Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar,
Sulawesi Selatan. Peristiwa ini berlangsung di bawah kepemimpinan Andi Azis,
mantan perwira Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) pada 5-15 April
1950.
Kala itu, Andi Azis dan golongannya menentang
rencana penyatuan Negara Indonesia Timur (NIT) ke bagian NKRI. Bersama
gerombolannya, Andi Azis berupaya memperjuangkan kesatuan Negara Indonesia
Timur.
Mereka juga menolak masuknya anggota TNI ke dalam
bagian APRIS. Pemberontakan Andi Azis merupakan salah satu pemberontakan
setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Latar Belakang Terjadinya Pemberontakan Andi Azis
Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945 saat
itu masih berbentuk federasi atau negara bagian. Salah satunya yaitu NIT yang
terbentuk pada Desember 1946 dimana wilayahnya terdiri dari kepulauan Sunda
Kecil (Bali dan sekitarnya), Maluku, dan Sulawesi.
Namun setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB
pada 23 Agustus - 2 November 1949 di Den Haag, Indonesia menyatakan diri
sebagai Negara RIS yang terbagi menjadi 16 federasi. Hal ini dilakukan supaya
diakui kedaulatannya oleh Belanda.
Ternyata perjanjian dalam KMB merupakan
akal-akalan Belanda untuk memecah belah Indonesia dan tetap mempertahankan
jajahannya saat itu.
Keputusan KMB tidak bertahan lama dan golongan
unitaris mengajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga
wilayah-wilayah termasuk NIT melebur di dalamnya.
Intinya latar belakang pemberontakan Andi Azis
itu adalah penolakan Andi Azis terhadap rencana penyatuan NIT ke dalam bagian
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Andi Azis memang masuk dalam
golongan federalis yang menolak penyatuan itu.
Faktor Penyebab dan Tujuan Pemberontakan Andi Azis
Saat RIS meresmikan diri sebagai NKRI dan membawa
sejumlah Negara Bagian di dalamnya (termasuk Negara Bagian Sumatera Selatan,
Kalimantan TImur, dan NIT), sayangnya NIT baru mendapat kabar penyatuan pada 4
April 1950.
Hal ini menyebabkan Andi Azis dan mantan anggota
KNIL menentang hal tersebut terutama rencana kedatangan APRIS pada 5 April ke
wilayah Makassar. Pasalnya, mereka khawatir akan diperlakukan diskriminatif
oleh pimpinan APRIS/TNI.
Pemberontakan Andi Azis saat itu berupa:
Menduduki sejumlah tempat dan sektor penting
badan militer di wilayah Indonesia Timur
Menangkap Letnan Kolonel AJ. Mokognita, seorang
Panglima Teritorium (wilayah) Indonesia Timur
Adapun tujuan pemberontakan Andi Azis adalah ia
mengincar kedudukan atau posisi puncak pemerintahan negara federasi di sektor
militer bersama Soumokil sebagai tokoh politik dan Sukowati selaku presidennya.
Dampak Pemberontakan Andi Azis
Pemerintah menindak tegas pemberontakan dengan
mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Selain itu, Andi
Azis diminta untuk melapor ke Jakarta terkait peristiwa tersebut dan menarik
pasukan dari wilayah yang mereka duduki.
Pasukan Andi Azis juga diminta untuk menyerahkan
senjata dan membebaskan tawanan yang mereka tangkap saat itu. Beberapa tuntutan
tersebut harus dipenuhi sebelum 4 x 24 ham. Namun, Andi Azis terlambat melapor
dan pasukannya sudah terlanjur berontak.
Dari Makassar, ia berangkat ke Jakarta dan
langsung ditangkap. Andi Aziz pun mengakui terkait aksi yang dilakukan lahir
dari rasa ketidakpuasan terhadap APRIS. Sementara pasukan pemberontakan Andi
Azis akhirnya berhasil diatasi oleh tentara Indonesia yang dipimpin Kolonel
Kawilarang.