Menepati Janji
Seperti biasa, setiap akhir pekan
aku selalu pulang lebih awal. Hal ini karena memang di akhir pekan hanya ada 1
matkul saja.
Akupun tiba dirumah pukul 12 siang.
Sesampainya di rumah, aku merasa heran dengan tingkah ibuku yang mondar mandir
mencari sesuatu.
Segera kuhampiri ibuku, barangkali
memang kehilangan sesuatu. Ternyata benar, ibu mencari handphonenya.
Aku pun membantu mencari. Sudah
berulang kali aku telpon, tapi tidak dijawab. Akhirnya ibu pasrah jika
handphone nya tidak ada.
Aku pun pergi keluar sebentar untuk
membeli barang. Aku melihat adik ku yang sedang menuju perjalanan pulang.
“Dek kamu habis darimana? Pasti
habis dari kedai kopi di ujung jalan kan?” Tanyaku dengan keyakinan jika adikku
yang membawa handphone ibu.
“Pasti kamu kan yang membawa
handphone ibu? Kamu kan masih dalam masa hukuman gak boleh pegang handphone”
Sambungku.
Dengan agak takut dia menjawab:
“I…iiya mas, aku minta maaf karena tadi aku gak ngomong sama ibu”
“Ayo pulang, jelasin semuanya pada
ibu…” Ucapku sambil menyuruhnya naik ke atas motor.
Begitu sampai di rumah ibu langsung
menanyai adik. Dia pun meminta maaf karena telah melanggar hukuman.
Ibu pun menasehatinya kembali dan
berkata: “Walaupun adik dalam masa hukuman, tetapi jika mau pakai handphone
harus bilang dulu.
Kan dulu adek pernah janji kalo main
handphone cuma hari Minggu saja. Jika melanggar katanya siap dihukum gak pegang
Handphone selama seminggu. ”
“Dek, ibu akan lebih suka jika adik
bilang terus terang, adik harus menepati janji yang adik buat sendiri. Walaupun
adik dihukum, ibu akan lebih suka jika adik bilang mau main handphone,
sekalipun sedang dalam masa hukuman. Daripada mengambil seperti tadi kan tidak
baik” Sambung ibu.
Dia hanya bisa tertunduk diam dengan
rasa bersalah yang begitu besar. Adikku pun berjanji untuk menepati janjinya
dan berjanji tidak mengulanginya lagi di kemudian hari.