Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu
Tangi, Kesultanan Banjar tahun 1797. Pangeran Antasari adalah seorang pemimpin
dan tokoh penting dalam perang Banjar. Sebagai Sultan Banjar, pada 14 Maret
1862 dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan
Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Penembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan Adipati (Gubernur) penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung
Yang Pati Jaya Raja.
Perlawanan Terhadap
Belanda
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300
prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan
dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu
para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos
Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut,
Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk
makin sengit antara pasukan Pangeran Antasari dengan pasukan Belanda,
berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala
bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus
pasukan Pangeran Antasari. Dan akhirnya Pangeran Antasari memindahkan pusat
benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Monumen
Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang
tentaranya yang tewas.
Berkali-kali Belanda
membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada pendiriannya.
Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
“ |
...dengan tegas kami terangkan kepada tuan:
Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut
hak pusaka (kemerdekaan)... |
” |
Dalam peperangan, Belanda
pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh
Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai
tidak seorangpun mau menerima tawaran ini. Orang-orang yang tidak mendapat
pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
1. Antasari dengan
anak-anaknya
3. Amin Oellah
4. Soero Patty dengan anak-anaknya
5. Kiai Djaya Lalana
6. Goesti Kassan dengan
anak-anaknya
Meninggal
Dunia
Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian
wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi
tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung
Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 53 tahun. Menjelang
wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah
terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan. Perjuangannya dilanjutkan oleh
puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Makam Pangeran Antasari
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai
Barito, atas keinginan Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958
dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah
tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka
ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Anugrah Pahlawan Nasional
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan
Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di
Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan
yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan Pangeran
Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI)
telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang
kertas nominal Rp 2.000,00.