Nuku Muhammad Amiruddin
Muhammad Amiruddin atau
lebih dikenal dengan nama Sultan Nuku adalah seorang sultan dari Kesultanan Tidore yang dinobatkan
pada tanggal 13 April 1779,
dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin
Syah Kaicil Paparangan”. Selama
masa perang dengan VOC, Nuku disebut juga sebagai Jou Barakati, artinya
Tuan Yang Diberkahi.
Sebagai penghargaan terhadap jasa-jasanya, Pemerintah
Republik Indonesia menganugerahkan Sultan Nuku sebagai " Pahlawan
Nasional Indonesia"
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1995, tanggal 7 Agustus 1995.
Sultan Nuku Muhamad Amiruddin adalah
putra kedua Sultan
Jamaluddin (1757–1779) dari Kesultanan Tidore. Dilahirkan pada tahun
1738, nama kecilnya adalah Kaicil Syaifuddin.
Pada zaman pemerintahan Nuku (1797 – 1805), Kesultanan Tidore
mempunyai wilayah kerajaan yang luas yang meliputi Pulau Tidore, Halmahera
Tengah, pantai Barat dan bagian Utara Irian Barat serta Seram Timur.
Sejarah mencatat bahwa hampir 25 tahun, Nuku bergumul dengan peperangan untuk
mempertahankan tanah airnya dan membela kebenaran.
Dari satu daerah, Nuku berpindah ke daerah lain, dari
perairan yang satu menerobos ke perairan yang lain, berdiplomasi dengan Belanda
maupun dengan Inggris, mengatur strategi
dan taktik serta terjun ke medan perang. Semuanya dilakukan hanya dengan tekad
dan tujuan yaitu membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai
dalam alam yang bebas merdeka. Cita-citanya membebaskan seluruh kepulauan Maluku terutama Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari
penjajah bangsa asing.
Sebagaimana di seluruh wilayah
jajahannya di Indonesia, Belanda senantiasa turut campur dalam penentuan siapa
yang berhak bertahta dalam sebuah kerajaan di Nusantara. Sosok yang bisa diajak
bekerja sama biasanya akan ditunjuk sebagai penguasa dan sosok yang dianggap
berbahaya, sekalipun pewaris sah tahta, akan disingkirkan. Begitu juga di
kesultanan Tidore, dimana Sultan Jamaluddin adalah penguasa kesultanan Tidore.
Karena dianggap berbahaya bagi kedudukan Belanda, Sultan Jamaluddin ditangkap
dan diasingkan ke Batavia pada tahun 1779.
Berdasarkan tradisi kerajaan Tidore, pengangkatan raja baru
harus berdasarkan silsilah (sesuai garis keturunan). Yang berhak menjadi Sultan
Tidore waktu itu adalah Nuku, melanjutkan tahta Sultan Jamaluddin, ayahandanya.
Namun Belanda tidak menghendaki Nuku naik tahta. Perlawanan Nuku Muhammad
Amiruddin diawali ketika ia dan adiknya Kamaluddin menentang pengangkatan
Kaicil Gay Jira oleh Belanda sebagai Sultan Tidore. Secara nyata Belanda
menginjak-injak tradisi kesultanan Tidore, terlebih lagi setelah Belanda
menurunkan Sultan Kaicil Gay Jira dan menunjuk putra Kaicil, Patra Alam,
sebagai sultan Tidore yang baru.
Sebagai bentuk perlawanan, Nuku Muhammad Amiruddin pun
menggalang kekuatan untuk melawan kompeni Belanda. Ia membangun armada
Kora-kora di daerah sekitar Pulau Seram dan Irian Jaya dengan mendirikan basis
pertahanan di Seram Timur pada tahun 1781. Mereka membangun benteng-benteng di
pesisir pantai, menyebar ranjau di lautan, dan memasang meriam tempur.
Sebagai seorang keturunan Raja Tidore,
ia menjadi seorang pejuang yang tidak bisa diajak kompromi dan pengaruhnya yang
kuat di wilayah Maluku. Hingga usia senja, semangat dan perjuangannya tidak
berhenti. Sultan Nuku sulit ditaklukan, ia bertempur melawan Belanda di darat
maupun di laut. Untuk menghadapi Belanda, Sultan Nuku meniru siasat devide
et impera yang sering digunakan oleh Belanda. Sultan Nuku menghasut
orang-orang Inggris agar mengusir orang-orang Belanda, yang setelah berhasil
segera digempurnya. Pasukan Nuku semakin kuat setelah mendapat berbagai
perlengkapan perang dari Inggris dan memenangkan banyak pertempuran melawan
Belanda.
Menderita banyak kekalahan di berbagai medan peperangan, VOC
mengajukan tawaran berunding dengan Nuku Muhammad Amiruddin dan menawarkan
kekuasaan kepadanya jika bersedia berunding dengan Sultan Kamaluddin. Nuku
menolak secara tegas siasat Belanda dan semakin menggiatkan serangan pasukannya
terhadap pasukan Belanda yang dibantu pasukan kesultanan Tidore yag setia
terhadap Sultan Kamaluddin. Pada tahun 1796, pasukan Nuku berhasil merebut dan
menguasai Pulau Banda. Setahun kemudian, mereka mampu merebut Tidore dan
membuat Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate. Sepeninggal Sultan
Kamaluddin, rakyat Tidore secara bulat menunjuk Nuku Muhammad Amiruddin menjadi
sultan Tidore. Sultan Nuku terus menggempur kekuatan Belanda di Ternate hingga
tahun 1801 Ternate dapat dibebaskan dari cengkraman Belanda. Ia meninggal dalam
usia 67 tahun pada tahun 1805.