan
pemerintah pada 1966 usai perubahan politik di dalam negeri. Palar pensiun dari
tugas diplomatisnya pada tahun 1968 setelah melayani bangsanya dalam permulaan
usaha kemerdekaan, konflik Indonesia-Belanda melalui perjuangan diplomasinya.
Setelah pensiun, ia masih memberikan kontribusi
bagi pendidikan, pekerjaan sosial, dan juga penasehat perwakilan Indonesia di
PBB. LN Palar salah satu putera terbaik Sulawesi Utara itu meninggal pada 12
Februari 1981 di usia 80 tahun.